5.6. Sintesis
Dari hasil analisis didapat 4 kualitas bifosik pada tapak yakni kualitas biofisik sangat kritis, kritis, sedang dan bagus. Zonasi dilakukan sebagai upaya
dalam perbaikan kondisi biofisik dan peruntukan ruang di kawasan studi melalui tindakan rehabilitasi dan konservasi. Pada segmen yang memiliki kualitas biofisik
bagus akan dijadikan sebagai zona rehabilitasi non intensif dengan pemanfaatan ruang untuk konservasi. Segmen dengan kualitas biofisik sedang akan dijadikan
sebagai zona rehabilitasi semi intensif dengan pemanfaatan ruang untuk ruang semi konservasi. Sedangkan segmen dengan kualitas biofisik kritis dan sangat
kritis akan dijadikan sebagai zona rehabilitasi intensif dengan pemanfaatan ruang untuk non konservasi.
Rencana Blok Block Plan ditentukan berdasarkan hasil analisis. Block Plan
ini kemudian akan dijadikan sebagai dasar dalam membuat perencanan lanskap Sungai Kelayan sebagai upaya revitalisasi sungai melalui pendekatan
biofisik. Tabel 13 berikut berisi alokasi masing-masing peruntukan ruang beserta deskripsinya. Peta Block Plan diperlihatkan pada Gambar 25.
Tabel 13. Pembagian Zona pada Sintesis
Zona Ruang Fungsi
Keterangan
Zona rehabilitasi non intensif
Ruang rehabiltasi, konservasi
Zona ini diutamakan sebagai ruang konservasi dan rehabilitasi untuk mengembalikan vitalitas
sungai sebagai kesatuan ekosistem pada tapak Zona rehabilitasi semi
intensif Ruang rehabilitasi
semi intensif, semi konservasi
Zona ini merupakan zona peralihan antara zona rehabilitasi non intensif dan rehabilitasi intensif.
Pada zona ini fungsi rehabilitasi masih dominan. Zona rehabilitasi
intensif Ruang rehabilitasi
intensif, non konservasi
Zona ini merupakan zona rehabilitasi intensif, bertujuan untuk meningkatkan kualitas kondisi
biofisik kawasan. Zona ini akan difungsikan sebagai areal yang mengakomodasikan kegiatan
manusia namun tetap memperhatikan kemampuan tapak dan aspek biofisiknya
sehingga tidak memberi efek negatif pada tapak.
25
A A
A B
B
A C
75
Dari hasil sintesis didapat 3 tiga kombinasi zona antara sisi kanan dan kiri sungai, yakni 1 kombinasi antara zona rehabilitasi intensif A dengan zona
rehabilitasi intensif A, 2 zona rehabilitasi intensif A dengan zona rehabilitasi semi intensif B dan 3 zona rehabilitasi semi intensif B dengan zona
rehabilitasi non intensif C Zona rehabilitasi non intensif diprioritaskan sebagai ruang rehabilitasi dan
konservasi. Zona ini tergolong dalam zona rehabilitasi non intensif karena dalam zona ini kondisi biofisiknya masih tergolong bagus sehingga program rehabilitasi
tidak begitu bersifat intensif. Selain itu kegiatan konservasi juga dapat dilakukan mengingat kondisi biofisiknya masih tergolong bagus. Zona tersebut mengacu
pada aturan lebar sempadan yang seharusnya berfungsi sebagai sabuk hijau sungai. Sabuk hijau pada konsep ruang akan diintroduksikan pada masing-masing
zona yang membedakan adalah luasan dan fungsinya. Bentuk rehabilitasi pada zona ini dapat berupa penghijauan, pemeliharaan, pengayaan tanaman, atau
penerapan teknis konservasi tanah secara vegetatif dan sipil teknis, pada lahan kritis dan tidak produktif eko-hidraulik. Selain itu juga dilakukan relokasi
terhadap warga yang menempati bantaran sungai, karena mereka memang tidak mempunyai hak dan menyalahi peraturan dan perundangan yang berlaku.
Memang tidak mudah untuk melakukan relokasi warga yang sudah berdiam ditempat tersebut sudah cukup lama, diperlukan perencanaan dan sosialisasi yang
baik dan adanya sentuhan rasa keadilan. Dengan adanya kegiatan rehabilitasi dan konservasi pada zona ini diharapkan pada akhirnya akan didapat kualitas
lingkungan biofisik sungai yang baik dimana ekosistem sungai mulai tumbuh dan berkembang sehingga kualitas biofisiknya akan meningkat. Aktivitas yang dapat
dilakukan di zona ini adalah aktivitas yang bersifat pasif, sehingga tidak menggangu ekosistem. Aktivitas tersebut dapat berupa reboisasi, pemeliharaan
sungai, birdwatching, viewing, pengamatan satwa dan vegetasi penelitian, fotografi dan naik sampan zona air.
Untuk mengakomodir kegiatan tersebut akan di buat hutan konservasi dalam perencanaan lanskapnya.
Zona rehabilitasi semi intensif dikembangkan menjadi ruang semi rehabilitasi dan semi konservasi. Pada zona ini kegiatan rehabilitasi cukup penting
dilakukan mengingat kondisi biofisiknya tergolong sedang. Begitupun dengan
kegiatan konservasi, pada zona ini konservasi masih harus dilakukan mengingat masih terdapatnya penggunaan lahan yang sesuai yakni penggunaan lahan berupa
vegetasi pada sempadan sungai. Bentuk rehabilitasi pada kawasan ini hampir sama dengan pada zona rehabilitasi non intensif yaitu berupa penghijauan
revegetasi, pemeliharaan, pengayaan tanaman, atau penerapan teknis konservasi tanah secara vegetatif dan sipil teknis, pada lahan kritis dan tidak produktif eko-
hidraulik. Selain itu juga dilakukan relokasi terhadap warga yang menempati bantaran sungai. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas biofisik pada zona
tersebut. Aktivitas yang dapat dilakukan di zona ini meliputi kegiatan reboisasi, pemeliharaan sungai, birdwatching, viewing, pengamatan satwa dan vegetasi
penelitian, naik sampan dan fotografi serta bersosialisai. Untuk menunjang aktivitas tersebut di atas akan dibuat fasilitas-fasilitas yang dapat menunjang
kegiatan tersebut seperti pembuatan taman publik, taman lingkungan, area olahraga, dan lain-lain.
Zona rehabilitasi intensif dikembangkan sebagai ruang rehabilitasi utama dan non konservasi. Hal ini mengingat pada zona ini kondisi biofisiknya tergolong
kritis dan sangat kritis sehingga rehabilitasi mutlak dilakukan. Untuk mendapatkan kondisi biofisik yang ideal pada zona ini membutuhkan waktu yang
cukup lama, mengingat kondisi penggunaan lahan di sempadan sungai didominasi oleh pemukiman dan sedikit untuk pasar. Sedangkan penggunan lahan untuk
sabuk hijau sungai tidak ada. Oleh karena itu untuk mempercepat perbaikan kondisi biofisik kawasan, pada zona ini alokasi peruntukan lahan untuk
pemukiman di tepian sungai masih diakomodir. Berdasarkan
Petunjuk Teknis Penataan Bangunan Dan Lingkungan Di Kawasan Tepi Air Dirjen Cipta Karya, 2000
maksimal besarnya luasan ruang terbangun pada tepian sungai adalah 25 dari total luas tepiansempadan sungai. Namun pada studi ini mengingat budaya
masyarakat setempat yang memiliki keterkaitan sangat erat dengan sungai maka penyediaan lahan untuk ruang terbangun akan ditambah yakni sebesar 60
sesuai dengan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988 yang menyatakan bahwa suatu wilayah seharusnya memiliki perbandingan antara ruang
terbangun dan ruang terbuka hijau sebesar 60 : 40, sehingga biaya untuk relokasi perumahan penduduk dapat ditekan, sisanya digunakan sebagai sabuk hijau sungai
40 yang dapat berfungsi selain untuk mengkonservasi sungai juga dapat dimanfaat sebagai area publik. Hal ini dilakukan untuk melestarikan budaya
masyarakat yang tergantung pada sungai dan untuk mencirikan kawasan waterfront city
pada kawasan. Pada zona ini introduksi kegiatan aktif manusia dilakukan namun tetap memperhatikan aspek keberlangsungan ekosistem sungai.
Sehingga dengan adanya aktivitas manusia didalamnya kualitas lingkungan dan ekosistem yang berada di tapak tidak terganggu. Fasilitas-fasilitas umum akan
diletakkan pada zona ini untuk menunjang aktivitas masyarakat. Aktivitas yang dapat dilakukan diantaranya reboisasi, pemeliharaan sungai, tracking,
birdwatching , viewing, fotografi, bersosialisai, naik klotok, pasar terapung, dan
berdagang.
5.7. Konsep Perencanaan 5.7.1. Konsep Dasar Perencanaan