Kerangka Pemikiran TINJAUAN PUSTAKA

Kahar 2010 dengan menggunakan model LA-AIDS meneliti pola konsumsi daerah perkotaan dan pedesaan dan keterkaitannya dengan karakteristik sosial ekonomi di propinsi Banten. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada rumah tangga berpendapatan rendah, peningkatan jumlah anggota keluarga menyebabkan permintaan di sektor pendidikan di wilayah perkotaan rendah. Peningkatan jumlah anak yang sekolah menyebabkan permintaan atau partisipasi untuk sektor pendidikan di wilayah perkotaan juga rendah. Aker et al. 2008 menggunakan model pencarian sekuensial meneliti hubungan perkembangan ponsel dengan dispersi harga di Nigeria dan didapatkan hasil bahwa dengan ponsel mampu mengurangi dispersi harga pasar untuk gandum membuat harga gandum yang diterima konsumen lebih rendah sehingga meningkatkan kuantitas permintaan gandum oleh rumah tangga. Penelitian mengenai pola konsumsi dan fungsi permintan telah banyak dilakukan oleh peneliti terdahulu, baik itu dalam lingkup lokal maupun internasional. Banyak peneliti memfokuskan penelitian pada analisis permintaan pangan termasuk di Indonesia. Penelitian pola konsumsi rumah tangga miskin yang dihubungkan dengan konsumsi rokok dengan menggunakan pendekatan LA- AIDS seperti penelitian yang dilakukan di China dan Amerika belum dilakukan di Indonesia. Hal yang sama untuk konsumsi telekomunikasi, belum adanya penelitian terhadap pola konsumsi rumah tangga miskin yang dihubungkan dengan konsumsi telekomunikasi di Indonesia, oleh karena itu penelitian ini difokuskan pada pengaruh konsumsi telekomunikasi pada rumah tangga miskin di pulau Jawa didasari oleh perkembangan pelanggan selular yang mencapai 180 juta pelanggan di tahun 2010 atau sekitar 80 persen populasi penduduk Indonesia dan masih terpusatnya perkembangan infrastruktur telekomunikasi di Indonesia bagian barat.

2.8. Kerangka Pemikiran

Kebutuhan rumah tangga dapat dikelompokan menjadi dua kelompok besar yaitu kebutuhan pangan dan non pangan. Pemenuhan kebutuhan ini dibatasi oleh tingkat pendapatan. Rumah tangga akan mengalokasikan pendapatannya pada komoditi pangan dan non pangan. Rumah tangga dengan pendapatan rendah cenderung mengalokasikan pengeluarannya pada komoditi pangan lebih besar dibandingkan dengan komoditi non pangan. Komoditi non pangan yang menjadi kebutuhan dasar untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari seharusnya menjadi prioritas dalam mengalokasikan pendapatan rumah tangga. Namun keterbatasan pendapatan pada rumah tangga miskin membuat rumah tangga tidak mampu mengalokasikan pendapatannya untuk kebutuhan dasar ini. Selain itu tingkat harga pada kebutuhan dasar non pangan cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat harga pada kebutuhan pangan. Berdasarkan kebutuhan pangan dan non pangan dapat dikemukakan bahwa permintaan terhadap kebutuhan tersebut tidak lain untuk memaksimumkan utilitas yang diinginkan oleh rumah tangga. Namun demikian, tujuan pemaksimuman utilitas ini harus memperhatikan kendala pendapatan, sehingga masalahnya adalah bagaimana memaksimumkan utilitas yang diderivasi dari konsumsi pangan dan non pangan rumah tangga dengan kendala pendapatan tertentu. Di samping itu, perilaku permintaan konsumsi rumah tangga miskin diharapkan tidak hanya merefleksikan pendapatan dan biaya tetapi termasuk karakteristik demografi dan sosial tempat rumah tangga berada karena hal-hal ini dapat memengaruhi fungsi utilitas rumah tangga miskin tersebut. Penentuan kelompok komoditi di samping berdasarkan literatur, juga didasarkan kepada fakta bahwa antar komoditi makanan tersebut memang diduga berkaitan satu sama lain, misalnya di saat pendapatan naik maka dimungkinkan suatu rumah tangga mengkonsumsi non makanan lebih banyak dari biasanya dibandingkan kebutuhan untuk membeli makanan pokok padi-padian. Hal yang sama juga dapat terjadi pada kelompok non makanan, dimana jika terjadi peningkatan pendapatan atau adanya konsumsi baru terhadap telekomunikasi, maka komposisi konsumsi akan berubah sesuai prinsip substitusi, kurva indiferen, dan maksimisasi utilitas. Berdasarkan beberapa hal tersebut, maka fungsi permintaan rumah tangga miskin yang akan dibentuk meliputi: - lokasi tempat tinggal yaitu daerah perkotaan dan pedesaan. Berdasarkan hasil penelitian tingkat konsumsi komoditi khususnya makanan seperti konsumsi ikan, daging, dan telur berbeda antara perdesaan dan perkotaan Ariningsih 2004 - tingkat pendidikan kepala rumah tangga sebagai salah satu variabel sosial, yaitu rumah tangga dengan pendidikan kepala rumah tangga sekolah dasar ke bawah SD, tamat SD dan rumah tangga dengan pendidikan kepala rumah tangga sekolah dasar ke atas tamat SD - periode tahun 2008-2010 untuk melihat perkembangan tren elastisitasnya - ukuran rumah tangga sebagai salah satu variabel demografi yang mempengaruhi pola konsumsi rumah tangga - sumbangan terbesar terhadap garis kemiskinan pada bulan Maret 2010, komoditi makanan yang memberi sumbangan terbesar pada garis kemiskinan adalah beras, rokok kretek filter. Komoditi bukan makanan yang memberi sumbangan besar untuk garis kemiskinan adalah biaya perumahan, biaya listrik, angkutan dan biaya pendidikan. Maka cakupan konsumsi makanan dikelompokkan menjadi empat kelompok yaitu kelompok konsumsi komoditi makanan pokok yang terdiri dari sub kelompok padi-padian dan umbi-umbian, kelompok komoditi rokok dan tembakau, kelompok komoditi lauk pauk yang terdiri dari sub kelompok ikandagingtelursusuditambah tempe dan tahu, serta kelompok komoditi makanan lainnya yang mencakup seluruh komoditi selain yang telah dicakup pada kelompok komoditi yang telah disebutkan di atas seperti sub kelompok komoditi sayuran, buah-buahan dan makanan jadi. Cakupan konsumsi bukan makanan dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu kelompok komoditi telekomunikasi yang terdiri dari konsumsi telepon rumah, pulsa HP, benda pos dan internet, kelompok komoditi pendidikan dan kelompok komoditi non makanan lainnya yang terdiri dari seluruh pengeluaran bukan makanan dikurangi dengan pengeluaran untuk pendidikan dan telekomunikasi. Model LA-AIDS diterapkan untuk kelompok komoditi makanan dan kelompok komoditi non makanan. Sebanyak 4 komoditi makanan yang dipilih adalah kelompok komoditi makanan pokok, lauk pauk, rokok termasuk tembakau dan makanan lainnya. Sedangkan kelompok komoditi non makanan yang dipilih adalah kelompok komoditi telekomunikasi, pendidikan dan non makanan lainnya serta ukuran rumah tangga. Model secara langsung dibentuk dengan memasukkan variabel dummy guna mendapatkan parameter untuk mengestimasi elastisitas harga dan pengeluaran menurut perdesaan dan perkotaan, tingkat pendidikan kepala rumah tangga yang dibedakan berdasarkan tingkat pendidikan SD ke bawah dan tingkat pendidikan SD ke atas serta untuk mengestimasi elastisitas harga dan pengeluaran pada tahun 2008 sampai 2010 sehingga dapat dilihat perkembangantren elastisitas pada periode tersebut.

2.9. Hipotesis