pos dan telekomunikasi di perdesaan meningkat hampir tiga kali lipat dari 0,22 persen pada tahun 2008 menjadi 0,61 persen pada tahun 2010 dan di perkotaan
meningkat dua kali lipat dari 0,41 persen pada tahun 2008 menjadi 0,87 persen pada tahun 2010. Pada Tabel 4.8. terlihat bahwa peningkatan pengeluaran rumah
tangga miskin untuk telekomunikasi terjadi hampir di seluruh propinsi di Pulau Jawa baik itu perdesaan maupun perkotaan hanya persentase peningkatannya saja
yang berbeda. Tabel 4.8. Persentase Pengeluaran per Kapita Rumah Tangga Miskin untuk
Komoditi Telekomunikasi Menurut Tipe Wilayah dan Propinsi di Pulau Jawa. 2008-2010
Persentase Pengeluaran Telekomunikasi per kapita sebulan Propinsi
Perkotaan Perdesaan
2008 2009
2010 2008
2009 2010
1 2
3 4
5 6
7 DKI Jakarta
0,91 1,33
1,11 -
- -
Jawa Barat 0,20
0,44 0,78
0,09 0,19
0,33 Jawa Tengah
0,39 0,63
0,83 0,26
0,52 0,72
DI Yogyakarta 0,70
1,11 1,02
0,54 0,79
1,08 Jawa Timur
0,49 0,76
0,95 0,26
0,52 0,70
Banten 0,31
0,66 0,86
0,05 0,13
0,24 Jawa
0,41 0,67
0,87 0,22
0,43 0,61
Sumber : Susenas Panel Modul Konsumsi 2008-2010 Diolah
Pengeluaran rumah tangga miskin untuk kelompok komoditi telekomunikasi juga secara rata-rata berbeda nyata antara perdesaan dan perkotaan. Rata-rata
pengeluaran telekomunikasi rumah tangga miskin di perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan yang di perdesaan.
Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi terhadap telekomunikasi rumah tangga miskin di perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan perdesaan.
Fenomena ini menunjukkan bahwa rumah tangga miskin baik di perdesaan maupun di perkotaan telah mampu mengkonsumsi komoditi telekomunikasi yang
pada awalnya merupakan barang mewah.
4.6. Pangsa Pengeluaran Rokok Rumah tangga Miskin
Komoditi tembakau dan sirih mencakup komoditi rokok, komoditi tembakau dan komoditi sirih. Sekitar 70 persen rumah tangga miskin, kepala
rumah tangganya mengkonsumsi rokok dimana modus jumlah batang yang dikonsumsi sebanyak 84 batang seminggu atau sekitar 12 batang rokok sehari
hasil susenas diolah. Merokok merupakan perilaku konsumsi yang mahal biayanya, seperti yang
diungkapkan Busch et al.2004. Rata-rata pengeluaran rokok rumah tangga miskin di Pulau Jawa berdasarkan daerah tempat tinggal berbeda nyata antara
perkotaan dan perdesaan. Rata-rata pengeluaran untuk konsumsi rokok lebih tinggi 1,5 kali lipat di perkotaan dibandingkan dengan perdesaan
Tabel 4.9. Persentase Pengeluaran Perkapita Sebulan untuk Rokok, Tembakau dan Sirih Menurut Tipe Wilayah dan Propinsi di Pulau Jawa Tahun 2008-
2010.
Persentase Pengeluaran per kapita sebulan Uraian
Rokok Tembakau dan Sirih
2008 2009
2010 2008
2009 2010
1 2
3 4
5 6
7 Tipe Wilayah
- Perkotaan 4,51
4,84 4,62
5,19 5,30
5,07 - Perdesaan
3,00 3,60
3,85 4,73
4,96 5,08
Propinsi DKI Jakarta
3,83 4,07
3,06 3,83
4,07 3,06
Jawa Barat 4,55
4,87 5,05
5,81 5,76
5,71 Jawa Tengah
3,03 3,10
3,68 4,58
4,36 4,82
DI Yogyakarta 1,38
2,10 2,45
2,86 3,28
3,57 Jawa Timur
3,39 3,88
3,86 4,71
4,92 4,78
Banten 5,25
9,00 7,39
5,55 9,08
7,53 Jawa
3,63 4,11
4,22 4,92
5,10 5,08
Sumber : Susenas Panel Modul Konsumsi 2008-2010 Diolah
Persentase pengeluaran rumah tangga miskin untuk tembakau dan sirih merupakan salah satu persentase terbesar pada rumah tangga miskin di perdesaan
maupun di perkotaan yaitu sekitar lima persen. Persentase pengeluaran rokok pada rumah tangga miskin di perkotaan lebih besar dibandingkan dengan perdesaan,
namun bila digabungkan dengan persentase pengeluaran untuk tembakau maka persentase pengeluaran untuk kelompok komoditi tembakau dan sirih hampir
sama antara rumah tangga miskin di perdesaan dan di perkotaan. Pengeluaran untuk komoditi ini 2,5 kali lipat dari pengeluaran yang dialokasikan untuk
kesehatan baik di perdesaan dan perkotaan dan 1,5 kali lipat dari pengeluaran yang dialokasikan untuk pendidikan di perdesaan.
Secara umum terjadi peningkatan persentase pengeluaran untuk tembakau dan sirih. Rumah tangga miskin di Propinsi Banten mengalokasi pengeluaran
untuk tembakau dan sirih paling tinggi di antara propinsi lainnya di Pulau Jawa. Peningkatan persentase pengeluaran untuk kelompok komoditi tembakau dan sirih
ini didukung oleh peningkatan persentase pengeluaran untuk rokok. Pada Tabel 4.9. persentase pengeluaran untuk rokok menyumbang lebih dari 75 persen dari
persentase pengeluaran untuk komoditi tembakau dan sirih.
4.7. Pendidikan Kepala Rumah Tangga