menyebabkan terjadinya perubahan lanskap, hal ini terjadi karena perubahan penggunaan lahan land use yang berorientasi terhadap kepentingan manusia
yang antara lain digunakan untuk pembangunan, pengadaan pemukiman, sarana dan fasilitas lain yang menunjang kehidupan manusia.
2.5. Perencanaan Lanskap
Menurut Gold 1980, perencanaan lanskap merupakan suatu alat yang sistematis dan dapat digunakan untuk awal suatu keadaan dan merupakan cara
terbaik untuk mencapai suatu keadaan tersebut. Nurisjah dan Pramukanto 2008 berpendapat bahwa perencanaan lanskap
adalah satu kegiatan utama dalam arsitektur lanskap. Perencanaan lanskap merupakan kegiatan penataan yang berbasis lahan land base planning melalui
kegiatan pemecahan masalah dan merupakan proses pengambilan keputusan jangka panjang guna mendapatkan suatu model lanskap yang fungsional, estetik
dan lestari yang mendukung berbagai kebutuhan dan keinginan manusia dalam upaya meningkatkan kenyamanan dan kesejahteraan.
Menurut Knudson 1980 perencanaan adalah kegiatan mengumpulkan dan menginterpretasikan data, memproyeksikannya ke masa depan,
mengidentifikasi masalah dan memberi pendekatan yang beralasan untuk memecahkan masalah-masalah tersebut.
2.6. Revitalisasi Sungai
Revitalisasi sungai merupakan suatu usaha untuk mengembalikan fungsi- fungsi sungai yang meliputi fungsi sebagai saluran eko-drainase, fungsi saluran
irigasi, dan fungsi ekologi agar berfungsi sebagaimana mestinya. Revitalisasi sungai merupakan suatu konsep untuk mengkoreksi dari konsep pembangunan
sungai sebelumnya Maryono, 2007. Dalam rangka meminimalisir dampak negatif pembangunan sungai abad
ke-17 sampai dengan pertengahan abad ke-20, maka para ahli ekologi-hidraulik mengadakan aktivitas revitalisasi sungai secara besar-besaran contoh di Jerman,
Kanada, Amerika Serikat. Di Indonesia revitalisasi sungai dan eko-hidraulik dewasa ini sudah menjadi konsep baru yang semakin banyak diyakini sebagai
konsep yang diperlukan dalam pengelolaan wilayah keairan. Konsep eko- hidraulik merupakan suatu konsep pengelolaan sungai yang menfaatkan sungai
sebesar-besarnya untuk kepentingan manusia dan lingkungan secara integral dan berkesinambungan, tanpa menyebabkan kerusakan rezim dan kondisi ekologi
sungai yang bersangkutan. Konsep ini akan menjadi pengembangan konsep dalam studi ini. Untuk Indonesia sangat penting kalau masyarakat bisa menjaga
kealamihan sungai yang ada, sekaligus mengerem laju pembangunan sungai dan wilayah keairan umumnya yang menggunakan pendekatan rekayasa parsial
hidraulik murni tanpa pertimbangan lingkungan ekologi Maryono, 2007. Berbagai jenis aktivitas dalam revitalisasi sungai telah dilakukan di
berbagai tempat seperti di Jerman, Jepang, dan Amerika. Revitalisasi sungai sampai penghujung tahun 2003 belum dapat sepenuhnya menanggulangi dampak
negatif akibat dekade pembangunan sebelumnya. Namun secara simultan dilaporkan dapat mengatasi berbagai krisis lingkungan sungai yang sekarang ada.
Revitalisasi sungai dilakukan secara selektif, dimulai dari sungai-sungai kecil dan menengah kemudian mengarah ke sungai besar yang dilakukan dengan hati-hati.
Masalahnya adalah bahwa dalam revitalisasi sungai diperlukan pemahaman integratif biotik dan abiotik. Kegiatan revitalisasi sungai disini meliputi: 1
meningkatkan daerah retensi sungai baik sungai kecil maupun sungai besar, 2 meningkatkan ruang resistensi bantaran banjir alamiah, 3 mendukung proses
dinamik sungai secara alamiah, 4 membelok-belokan sungai yang telah diluruskan, 5 membuka kembali wilayah sungai yang terisolir, 6 menstabilisasi
muka air tanah, dan 7 implementasi metode teknik biologi ekoengineering dalam pengelolaan sungai Maryono, 2007.
Keterlambatan revitalisasi sungai-sungai yang telah mengalami penyudetan dan pelurusan akan berakibat sangat fatal, karena biaya pemulihan ke
kondisi mendekati alur alamiahnya akan memerlukan biaya yang sangat mahal. Biaya tersebut menurut pengalaman negara Jerman dan Jepang terletak pada
mahalnya ongkos pembebasan tanah karena daerah tersebut langsung akan diserbu oleh masyarakat secara ilegal untuk pertanian, industri, perkebunan, dan
perumahan, mahalnya biaya pengerukan kembali karena proses erosi dari daerah sekitar oxbow dan sedimentasi di oxbow berlangsung sangat cepat, alur sungai di
bagian hilir akan mengalami sedimentasi secara cepat dan bagian yang diluruskan mengalami erosi intensif.
Di samping itu untuk mengadakan revitalisasi semakin lama semakin sulit karena perubahan geografis akan terjadi. Dengan demikian disarankan tidak
melakukan sudetan dan pelurusan sungai, karena dampak negatifnya sangat besar. Dana untuk pelurusan dan sudetan dapat digunakan untuk aktivitas reboisasi.
Dana untuk reboisasi akan jauh lebih murah dibanding dengan biaya konstruksi sudetan dan pelurusan sungai Maryono, 2007.
Peta Kecamatan Banjarmasin Selatan
III. METODOLOGI 3.1. Lokasi Studi
Studi ini berlokasi di Kawasan Sungai Kelayan di Kota Banjarmasin, Provinsi Kalimantan Selatan. Sungai Kelayan terletak di Kecamatan Banjarmasin
Selatan Gambar 2. Kedalaman Sungai Kelayan adalah 5 m, lebar 16 m dan panjangnya 4.400 m. Studi ini dilakukan selama 6 bulan, dimulai pada Bulan
Februari hingga Bulan Juli 2010.
Gambar 2. Lokasi Studi
3.2. Batasan Studi
Peta Kota Banjarmasin
Peta Sungai Kelayan
Lokasi Studi
Kecamatan Banjarmasin Selatan No Scale
No Scale
No Scale