adalah Harold D. Lasswell yang menyatakan bahwa cara yang terbaik untuk menerangkan kegiatan komunikasi adalah menjawab pertanyaan “Who Says What
In Whic h Channel To Whom With What Effect?” Effendy 1986. Pertanyaan ini
dikenal dengan rumusan Lasswell yang menerangkan unsur-unsur yang membangun komunikasi yaitu :
- Who?
Siapakah komunikatornya? -
Says What? Pesan apa yang dinyatakan?
- In Which Channel?
Media apa yang digunakan? -
To Whom? Siapa komunikannya?
- With What Effect?
Efek apa yang diharapkan? Komunikasi dilakukan dengan cara bertatap muka langsung maupun dengan
media. Komunikasi melalui media pada umumnya digunakan untuk komunikasi informatif misalnya dengan menggunakan media surat kabar, televisi, radio, film,
pameran, poster, pamflet, telepon, internet dan lain sebagainya. Komunikasi melalui media dilakukan karena ada jarak antara komunikator dan komunikan
atau disebut juga telekomunikasi. Selain itu, komunikasi melalui media juga dilakukan karena banyaknya jumlah komunikan yang akan diberikan pesan.
Kemajuan teknologi telah mempermudah arus informasi diakses dari dalam rumah sehingga informasi dunia dapat dengan cepat diketahui. Informasi yang
diakses oleh rumah tangga dapat memberikan efek langsung dalam perubahan tingkah laku rumah tangga misalnya perubahan pola konsumsi rumah tangga
sebagai respon dari intensitas iklan yang dilakukan media televisi atau internet. Kebutuhan akan informasi dan komunikasi yang semakin mudah didapatkan
juga mempengaruhi keputusan rumah tangga dalam mengalokasikan pendapatan guna memenuhi kebutuhan ini. Pengeluaran rumah tangga untuk konsumsi
telekomunikasi menurut BPS mencakup pengeluaran untuk telepon rumah, pulsa HP, nomor perdana, telepon umumwartel, benda pos, warnet, internet dan
lainnya.
2.5. Subsidi
Secara umum pengertian subsidi adalah penetapan harga beli di bawah harga umum. Subsidi merupakan pembayaran yang mengurangi harga pembeli
dibawah harga penjual dan dapat disebut sebagai pajak negatif Pindyck Rubinfeld, 2005. Pemberian subsidi menimbulkan efek yang positif dan negatif.
Efek positif subsidi adalah peningkatan daya beli masyarakat yang mendorong peningkatan output, sedangkan efek negatif subsidi adalah terjadinya distorsi
perekonomian yaitu alokasi sumber daya yang tidak efisien. Hal ini tercermin adanya kecenderungan masyarakat mengkonsumsi barang yang disubsidi secara
berlebihan. Penyelenggaraan subsidi berkaitan dengan APBN karena bila terjadi selisih antara harga jual dengan harga jual sebenarnya maka itu menjadi
tanggungan pemerintah yang ditetapkan dalam APBN. Pada tahun 2005 pemerintah mengambil kebijakan menaikan harga BBM
guna mengurangi beban APBN. Subsidi pemerintah untuk BBM dialihkan dalam bentuk santunan langsung tunai yang diberikan secara langsung kepada rumah
tangga miskin. Program tersebut berlanjut menjadi program keluarga harapan yang memberikan subsidi langsung tunai bersyarat kepada rumah tangga miskin.
Subsidi pemerintah yang lain berupa subsidi beras miskin dimana rumah tangga miskin dapat membeli beras dengan harga yang lebih murah dari harga pasar
karena pemerintah telah membayar sebagian harga jual beras tersebut.
2.6. Tinjauan teoritis 2.6.1.
Fungsi Permintaan Konsumen
Berawal dari asumsi konsumen bersifat rasional dan mempunyai tujuan memaksimumkan kepuasannya dengan cara memilih berbagai kombinasi
sejumlah n barang yang akan menghasilkan dayaguna yang maksimum dengan jumlah pendapatan atau anggaran belanja yang tersedia. Fungsi dayaguna
konsumen dituliskan dengan rumus U = f q
1
,q
2
, …q
n
…………………………2.1 dan kendala anggaran konsumen dituliskan dengan rumus :
∑ …………………………2.2
y adalah pendapatan tetap, p
i
adalah harga barang ke-i. Maka tujuan konsumen untuk memaksimumkan fungsi dayaguna dengan kendala anggaran digunakan
fungsi Lagrangian yaitu fungsi dayaguna yang sudah disesuaikan dengan kendala terbatasnya anggaran.
∑ ………………2.3
λ adalah dayaguna marjinal dari pendapatan. Guna mendapatkan jumlah barang yang diminta maksimum maka
dibutuhkan dua syarat. Syarat pertama sebagai syarat perlu yaitu karena q merupakan nilai ekstrim maka fungsi turunan pertama dari fungsi lagrangian
terhadap q
i
dan λ harus sama dengan nol. Syarat yang kedua adalah nilai ekstrim merupakan nilai maksimum bila turunan kedua dari fungsi tersebut adalah negatif
yang disebut sebagai syarat cukup.
Fungsi permintaan ini dikembangkan dari fungsi permintaan sederhanabaku Marshallian Demand Function atau disebut juga uncompensated demand
function yang menyatakan bahwa suatu besaran konsumsi atau permintaan
komoditi oleh seorang konsumen dipengaruhi oleh tingkat harga komoditi tersebut, harga komoditi lain, dan pendapatan. Dua kesimpulan penting dari fungsi
permintaan ini adalah : 1 permintaan terhadap komoditas apapun adalah fungsi single-value dari harga-harga dan pendapatan, dan 2 fungsi permintaan adalah
homogen derajat nol dalam harga dan pendapatan dimana bila semua harga dan pendapatan berubah dalam proporsi yang sama maka jumlah barang yang diminta
tetap, tidak akan berubah Henderson and Quandt, 1980. Kesimpulan pertama merupakan nilai maksimum dari turunan pertama fungsi dayaguna yang
ditunjukkan dengan nilai Rate of Commodity Subtitution CRS sama dengan rasio harga. Kesimpulan yang kedua menunjukkan bahwa syarat turunan kedua harus
terpenuhi. Dalam permintaan n barang turunan kedua menghasilkan penurunan RCS antara tiap pasang komoditi.
Dalam model permintaan untuk n komoditi maka elastisitas yang dihasilkan harus memenuhi kondisi:
a. Homogeneity
Syarat homogeneity atau disebut Slutsky-schultz condition adalah hasil penjumlahan seluruh elastisitas baik itu elastisitas harga sendiri, elastisitas harga
silang dan elastisitas pendapatan untuk komoditi i sama dengan nol Tewari dan Singh 1996, dirumuskan :
∑ ………………2.4
dimana
ii
adalah elastisitas harga sendiri,
ij
adalah elatisitas harga silang dan
adalah elastisitas pendapatan. b.
Agregasi Cournot Agregasi cournot merupakan rata-rata tertimbang dari elatisitas harga
sendiri dan elastisitas harga silang sebuah komoditi dengan penimbang rata-rata pangsa pendapatan atau proporsi pengeluaran barang tersebut terhadap total
pengeluaran, sama dengan negatif dari pangsa pendapatan barang tersebut. Dinotasikan dengan rumus :
∑ ……2.5
adalah proporsi pengeluaran komoditi ke-i terhadap total pengeluaran, adalah proporsi pengeluaran komoditi ke-j terhadap total pengeluaran,
adalah elastisitas harga sendiri dan elastisitas harga silang.
Untuk fungsi permintaan terkompensasi maka aggregasi Cournot harus sama dengan nol. Dinotasikan dengan rumus :
∑ ……2.6
adalah elatisitas harga terkompensasi. c.
Aggregasi Engel Aggregasi Engel menunjukkan hubungan antara elastisitas pendapatan
dengan berbagai komoditi yang dibelanjakan konsumen. Jumlah elastisitas pendapatan tertimbang semua komoditi yang dibelanjakan konsumen sama
dengan satu. Dinotasikan dengan rumus : ∑
………………2.7
adalah proporsi pengeluaran komoditi ke-j terhadap total pengeluaran dan adalah elastisitas pendapatan Henderson and Quandt 1980.
2.6.2. Efek Substitusi dan Efek Pendapatan
Hubungan permintaan suatu jenis barang dengan adanya perubahan harga dibedakan menjadi dua yaitu efek substitusi dan efek pendapatan. Efek substitusi
X
1
→B dalam penelitian ini adalah efek substitusipenggantian jumlah konsumsi komoditi telekomunikasi dengan komoditi rokok akibat adanya perubahan harga
telekomunikasi dan utilitas konsumen bergerak sepanjang kurva indiferen.
Gambar 1. Efek Substitusi dan Efek Pendapatan dari Penurunan Harga Telekomunikasi
Efek pendapatan B →X
2
pada penelitian ini adalah perubahan konsumsi kedua jenis barang yaitu telekomunikasi dan rokok akibat adanya perubahan
pendapatan prinsip maksimisasi utilitas dengan harga barang tetap. Penjumlahan dari kedua efek ini disebut efek total perubahan permintaan suatu barang karena
terjadi perubahan harga. Perbedaan efek substitusi dan efek pendapatan dapat digunakan untuk menentukan jenis barang. Barang normal mempunyai efek
Rokok
E
2
Y
1
U
2
E
1
Y
2
T
B
1
U
1
B X
2
X
1
Telekomunikasi O
X
2
Efek pendapatan
Efek substitusi
Efek total Sumber: Nicholson 1995
pendapatan positif dan barang inferior memiliki efek pendapatan negatif. Bila efek pendapatan positif lebih besar dari nilai absolut, efek substitusi barang ini
tergolong superior, bila efek pendapatan negatif lebih besar daripada nilai absolut, efek substitusi menimbulkan efek substitusi yang negatif pula maka barang ini
disebut barang giffen Sudarsono 1995. Dua barang dikatakan bersubstitusi jika kedua barang tersebut dapat
memenuhi kebutuhan yang sama, dengan kata lain sifat dua barang yang jika harga salah satunya meningkat, kuantitas barang lainnya yang diminta akan
meningkat. Dua barang dikatakan komplemen jika kedua barang bersama-sama dikonsumsi untuk memenuhi satu kebutuhan atau dengan kata lain sifat dua
barang yang jika harga salah satu barang meningkat, permintaan barang lain akan menurun asumsi ceteris paribus. Apakah dua jenis barang bersubstitusi atau
berkomplemen sangat tergantung dari kurva indiferen.
2.6.3. LA-AIDS Model
Salah satu model untuk mempelajari fungsi konsumsi dengan variabel sosial ekonomi adalah model Linear Approximation Almost Ideal Demand System LA-
AIDS. Model LA-AIDS merupakan pengembangan dari kurva Engel dan persamaan Marshall yang diturunkan dari teori maksimisasi kepuasan. Working
1943 dalam Deaton 1980a menyatakan bahwa terdapat hubungan antara pendapatan pengeluaran dengan tingkat konsumsi yang dinyatakan dalam
bentuk budget share, sebagai berikut: w
i
= α
i
+
i
log x ……………...............................2.8
Model permintaan AIDS dibangun berdasarkan fungsi biaya yang didefinisikan sangat spesifik sehingga dapat mewakili struktur preferensi individu.
Struktur preferensi ini dimungkinkan dilakukannya agregasi preferensi dari tingkat mikro sampai level yang lebih tinggi secara konsisten. Deaton dan
Muellbauer 1980a membangun model permintaan AIDS berdasarkan fungsi biaya yang menunjukkan biaya minimum dari kebutuhan konsumen dalam
memaksimalkan utilitasnya pada tingkat dan harga tertentu. Fungsi biaya dapat dinyatakan dengan:
log cu, p = 1 − u log[a p]+ u log[b p]..........................2.9
c menunjukkan total pengeluaran, u dan p menunjukkan nilai utilitas dan vektor harga. Pada persamaan 2.9 fungsi ap dan bp bersifat linear positif dan
homogen berderajat satu terhadap harga. Fungsi ap bernilai antara nol dan satu sehingga dapat diinterpretasikan sebagai biaya subsisten jika nilai u adalah nol.
Sedangkan bp merupakan biaya “kenikmatan” cost of bliss jika nilai u adalah satu. Bentuk logaritmanya dengan sejumlah k komoditi persamaan 2.9 dapat
ditulis:
∑ ∑ ∑
∏
…2.10 α, , dan γ adalah parameter.
Derivasi parsial dilakukan terhadap harga ∂ log cu, p ∂ log p
i
= q
i
dan dengan asumsi nilai u yang konstan serta mengalikan kedua sisi dengan
⁄ , maka
⁄ , sehingga persamaan 2.10 menghasilkan fungsi permintaan
berupa budget share komoditi i atau dinotasikan w
i
: ∑
∏ ………2.11
Berdasarkan tujuan
memaksimalkan kepuasaan
konsumen, total
pengeluaran X sama dengan cu, p, sehingga u dan budget share dapat dinyatakan sebagai fungsi dari pengeluaran dan harga dalam bentuk:
∑ {
} ……2.12
Persamaan 2.12 dikenal sebagai model LA-AIDS Deaton Muellbauer 1980a. P adalah indeks harga, dengan bentuk fungsional :
∑ ∑ ∑
……2.13
Indeks harga dalam bentuk fungsional tersebut akan membentuk persamaan AIDS yang cenderung non linear, sehingga nilai P Price indeks diestimasi dengan
Stone’s Price indeks : ∑
……2.14
dengan demikian persamaan 2.12 menjadi model Linear Approximation AIDS :
∑ ∑
……2.15
Model AIDS dapat bersifat restricted atau unrestricted, dimana model yang restricted
mengharapkan terpenuhinya beberapa asumsi dari fungsi permintaan adalah:
Adding Up :
∑ ∑
∑ ∑
Homogeneity :
∑ untuk setiap i
Symmetry :
γ
ij
= γ
ji
Fungsi biaya AIDS yang berbentuk fleksibel mengakibatkan fungsi permintaan persamaan 2.12 merupakan first order approximation dari perilaku
konsumen dalam memaksimumkan kepuasaannya. Apabila maksimasi kepuasaan tidak terpenuhi atau tidak diasumsikan terjadi, fungsi permintaan AIDS tetap
merupakan fungsi yang berhubungan dengan pendapatan dan harga, sehingga tanpa restriksi homogeneity dan symmetry, fungsi tersebut masih merupakan first
order approximation terhadap fungsi permintaan secara umum. Beberapa
kelebihan model LA-AIDS, di antaranya: 1.
Dapat digunakan untuk mengestimasi sistem persamaan yang terdiri atas beberapa kelompok komoditi yang saling berkaitan.
2. Model lebih konsisten dengan data pengeluaran konsumsi yang telah
tersedia, sehingga estimasi permintaan dapat dilakukan tanpa data kuantitas. 3.
Karena model merupakan semilog, maka secara ekonometrik model akan menghasilkan parameter yang lebih efisien artinya dapat digunakan sebagai
penduga yang baik. 4.
Secara umum konsisten dengan teori permintaan karena adanya restriksi yang dapat dimasukkan dalam model dan dapat digunakan untuk mengujinya.
2.6.4. SUR Seemingly Unrelated Regression dan GLS Generalized Least
Squares
Estimasi model LA-AIDS dilakukan dengan menggunakan metode statistik SUR dengan prosedur GLS. Metode SUR atau Seemingly Unrelated Regression
seolah-olah kelihatannya tidak berkaitan terdiri dari sekumpulan persamaan yang berkaitan karena ada korelasi antar sisaan persamaan Juanda 2009. SUR
diartikan sebagai regresi yang seolah-olah tidak berkaitan satu sama lain yang disebabkan oleh kedekatan secara teoritis antar persamaan tersebut. Suatu
ketidakefisienan terjadi karena metode seperti 2SLS dan peubah instrumental tidak mempertimbangkan korelasi antar sisaan dari persamaan-persamaan yang
dibentuk. SUR terdiri atas sekumpulan persamaan yang masing-masing variabel endogen saling berhubungan satu sama lain karena adanya korelasi antar sisaan
untuk setiap kelompok persamaan. Metode SUR menggunakan prosedur GLS dan dapat meningkatkan efiensi dugaan dengan cara mempertimbangkan secara
eksplisit bahwa terdapat korelasi sisaan. Metode SUR ini pertama kali diperkenalkan oleh Zellner pada tahun 1962, yang pada intinya melakukan iterasi
dua tahap. Prosedur GLS Generalized Least Square digunakan dalam kasus bahwa asumsi klasik OLS seperti homoskedasticity ragam konstan dan non-
autokorelasi sisaan tidak berkorelasi tidak terpenuhi. Substitusi antar barang
menunjukkan permintaan setiap komoditi memiliki hubungan satu sama lain sehingga estimasi parameter lebih efisien menggunakan GLS.
2.7. Penelitian Terdahulu
Deaton Muellbauer 1980a menggunakan model LA-AIDS untuk mengestimasi 8 kelompok komoditi yaitu; makanan, pakaian, perumahan, bahan
bakar, minuman dan tembakau, transportasi dan komunikasi dan pengeluaran lainnya di Inggris dengan data tahun 1954-1974. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa komoditi yang tergolong kebutuhan dasar adalah kelompok komoditi makanan dan perumahan.
Sengul dan Tuncer 2005 dengan menggunakan model LA-AIDS meneliti tentang fungsi permintaan makanan pada rumah tangga miskin di Turki. Hasil
penelitian memberikan kesimpulan bahwa respon permintaan antar kelompok makanan bervariasi antara rumah tangga miskin dan sangat miskin. Pengeluaran
untuk komoditi roti, padi-padian dan gula sangat tinggi dan pengeluaran untuk ikan, daging dan lemak sangat rendah pada rumah tangga sangat miskin.
Ketersediaan pangan pada rumah tangga sangat miskin sangat responsif terhadap
perubahan harga dan pendapatan dibandingkan rumah tangga miskin. Seale et al. 2003 menggunakan model LA-AIDS meneliti pola konsumsi makanan di 114
negara meliputi negara berpendapatan rendah, sedang dan tinggi. Hasil penelitiannya adalah negara berpendapatan rendah lebih responsif terhadap
perubahan harga dan pendapatan. Negara-negara berpenghasilan rendahmiskin menghabiskan sebagian besar anggarannya pada kebutuhan makanan terutama
makanan pokok sereal. Ariningsih 2004 menggunakan model LA-AIDS meneliti tentang
perbedaan dan besarnya konsumsi pangan hewani seperti telur, daging antara daerah perkotaan dan pedesaan di Jawa. Hasil penelitian memberikan kesimpulan
bahwa pangsa pengeluaran untuk pangan sumber protein hewani sangat rendah tetapi sangat tinggi untuk pangan sumber protein nabati. Pola pengeluaran rumah
tangga untuk komoditi telur, daging, ikan pada daerah perkotaan jauh lebih tinggi dibandingkan daerah pedesaan.
Busch et al. 2004 dengan menggunakan model LA-AIDS meneliti pengeluaran tembakau terhadap pola konsumsi rumah tangga di Amerika Serikat.
Hasil penelitian didapatkan kecilnya pengeluaran untuk perumahan bagi rumah tangga perokok. Peningkatan harga rokok berpengaruh positif terhadap
permintaan makanan pada rumah tangga, untuk beberapa amatan berpengaruh negatif pada pengeluaran untuk pakaian dan perumahan. Penelitian Suryaningsih
2010 khusus pada rumah tangga miskin di Pulau Jawa dengan menggunakan analisis regresi berganda. Hasil penelitian adalah elastisitas pengeluaran untuk
rokok pada rumah tangga miskin di pulau Jawa cikup tinggi atau sangat elastis. Kajian deskriptif yang dilakukan Irawan 2005 di Indonesia, meneliti hubungan
konsumsi rokok dan kemiskinan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penduduk termiskin golongan pendapatan 20 terbawah, belanja tembakau mencapai
sekitar 3 kali lipat dibandingkan dengan biaya pendidikan, dan 4,3 kali lipat dibandingkan untuk biaya kesehatan. Penelitian yang sama dilakukan oleh Liu et
al. 2006 di China dengan menggunakan analisis regresi. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pengeluaran medis akibat merokok dan belanja rokok meningkatkan kemiskinan baik di pedesaan maupun di perkotaan.
Kahar 2010 dengan menggunakan model LA-AIDS meneliti pola konsumsi daerah perkotaan dan pedesaan dan keterkaitannya dengan karakteristik
sosial ekonomi di propinsi Banten. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada rumah tangga berpendapatan rendah, peningkatan jumlah anggota keluarga
menyebabkan permintaan di sektor pendidikan di wilayah perkotaan rendah. Peningkatan jumlah anak yang sekolah menyebabkan permintaan atau partisipasi
untuk sektor pendidikan di wilayah perkotaan juga rendah. Aker et al. 2008 menggunakan model pencarian sekuensial meneliti
hubungan perkembangan ponsel dengan dispersi harga di Nigeria dan didapatkan hasil bahwa dengan ponsel mampu mengurangi dispersi harga pasar untuk
gandum membuat harga gandum yang diterima konsumen lebih rendah sehingga meningkatkan kuantitas permintaan gandum oleh rumah tangga.
Penelitian mengenai pola konsumsi dan fungsi permintan telah banyak dilakukan oleh peneliti terdahulu, baik itu dalam lingkup lokal maupun
internasional. Banyak peneliti memfokuskan penelitian pada analisis permintaan pangan termasuk di Indonesia. Penelitian pola konsumsi rumah tangga miskin
yang dihubungkan dengan konsumsi rokok dengan menggunakan pendekatan LA- AIDS seperti penelitian yang dilakukan di China dan Amerika belum dilakukan di
Indonesia. Hal yang sama untuk konsumsi telekomunikasi, belum adanya penelitian terhadap pola konsumsi rumah tangga miskin yang dihubungkan
dengan konsumsi telekomunikasi di Indonesia, oleh karena itu penelitian ini difokuskan pada pengaruh konsumsi telekomunikasi pada rumah tangga miskin di
pulau Jawa didasari oleh perkembangan pelanggan selular yang mencapai 180 juta pelanggan di tahun 2010 atau sekitar 80 persen populasi penduduk Indonesia dan
masih terpusatnya perkembangan infrastruktur telekomunikasi di Indonesia bagian barat.
2.8. Kerangka Pemikiran