Rencana Vegetasi Rencana Vegetasi secara garis besar dibagi menjadi dua macam, yaitu

intensitas aktivitas yang ada di tapak tersebut. Perlindungan bantaran sungai dengan teknik eko-hidraulik juga akan diterapkan untuk mencegah efek negatif dari sistem transportasi air ini. Efek negatif yang ditimbulkan dari aktivitas transportasi sungai diantaranya, kerusakan struktur dasar sungai, kerusakan proteksi tebing sungai, peningkatan polusi air dan menurunnya kualitas dan kuantitas habitat sungai dan akibat selanjutnya adalah penurunan jumlah flora dan fauna sungai. Oleh karena itu teknik eko-hidraulik akan diimplementasikan dalam mengurangi efek negatif tersebut yakni dengan cara dikembangkan pelindung tebing dari vegetasi yang ditanam di sepanjang sungai Gambar 38. Gambar 38. Ilustrasi Rencana Sirkulasi pada Tapak

5.8.3. Rencana Vegetasi Rencana Vegetasi secara garis besar dibagi menjadi dua macam, yaitu

vegetasi riparian dan vegetasi darat. Vegetasi riparian adalah vegetasi yang tumbuh di perbatasan antara air dan darat sedangkan vegetasi darat ialah vegetasi yang tumbuh ditanam darat tepatnya di area terluar dari vegetasi riparian. Vegetasi riparian lebih difungsikan pada perlindungan tebing dan sumber nutrie bagi satwa perairan. Jenis vegetasi riparian yang paling tepat adalah dengan menggunakan tanaman-tanaman endemik kawasan. Tanaman endemik yang ada di sepanjang alur sungai dapat diidentifikasi dan dipilih yang paling sesuai untuk keperluan lindungan tebing di tempat tersebut. Dalam hal ini, tidak semua vegetasi di pinggir sungai cocok untuk berbagai tempat. Karena jenis tanaman di suatu tempat dipengaruhi oleh faktor tanah, dinamika aliran air, penyinaran matahari, serta temperatur dan iklim mikro lainnya. Pada umumnya vegetasi yang ada sangat spesifik untuk penggal sungai tertentu. Maka perlu dicari jenis vegetasi yang cocok untuk daerah yang akan dilindungi. Pada pemilihan jenis vegetasi ini sangat perlu dipertimbangkan besarnya kecepatan air. Golongan rumput-rumputan Familia Gramineae dan kangkung- kangkungan Familia Convolvulaceae yang bersifat lentur bisa digunakan untuk perlindungan tebing pada kecepatan arus tinggi. Sedangkan yang sifatnya getas mudah patah untuk kecepatan rendah. Pada penanaman vegetasi tersebut, sangat diperlukan perlindungan awal sampai vegetasi tersebut tumbuh dan berakar kuat sebelum terkena banjir atau arus yang relatif kuat. Dengan demikian akan sangat baik jika ditanam pada pertengahan musim kemarau atau akhir musim penghujan. Sehingga pada musim penghujan berikutnya tanaman sudah kuat menahan energi aliran air Maryono, 2008. Berdasarkan hasil studi yang dilakukannya Budinetro dalam Maryono, 2008, terdapat tiga usulan jenis tumbuhan yang terdapat di Indonesia tang bisa digunakan, yaitu Vetiveria zizanioides rumput vetiver atau rumput akar wangi, Ipomoea carnea karangkungan dan bambu. Rumpur vetiver adalah tanaman yang sangat mudah tumbuh di berbagai tingkat kesuburan tanah, tahan kekeringan dan tahan genangan air, serta penanamannya mudah, relatif tanpa pemeliharaan. Akar vetiver ini tumbuh lebat menancap ke bawah dapat mencapai 3 m, sehingga tidak terjadi perebutan unsur hara denga tanaman lain. Sifat yang menguntungkan lainnya adalah umurnya panjang dan dapat bertahan selama puluhan tahun. Jenis vetiver yang diintroduksi ke Indonesia adalah yang tidak menghasilkan biji dan tidak mempunyai stolon yang dapat menghasilkan tanaman baru. Daun vetiver relatif rimbun sebagai penangkal erosi akibat hujan. Akarnya yang kuat akan mengikat tanah disekitarnya. Satu jalur vetiver sepanjang kontur akan berfungsi mengikat tanah serta menahan sedimen dan lumpur yang terbawa air, sehingga dapat terbentuk bangku terasering stabil. Ipomoea carnea disebut juga karangkungan atau kangkung londo atau lompong-lompongan, termasuk Familia Convolvulaceae golongan kangkung- kangkungan. Ipomoea carnea merupakan tanaman rawa yang dapat tumbuh di segala tempat serta tahan terhadap genangan dan arus air. Bambu termasuk Familia Gramineae golongan rumput-rumputan. Bambu tumbuh alami di hampir semua benua. Sampai saat ini menurut FAO terdapat sebanyak 75 genus bambu dan 1.250 spesies. Batangnya berbentuk pipa, dengan buku-buku sebagai pembatas pipa, mempunyai lapisan kulit khusus di bagian dalam dan luar batangnya. Kekuatan tarik lapis luar dua kali lipat dari bagian dalam. Memiliki kekuatan tinggi secara aksial dan memiliki sifat lentur. Bambu ini dapat dijumpai di sebagian besar tebing sungai. Tebing sungai merupakan habitat yang cocok untuk tanaman bambu. Kaitannya dengan perbaikan tebing, maka bambu dapat ditanam di sepanjang bagian tebing yang dianggap rawan. Di samping itu dapat juga dikombinasikan dengan rumput vetiver dan karangkungan. Kombinasi konstruksi bambu, rumput vetiver dan karangkungan sesuai untuk lokasi yang mempunyai kondisi dimana kecepatan air pada saat banjir kurang dari 1,5 ms, air banjir banyak membawa sedimen tersuspensi banyak membawa lumpur dan dasar sungai bukan tersusun oleh batu kerikil. Gambar 39 menunjukkan pemasangan atau penanaman kombinasi bambu, rumput vetiver dan karangkungan. Gambar 39. Bio-engineering untuk pengendalian erosi tebing dengan penanaman karangkungan Ipoemoea carnea dan rumput vetiver Vetiveria zizanioides pada endapan baru Sumber: Buninetro dalam Maryono, 2008 Cara pemasangannya adalah batang bambu dipancangkan vertikal pada lokasi yang tebingnya mengalami ancaman gerusan, batang melintang-mendatar dipasang dan diikatkan pada batang vertikal sebagai penguat. Di antara baris batang vertikal dimasukkan ranting pohon segala jenis ranting dan dahan pohon. Dengan ini terbentuklah krip porus yang dapat menahan air banjir dan mengikat sedimen. Setelah endapan terbentuk maka karangkungan atau rumput vetiver ditanam. Selanjutnya karangkungan atau rumput vetiver akan tumbuh kuat dan tumbuhnya tidak teratur saling tindih dan terkait sehingga dapat mempercepat proses pengendapan. Pada saat batang bambu mulai rapuh terkena panas dan waktu, rumput vetiver atau karangkungan dan endapan baru pada kaki tebing sungai cukup stabil serta mampu menahan gerusan. Untuk lapisan vegetasi riparian berikutnya dapat diisi dengan tanaman-tanaman endemik pada tapak, seperti Nipah Nypa fructicans, Pandan Pandanus sp., Rambai Baccaurea motleyana , Kayu Galam Melaleuca cajuputi, Kayu Ulin Eusideroxylon zwageri dan lain-lain. Teknik bio-engineering dimaksudkan sebagai usaha untuk seoptimal mungkin menggunakan komponen vegetasi tumbuhan di sepanjang bantaran sungai untuk menanggulangi longsoran dan erosi tebing sungai dan kerusakan bantaran sungai lainnya Maryono, 2007. Penerapan teknik ini bertujuan untuk menanggulangi longsoran dan erosi tebing sungai serta kerusakan bantaran sungai. Metode bio atau eko-engineering ini merupakan metode yang murah dengan keberlanjutan tinggi. Patt et al dalam Maryono, 2008 mengusulkan beberapa teknik eko-engineering yang berfungsi sebagai penahan tebing, yakni: a. Batang pohon yang tak teratur; pohon tumbang baru dan belum dipotongi dahan dan rantingnya dapat dipasang pada bagian yang longsor Gambar 40. Di daerah pegunungan dapat dipakai pohon pinus atau cemara. Bagian bawah akarnya diletakkan di hulu membujur di sepanjang tebing yang longsor. Untuk dataran rendah dapat digunakan pohon-pohon atau bambu di sekitar sungai yang ada. Pada longsoran yang panjang dapat digunakan sejumlah batang pohon yang dipasang memanjang. Gambar 40. Batang Pohon yang Tak Teratur Sumber: Patt et al. dalam Maryono, 2008 b. Gabungan ikatan batang dan ranting pohon membujur; dahan dan ranting pohon dapat diikat memanjang dan dipasang dengan dipatok di sepanjang kaki tebing sungai. Fungsi utamanya adalah untuk menahan kemungkinan longsornya tebing akibat arus air. Jenis tumbuhan ranting dan dahan dipilih di daerah setempat, misalnya batang tumbuhan bamboo yang berukuran kecil. Ikatan tersebut sebaiknya ditimbun tanah sehingga terdorong tanah Gambar 41. Untuk menjaga kebasahan selama masa pertumbuhan, maka ikatan tersebut harus diletakkan di bawah atau pada muka air rata-rata. Gambar 41. Gabungan Ikatan Batang dan Ranting Pohon Membujur Sumber: Patt et al. dalam Maryono, 2008 c. Ikatan batang dan ranting pohon dengan batu dan tanah didalamnya; prinsipnya sama dengan ikatan batang, hanya bagian dalam ikatan tersebut diisi dengan batu dan tanah. Fungsi batu dan tanah ini adalah sebagai alat pemberat sehingga ikatan tidak terbawa arus. Di samping itu mempermudah tumbuhnya batang dan ranting tersebut. Gambar 42. Ikatan Batang Pohon dengan Batu dan Tanah Didalamnya Sumber: Patt et al. dalam Maryono, 2008 d. Pagar datar; dapat dibuat dengan bambu atau batang dan ranting pohon yang ada di sekitar sungai. Pencapaian pilar pagar sekitar 50 cm dan jarak pilar antara 50-80 cm. Pagar dipasang di dasar sungai dengan bagian atas di bawah tinggi muka air rata-rata Gambar 43. Pemasangan pagar ini paling tepat sebelum musim penghujan. Tergantung jenis tanaman setempat, dalam waktu berapa bulan tanaman dibelakang pagar sudah bias tumbuh. Gambar 43. Pagar Datar yang Dikombinasikan dengan Tanaman Sumber: Patt et al. dalam Maryono, 2008 e. Penutup tebing; penutup tebing untuk menanggulanngi erosi ini dapat dibuat dari berbagai macam bahan, misalnya dari alang-alang, mantang-mantangan, jerami kering, rumput gajah kering, daun kelapa dan lain-lain. Di bagian bawah dipasang ikatan batang pohon untuk penahan. Di antaranya bias ditanami dengan tumbuhan, sebaiknya dari jenis yang ditemukan di sekitar lokasi tersebut. Gambar 44. Penutup Tebing yang Dikombinasikan dengan Tanaman Sumber: Patt et al. dalam Maryono, 2008 f. Tanaman tebing; untuk melindungi erosi dan longsoran tebing yang terjal dapat digunakan cara seperti pada Gambar 45. Jenis tanamannya disesuaikan dengan jenis tanaman yang dijumpai di sekitar lokasi. Panjang batangnya sekitar 60 cm masuk ke dalam tanah dengan diurug di atasnya dan sekitar 20 cm yang di luar. Dengan cara pengurugan ini didapat kondisi tanah yang gembur dan memungkinkan hidupnya tanaman tersebut. Dengan masukan sedalam 60 cm ke dalam tanah maka akan di dapat tanaman yang kuat mengikat tebing sungai. Gambar 45. Tanaman Tebing yang Dikombinasikan dengan Tanaman Sumber: Patt et al. dalam Maryono, 2008 Pada vegetasi darat lebih ditekankan pada fungsi ekologis dan arsitektural. Pilihan jenis vegetasi memperhatikan kesesuaian vegetasi terhadap penggunaan dan kondisi lahan. Dalam hal ini pertimbangan lebih dominan pada fungsi arsitektural vegetasi. Vegetasi darat dengan fungsi estetika lebih menonjolkan keindahan tanaman baik dari bentuk, corak, warna bunga, daun, batang, tajuk dan lain-lain. Peletakan jenis tanaman estetika diperuntukkan pada areal taman rekreasi, tepi jalan dan pemukiman. Vegetasi yang dipilih untuk areal tepi jalan, taman publik dan pemukiman berupa: Bungur Langerstromia speciosa, Mangga Kalimantan Mangifera campanulata, Kecrutan Spathodea campanulata, Sungkai puspa Peronema canescens, Mahoni Swietenia mahogani, Ketapang Terminalia catappa dan beberapa vegetasi introduksi lainnya Gambar 46. Gambar 46. Ilustrasi Rencana Vegetasi pada Tapak

5.8.4. Rencana Aktivitas dan Fasilitas