- Kawasan Murung Raya 24.566 jiwa km
2
. 3. Kawasan dengan kepadatan sedang dibawah rata-rata kepadatan Banjarmasin
Selatan, yaitu : -
Kawasan Kelayan Timur 14.292 jiwa km
2
. -
Kawasan Pemurus Baru 9.334 jiwa km
2
. 4. Kawasan dengan kepadatan rendah dibawah rata-rata kepadatan Banjarmasin
Selatan, yaitu : -
Kawasan Kelayan Selatan 6.158 jiwa km
2
. -
Kawasan Pemurus Dalam 5.174 jiwa km
2
. -
Kawasan Pekauman 5.809 jiwa km
2
. -
Kawasan Tanjung Pagar 2.211 jiwa km
2
. -
Kawasan Mantuil 1.4217 jiwa km
2
.
4.2.8. Aspek Transportasi
Ulasan mengenai aspek transportasi di kawasan RDTRK Banjarmasin Selatan meliputi sistem transportasi darat dan sistem transportasi sungai, dengan
kondisi sebagai berikut : A. Transportasi Darat
Sebagai bagian dari sistem jaringan jalan Kota Banjarmasin, di kawasan Kecamatan Banjarmasin Selatan terdapat beberapa jalan utama dengan fungsi
arteri maupun kolektor, yaitu terdiri dari jalan arteri primer, jalan arteri sekunder, dan jalan kolektor sekunder.
B. Transportasi Sungai Terdapat sungai besar yang membatasi bagian utara kawasan yaitu Sungai
Martapura yang menjadi jalur transportasi sungai utama di kawasan Kecamatan Banjarmasin Selatan pada khususnya dan Kota Banjarmasin pada umumnya.
Selain itu juga terdapat beberapa sungai kecil yang masih bisa dilayari, antara lain Sungai Kelayan, Sungai Pekapuran, Sungai Bagau, Sungai Pemurus, Sungai Tatah
Bangkal.
4.2.9. Kebijakan Tentang Sungai
Dalam usaha untuk melestarikan fungsi sungai yang serba guna yang mengalir di bagian selatan Kota Banjarmasin yang sedang berkembang pesat dan
untuk menjaga kelestarian lingkungan secara menyeluruh dan terpadu, maka perlu adanya peraturan dalam penentuan penggunaan lahan daerah sempadan dan
penggunaan alur sungai. Peraturan Pemerintah yang dikeluarkan sehubungan dengan hal diatas adalah Peraturan Daerah Kota Banjarmasin Nomor 2 Tahun
2007 tentang Pengelolaan Sungai. Sungai yang mempunyai kedalaman lebih dari 3 m sampai dengan 20 m, garis sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 15 m
dihitung dari tepi sungai waktu ditetapkan. Prinsip-prinsip penggunaan lahan sempadan dan alur sungai yang terdapat
dalam Perda No. 2 Tahun 2007, adalah: 1. Membangun bangunan di bantaran dan sempadan sungai dilarang, kecuali
untuk memberikan perlindungan terhadap sungai dan manfaat lainnya yang sifatnya tidak merusak sungai
2. Diatur pembuangan limbah secara tidak langsung, dengan terlebih dahulu dilakukan pengolahan sehingga tidak mencemarkan air sungai
3. Bebas dari adanya pemukiman liar 4. Bebas dari pembuangan sampah ke dalam daerah sempadan sungai
Di dalam penjelasan umum Perda No. 2 Tahun 2007 juga dijelaskan bahwa sungai adalah life support system bagi manusia sebagaimana diatur dalam
UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, karena itu perlu dilestarikan. Pelestarian yang dikehendaki adalah
pelestarian fungsi sungai, yang meliputi sebagai penyediaan air, prasarana transportasi, penyedia tenaga, prasarana pengaliran, dan pariwisata serta aktivitas
sosial budaya. Dalam rangka memelihara fungsi sungai tersebut, maka diperlukan instrumen lingkungan yang mampu menjaga pelestariaan sungai berupa
pengintegrasian ke dalam rencana tata ruang manfaat sungai, konservasi yang dimasukkan rencana tata ruang dan penetapan kelas-kelas sungai.
Peraturan Daerah Kota Banjarmasin Nomor 2 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Sungai merupakan potensi sebagai acuan dalam perencanaan lanskap
tepian Sungai Kelayan. Dalam UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yaitu berupa 20 public space RTH umum dan 10 private space RTH
pribadi perorangan juga dapat dijadikan acuan dalam perencanaan luasan ruang terbuka hijau di perkotaan, khusunya pada tapak.
Selain kebijakan di atas, ada beberapa kebijakan terkait aksesibilitas, yang dapat dilihat pada Petunjuk Teknis Penataan Bangunan dan Lingkungan di
Kawasan Tepi Air Dirjen Cipta Karya, 2000, yaitu: 1 Akses berupa jalan kendaraan berada diantara batas terluar dari sempadan
tepi air dengan area terbangun. 2 Jarak antara area masuk menuju ruang publik atau tepi air dari jalan raya
sekunder atau tersier minimum 300 m. 3 Jaringan jalan terbebas dari area parkir kendaraan roda empat.
4 Lebar minimum pedestrian way disepanjang tepi air adalah 3 m.
Berdasarkan Petunjuk Teknis Penataan Bangunan dan Lingkungan di kawasan Tepi Air Dirjen Cipta Karya, 2000, kebijakan peruntukan lahan di
kawasan tepi air adalah: 1 Peruntukan bangunan diprioritaskan atas jenjang pertimbangan:
a Penggunaan lahan yang bergantung dengan air. b Penggunaan lahan yang bergantung dengan adanya air.
c Penggunaan lahan yang sama sekali tidak berhubungan dengan air. 2 Kemiringan lahan yang dianjurkan untuk pengembangan area publik yaitu
antara 0 -15
. Sedangkan untuk kemiringan lahan di atas 15 perlu penanganan khusus.
3 Jarak antara satu area terbangun yang dominan diperuntukkan pengembangan bagi fasilitas umum dengan fasilitas umum lainnya
maksimal 2 km.
Terkait dengan bangunan, dapat dilihat pada Petunjuk Teknis Penataan Bangunan dan Lingkungan di kawasan Tepi Air Dirjen Cipta Karya, 2000,
yaitu: 1 Kepadatan bangunan di kawasan tepi air maksimum 25.
2 Tinggi bangunan ditetapkan maksimum 15 m dihitung dari permukaan tanah rata-rata pada area terbangun.
3 Orientasi bangunan harus menghadap tepi air dengan mempertimbangkan posisi bangunan terhadap matahari dan arah tiupan angin.
4 Bentuk dan desain bangunan disesuaikan dengan kondisi dan bentuk tepi air serta variabel lainnya yang menentukan penerapannya.
5 Warna bangunan dibatasi pada warna-warna alami. 6 Tampak bangunan didominasi oleh permainan bidang transparan seperti
tampilan elemen teras, jendela dan pintu. 7 Fasilitas yang dapat dikembangkan pada area sempadan tepi air berupa
taman atau ruang rekreasi adalah area bermain, tempat duduk, atau sarana olah raga.
8 Bangunan yang ada di area sempadan tepi air hanya berupa tempat ibadah, bangunan fasilitas umum MCK, bangunan penjaga sungai pantai,
bangunan tanpa dinding dengan luas maksimum 50 m
2
unit. 9 Tidak dilakukan pemagaran pada area terbangun. Bila pemagaran
diperlukan maka tinggi pagar yang diijinkan maksimum 1 meter dengan menggunakan pagar transparan atau dengan tanaman hidup.
Gambar 8. Ilustrasi Penataan Kawasan Tepi Air Perkotaan Berdasarkan Peraturan Bangunan Tepi Air Perkotaan
Sumber: Dirjen Cipta Karya, 2000 dan PP RI No. 47 Tahun 1997
V. HASIL DAN PEMBAHASAN