Gambar 7 . Peta Administrasi Kecamatan Banjarmasin Selatan
Sumber: RTDRK Banjarmasin Selatan, 2007
4.2.2. Topografi
Kecamatan Banjarmasin Selatan terletak sekitar 50 km dari muara Sungai Barito dan dibelah oleh Sungai Martapura, sehingga secara umum kondisi
morfologi Banjarmasin didominasi oleh daerah yang relatif datar dan berada di dataran rendah.
Daerah ini terletak di bawah permukaan laut rata-rata 0,16 m dpl dengan tingkat kemiringan lahan 0–2. Satuan morfologi ini merupakan daerah dominan
yang terdapat di wilayah Kota Banjarmasin, sedangkan jika dibandingkan dengan luas Provinsi Kalimantan Selatan, proporsi kondisi morfologi ini mencapai 14.
Kondisi morfologi ini sangat menunjang bagi pengembangan perkotaan sebagai area fisik terbangun. Namun, ketinggian di bawah permukaan laut menyebabkan
sebagian besar wilayah Banjarmasin Selatan merupakan rawa tergenang yang sangat dipengaruhi oleh kondisi pasang surut air.
No Scale
4.2.3. Geologi dan Jenis Tanah
Struktur geologi dapat dibagi ke dalam beberapa formasi, dimana masing- masing formasi ini tersebar secara acak di Kota Banjarmasin. Kondisi geologi ini
ditentukan berdasarkan peta geologi dan data pengujian teknis pada satuan batuan di wilayah perencanaan, dan diketahui bahwa sebagian besar formasi batuan dan
tanah di wilayah Banjarmasin Selatan adalah jenis Alluvium Qa yang dibentuk oleh kerikil, pasir, lanau, lempung dan lumpur.
Adapun kondisi dan struktur geologi di Banjarmasin Selatan adalah sebagai berikut :
1. Formasi Berai tomb; terbentuk dari batu gamping putih berlapis dengan
ketebalan 20–200 cm. Formasi ini mengandung fosil berupa batu koral dan ganggang, dengan sisipan napal berlapis berketebalan 10–15 cm dan
batuan lempung berlapis dengan ketebalan 2–74 cm.
2. Formasi Dahor Tqd; dibentuk oleh batu pasir kwarsa, konglomerat, dan
batu lempung, dengan sisipan lignit berketebalan 5–10 cm.
3. Formasi Karamaian Kak; dibentuk oleh perselingan batu lanau dan batu
lempung. Formasi ini bersisipan dengan batu gamping yang memiliki ketebalan berkisar 20–50 cm.
4. Formasi Pudak Kap; dibentuk oleh lava yang ditambah perselingan
antara bleksikonglomerat dan batu pasir dengan olistolit masa batuan asing berupa batu gamping, basal, batuan malihan dan ultramafik.
5. Formasi Tanjung Tet; dibentuk oleh batu pasir kwarsa berlapis 50–150
cm dengan sisipan batu lempung kelabu yang memiliki ketebalan 30–150 cm pada bagian atas, serta batubara hitam mengkilap dengan
ketebalan 50–100 cm pada bagian bawah.
6. Alluvium Qa; dibentuk oleh kerikil, pasir, lanau, lempung dan lumpur.
Di samping itu banyak juga dijumpai sisa-sisa tumbuhan serta gambut pada kedalaman tertentu.
7. Formasi Pitanak Kvep; disusun dan dibentuk oleh lava yang terdiri atas
struktur bantal berasosiasi dengan breksi dan konglomerat.
8. Kelompok batuan Ultramafik Mub; disusun oleh harzborgit, piroksenit
dan serpentinit.
Secara umum, jenis tanah yang dominan Alluvial dan sebagian berupa tanah Organosol Glei Humus. Jenis tanah ini mempunyai ciri tanah dengan
tingkat kesuburan yang baik, sehingga potensial untuk pengembangan budidaya tanaman pangan khususnya padi sawah dan hortikultura. Masalahnya dominasi
jenis tanah ini terdapat pada lahan datar, sehingga kendala yang sering terjadi adalah tanah ini akan tergenang air pada musim hujan.
4.2.4. Hidrologi
Secara hidrologi terutama air permukaan, Banjarmasin Selatan dikelilingi oleh sungai-sungai besar beserta cabang-cabangnya, mengalir dari arah
utara dan timur laut ke arah barat daya dan selatan. Sungai-sungai tersebut mengalir dan membentuk pola aliran mendaun dendritic drainage patern.
Sungai utama yang besar adalah Sungai Barito dengan beberapa cabang utama seperti Sungai Martapura, Sungai Alalak dan sebagainya. Muka air Sungai Barito
dan Sungai Martapura dipengaruhi oleh pasang surut Laut Jawa, sehingga mempengaruhi drainase kota dan apabila air laut pasang sebagian wilayah
digenangi air. Rendahnya permukaan lahan –0,16 dpl menyebabkan air sungai menjadi payau dan asin di musim kemarau, karena terjadi intrusi air laut.
Secara umum, tipe pasang surut yang ada di Kecamatan Banjarmasin Selatan sama dengan Kota Banjarmasin adalah tipe diurnal, dimana dalam 24 jam
terjadi gelombang-pasang 1 kali pasang dan 1 kali surut. Lama pasang rata-rata 5-6 jam dalam satu hari. Selama waktu pasang, air di Sungai Barito dan Sungai
Martapura tidak dapat keluar akibat terbendung oleh naiknya muka air laut. Kondisi ini tetap aman selama tidak ada penambahan air oleh curah hujan tinggi.
Air yang terakumulasi akan menyebar ke daerah-daerah resapan seperti rawa, dan akan keluar kembali ke sungai pada saat muka air sungai surut. Kondisi kritis
terjadi pada saat muka air pasang tertinggi waktunya bersamaan dengan curah hujan maksimum. Aliran air yang terbendung di bagian hilir sungai yang
menyebabkan debit air sungai naik dan menyebar ke daerah-daerah resapan, debitnya akan mendapat tambahan dari air hujan. Apabila kondisi daerah resapan
tidak mampu lagi menampung air, maka air akan bertambah naik dan meluap ke daerah-daerah permukiman dan jalan.
Variasi tinggi permukaan air pasang surut, berkisar antara 2,0 m pada pasang purnama sampai 0,6 m pasang surut biasa P3KT Kalimantan, 1990,
sedangkan permukaan air Sungai Barito pada saat pasang maksimum mempunyai level +0,82 dpl, dan pada saat surut -0,10 dpl Laporan Hasil Pengukuran Muka
Air dan Analisa Kualitas Air di Banjarmasin, DHVMLD, 1997. Pada daerah
permukiman ketinggian muka air pasang surut tergantung dari jarak ke sungai terdekat.
Untuk sungai di Banjarmasin, ketinggian permukaan air sungai umumnya mengacu pada pasang surut air di muara ambang luar Sungai Barito, karena
semua sungai yang ada di Banjarmasin dipengaruhi oleh pasokan air dari muara sungai. Kondisi muka air sungai maupun rawa di wilayah Banjarmasin sebagai
berikut: 1. Sungai Barito
Sungai Barito terjadi perbedaan muka air pada waktu pasang dan surut di muara sungai Kuin 177 cm dan ke arah hulu di muara Sungai Alalak adalah
191 cm. 2. Sungai Martapura
Sungai Martapura terjadi perbedaan muka air pasang dan surut masing-masing di lokasi Sungai Basirih 179 cm dan 18 cm di atas tanah rata-rata. Kecepatan
arus permukaan sungai relatif lamban, tergantung kepada kondisi pasang surut. Ketika kondisi surut arus mengarah ke bagian hilir dan sebaliknya
ketika pasang arus kembali ke bagian hulu. Kecepatan arus ketika pasang berkisar antara 0,28–0,37 ms rata-rata 0,34 ms, sedangkan pada saat surut
antara 0,32–0,39 ms rata-rata 0,36 ms. Kemiringan sungai sangat kecil, karena kondisi topografi yang relatif datar
dengan arus lamban, serta banyaknya hambatan berupa tumbuhan air dan tumbuhan rawa di sekitar sungai, sampah-sampah, endapan lumpur yang besar
dan banyaknya rumah-rumah penduduk yang dibangun di pinggir sungai. Bentuk sungainya yang berkelak-kelok menimbulkan meander, dimana hal ini dapat
dicirikan dari munculnya aktivitas erosi yang dominan ke arah samping lateral, serta munculnya pulau-pulau kecil pada alur Sungai Barito yang bertemu dengan
anak sungainya. Banjarmasin Selatan sendiri memiliki kesan sebuah pulau atau
delta yang terbentuk akibat bertemunya arus Sungai Barito dengan Sungai Martapura.
4.2.5. Iklim