Pengembangan Konsep 1. Konsep Ruang

5.7.2. Pengembangan Konsep 5.7.2.1. Konsep Ruang Pembagian ruang di tapak merupakan perpaduan antara pendekatan biosentris dan antroposentris . Pendekatan biosentris menekankan pada akibat tindakan orang atau sekelompok orang mengenai sumberdaya alam atau lingkungan tanpa mempertimbangan ada atau tidaknya akibat terhadap orang lain melainkan lebih kepada dampaknya terhadap kelestarian organisme satwa dan vegetasi itu di alam. Artinya lebih menekankan pada akibat tindakan orang atau sekelompok orang terhadap kepentingan kelestarian biologis flora-fauna dari SDA atau lingkungan tesebut Primack,1993. Pendekatan biosentris di tapak diterapkan dalam bentuk pemanfaatan ruang untuk konservasi tanah, air, satwa dan vegetasi sungai. Sedangkan Pendekatan antroposentris menekankan pada akibat tindakan orang mengenai sumberdaya alam atau lingkungan terhadap kepentingan orang lain. Artinya, etika konservasi ini mengatur bagaimana seharusnya seseorang itu bertindak atau berbuat terhadap sumberdaya alam SDA dan lingkungannya secara baik dan benar agar tidak menimbulkan dampak negatif terhadap kepentingan orang lain, sekaligus mengatur hukum atau sanksi bila terjadi pelanggaran Primack,1993. Pendekatan antroposentris diterapkan di tapak dalam peletakan fasilitas umum yang mempengaruhi aktivitas masyarakat di dalam tapak. Zona rehabilitasi non intensif merupakan zona dimana pendekatan biosentris lebih dominan berperan, sedangkan zona rehabilitasi intensif adalah zona dimana pendekatan antroposentris lebih dominan berperan. Zona rehabilitasi semi intensif adalah daerah pertemuan antara zona rehabilitasi non intensif dan zona rehabilitasi intensif, yang merupakan perpaduan antara pendekatan biosentris dan antroposentris. Zona rehabilitasi non intensif akan dikembangkan sebagai hutan konservasi sabuk hijau yang memiliki fungsi utama sebagai areal konservasi daerah sungai dan rekreasi edukatif bagi masyarakat. Hal ini bertujuan untuk mengembalikan kondisi biofisik yang alamiah dan untuk mengkonservasi bantaran sungai dan untuk mengakomodir kebutuhan ruang publik bagi masyarakat. Fasilitas umum yang berupa jaringan sistem drainase dan jalan inspeksi serta sitting area masih dapat diintroduksikan ke dalam area ini. Aktivitas yang diakomodasikan pada zona ini adalah jenis aktivitas pasif seperti pemeliharaan sungai, penelitian, pengenalan nama-nama tanaman dan duduk- duduk serta belajar. Zona rehabilitasi semi intensif, akan dikembangkan sebagai ruang terbuka hijau dan peruntukan pemukiman yang dapat berfungsi sebagai sabuk hijau sungai dan sekaligus yang mampu mengakomodir aktivitas masyarakat dalam bersosialisasi. Pada zona ini selain taman-taman umum, sarana pengolah limbah, peribadatan dan air PDAM dapat diakomodasikan pada zona ini. Zona rehabilitasi intensif akan dikembangkan sebagai ruang publik dan peruntukan pemukiman. Ruang publik dapat berupa taman lingkungan, taman siring dan pasar terapung. Hal ini dilakukan untuk mengakomodir kebutuhan masyarakat dan untuk keberlangsungan aspek biofisik sungai pada kawasan. Permukiman dengan KDB sedang, pasar, fasilitas umum dan ruang terbuka hijau dapat diakomodasikan pada zona ini. Pada zona ini dilakukan penataan sedemikian rupa termasuk di dalamnya penetapan arah orientasi rumah untuk menghadap ke sungai sehingga pemandangan alami sungai dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin dan konstruksi yang diwajibkan menggunakan konstruksi rumah panggung, penempatan lokasi pengelolaan limbah rumah tangga serta prasarana publik. Gambar 27 mengilustrasikan pengembangan konsep ruang. Gambar 27. Ilustrasi Pengembangan Konsep Ruang Pada Tapak

5.7.2.2. Konsep Sirkulasi

Sirkulasi pada kawasan harus mampu menyatukan peruntukan lahan yang telah ditetapkan. Sistem sirkulasi ini dipisahkan menjadi 2 yaitu jalur darat jalur kendaraan dan jalur pejalan kaki dan jalur air jalur taxi air, perahu sampan. Sirkulasi darat dalam hal ini jalur pejalan kaki dapat melalui daerah hijau dan jembatan penyeberangan. Fasilitas jalur pedestrian ini harus berintegrasi dengan lokasi halte kendaraan umum atau dermaga. Sistem sirkulasi pejalan kaki ini juga termasuk penyediaan jalur yang dapat dilalui pemakai kursi roda. Untuk itu penyediaan struktur ramp sangat mendukung keberhasilan dalam sistem ini. Sirkulasi pedestrian berada pada sepanjang tepian sungai. Kedua jalur pedestrian akan terhubung dengan sebuah jembatan penyeberangan bagi pejalan kaki dan bagi kendaraan bermotor. Jalur-jalur pedestrian ini akan terhubung dengan ruang- ruang publik seperti taman dan plaza sebagai destinasi masing-masing zona. Untuk meningkatkan kenyamanan dalam berjalan akan ditempatkan fasilitas berupa shelter yang akan ditempatkan pada titik-titik tertentu. Jalur ini berfungsi untuk mengakomodir masyarakat dan pemerintah daerah dalam melakukan pemeliharaan terhadap sungai dan untuk menikmati keindahan sungai. Selain itu juga berguna sebagai jalan lingkungan bagi warga yang dapat memudahkan mereka dalam bersosialisasi. Jalur kendaraan bermotor mengikuti pola jalan yang sudah ada. Namun dibutuhkan alokasi area sebagai tempat parkir pada area tertentu area yang menjadi pusat aktivitas seperti pasar agar tidak menimbulkan kemacetan pada kawasan. Jembatan-jembatan yang dapat mengakomodasi kendaraan bermotor juga akan diimplementasikan di dalam rencana tapak. Hal ini bertujuan untuk menyediakan akses dan jalur sirkulasi manusia dan komoditas lain antar area dikedua sisi sungai. Diharapkan kondisi tersebut dapat mempermudah akses pendistribusian barang dalam kegiatan ekonomi sehingga kesejahteraan masyarakat di tapak dapat merata. Struktur jembatan dibuat dengan menerapkan teknik eko-hidraulik dan dibuat dengan bentuk melengkung. Hal ini bertujuan agar tidak mengganggu sistem transportasi air yang akan dikembangkan dan tidak menurunkan kondisi biofisik pada kawasan. Selain itu juga akan dikembangkan sirkulasi air yang dibuat dengan tujuan untuk memudahkan user dalam menjangkau tempat-tempat tertentu yang tidak dapat dijangkau dengan menggunakan jalan darat. Tujuan lain yang ingin dicapai yaitu untuk menghidupkan aktivitas dan ekonomi di Sungai Kelayan. Untuk menghubungkan sirkulasi darat dan air akan dibuat beberapa darmaga di tapak. Pertimbangan dalam penempatan dermaga di titik-titik tertentu yaitu faktor intensitas aktivitas yang ada di tapak tersebut. Perlindungan bantaran sungai dengan teknik eko-hidraulik juga akan diterapkan untuk mencegah efek negatif dari sistem transportasi air ini. Efek negatif yang ditimbulkan dari aktivitas transportasi sungai diantaranya, kerusakan struktur dasar sungai, kerusakan proteksi tebing sungai, peningkatan polusi air dan menurunnya kualitas dan kuantitas habitat sungai dan akibat selanjutnya adalah penurunan jumlah flora dan fauna sungai. Oleh karena itu teknik eko-hidraulik akan diimplementasikan dalam mengurangi efek negatif tersebut yakni dengan cara dikembangkan pelindung tebing dari vegetasi yang ditanam di sepanjang sungai. Gambar 28 mengilustrasikan pengembangan konsep sirkulasi. Gambar 28. Ilustrasi Pengembangan Konsep Sirkulasi Pada Tapak

5.7.2.3. Konsep Vegetasi

Konsep vegetasi secara garis besar dibagi menjadi dua macam, yaitu vegetasi riparian ecoton dan vegetasi darat. Vegetasi riparian adalah vegetasi yang tumbuh di perbatasan antara air dan darat bantaran sungai sedangkan vegetasi darat ialah vegetasi yang tumbuh ditanam darat tepatnya di area terluar dari vegetasi riparian. Vegetasi riparian memiliki fungsi baik ditinjau secara ekologi maupun secara hidraulik. Secara hidraulik, vegetasi tebing sungai berfungsi untuk menjaga stabilitas tebing sungai, baik dari gempuran arus air, dari energi mekanik hujan dan dari peresapan air ke pori-pori rekahan tebing sungai. Ranting dan cabang serta daun-daun tumbuhan di pinggir sungai berperan sebagai komponen pemecah energi mekanik arus air maupun air hujan. Komponen vegetasi ini dapat meningkatkan turbulensi aliran hingga energi aliran dapat diredam. Vegetasi riparian dapat berfungsi sebagai pengarah arus dan pengarah aliran sekunder memanjang sungai. Fungsi hidraulik yang lain yakni bahwa perakaran vegetasi merupakan komponen stabilitas tebing sungai sekaligus sebagai barrier untuk mengurangi erosi samping sungai, baik erosi akibat gerusan tebing maupun erosi dari aliran permukaan di samping kanan dan kiri sungai Maryono, 2008. Fungsi ekologi vegetasi riparian adalah sebagai berikut Maryono, 2008: 1. Sebagai tempat hidup flora dan fauna sungai 2. Sebagai tempat penyelamatan diri fauna sungai ketika banjir 3. Sebagai komponen peneduh sungai sehingga membatasi perkembangan tumbuhan air, menjaga suhu air relatif rendah dan stabil, mengurangi laju penguapan air, serta membatasi kehilangan kandungan oksigen terlarut 4. Sebagai komponen penggembur sekaligus pengikat tanah tebing sungai 5. Sebagai pengikat zat hara dalam tanah sehingga mengurangi kehilangan zat hara tanah piggir sungai akibat pencucian 6. Sebagai pemasok bahan makanan bagi fauna berupa daun, buah serta bagian tumbuhan yang telah tua dan jatuh ke perairan untuk kemudian membusuk. Jenis vegetasi riparian yang paling tepat adalah dengan menggunakan tanaman-tanaman endemik kawasan. Tanaman endemik yang ada di sepanjang alur sungai dapat diidentifikasi dan dipilih yang paling sesuai untuk keperluan lindungan tebing di tempat tersebut. Dalam hal ini, tidak semua vegetasi di pinggir sungai cocok untuk berbagai tempat. Karena jenis tanaman di suatu tempat dipengaruhi oleh faktor tanah, dinamika aliran air, penyinaran matahari, serta temperatur dan iklim mikro lainnya. Pada umumnya vegetasi yang ada sangat spesifik untuk penggal sungai tertentu. Maka perlu dicaari jenis vegetasi yang cocok untuk daerah yang akan dilindungi. Pada pemilihan jenis vegetasi ini sangat perlu dipertimbangkan besarnya kecepatan air. Golongan rumput-rumputan Familia Gramineae dan kangkung- kangkungan Familia Convolvulaceae yang bersifat lentur bisa digunakan untuk perlindungan tebing pada kecepatan arus tinggi. Sedangkan yang sifatnya getas mudah patah untuk kecepatan rendah. Pada vegetasi darat lebih ditekankan pada fungsi ekologis dan arsitektural. Pilihan jenis vegetasi memperhatikan kesesuaian vegetasi terhadap penggunaan dan kondisi lahan. Dalam hal ini pertimbangan lebih dominan pada fungsi arsitektural vegetasi. Gambar 29 mengilustrasikan pengembangan konsep vegetasi pada tapak dan Tabel 14 menunjukkan hubungan jenis vegetasi dengan fungsi. Gambar 29. Ilustrasi Pengembangan Konsep Vegetasi Pada Tapak Tabel 14. Matrik Hubungan Jenis Vegetasi dengan Fungsi No. Fungsi Jenis Vegetasi Riparian Darat 1. 2. Ekologi : Habitat Satwa Konservasi tanah Penguat tebing Sungai Sumber makanan Filter air Arsitektural: Estetika Naungan Pembatas Pengarah Visual Pereduksi Bau √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

5.7.2.5. Konsep Permukiman

Kawasan Sungai Kelayan merupakan kawasan terpadat dari segi populasi penduduk di Kota Banjarmasin. Hal ini berimplikasi pada kebutuhan ruang untuk papan pemukiman bagi masyarakat. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut masyarakat mengokupasi sempadan sungai untuk mendirikan rumah sehingga pada sempadan sungai pada saat ini sudah terpenuhi oleh pemukiman penduduk dengan KDB yang sangat tinggi. Pemukiman ini telah menjadikan sungai sebagai bagian belakang dari tata rumah masyarakat sehingga sungai menjadi sasaran untuk membuang sampah dan kotoranlimbah rumah tangga. Oleh karena itulah permukiman masyarakat yang berada di bantaran dan sempadan sungai ada yang direlokasi dan akan dilakukan penataan ulang. Rumah warga yang dipertahankan yaitu yang memenuhi kriteria sebagai rumah ekologis Tabel 15. Peremajaan harus dilakukan agar kondisi biofisik kawasan meningkat dan ekosistem di dalamnya terjaga. Tipe pemukiman ini akan diintroduksikan ke dalam zona rehabilitasi semi intensif dan zona rehabilitasi intensif. Perubahan atau penambahan arah orientasi rumah yang mewajibkan rumah menghadap ke sungai juga akan dilakukan sehingga sungai bukan lagi menjadi bagian belakang backyard rumah penduduk. Dalam penerapannya yang menjadi dasar penataan pola pemukiman adalah Petunjuk Teknis Penataan Bangunan dan Lingkungan di Kawasan Tepi Air Dirjen Cipta Karya, 2000, Tabel 15. Kriteria Penilaian Kondisi Bangunan Data Faktor Kriteria Pola Pemukiman Keaslian Linear mengikuti sungai Orientasi Menghadap sungai dan jalan Arsitektur bangunan dan struktur Arsitektur bangunan Tradisional Rumah panggung Menggunakan ventilasi alam untuk menyejukkan udara dalam bangunan Menjamin bahwa bangunan yang direncanakan tidak mencemari lingkungan maupun membutuhkan energi yang berlebihan Bahan bangunan Kayu ulin Fasilitas Kondisi fasilitas yang tersedia Tersedia dengan kondisi baik Menciptakan kawasan penghijauan di antara kawasan pembangunan sebagai paru-paru hijau Sumber: Mac Kinnon dalam Dara 2010 Permukiman di kawasan tepian Sungai Kelayan merupakan permukiman tradisional dengan ciri khas arsitektural rumah panggung. Gaya arsitektur ini merupakan karakter lokal yang dapat mendukung waterfront city di Kota Banjarmasin. Pembuangan limbah secara langsung ke sungai dari rumah-rumah yang berada di tepi sungai pada kawasan ini menyebabkan pencemaran air sungai. Oleh karena itu, perlu adanya sistem sanitasi yang akan diintroduksikan ke dalam tapak untuk menyaring atau memfilter limbah tersebut agar tidak mencemari sungai. Salah satu cara yang efektif adalah pembuatan Instalasi Pembuangan Air Limbah IPAL dengan sistem septictank komunal. Septictank komunal adalah bak penampungan yang dibuat untuk menampung limbah domestik dari 10-100 rumah atau lebih dengan sistem perpipaan. Limbah ini di tampung ke dalam bak penampungan kotoran yang kedap air. Gambaran mengenai sistem sanitasi komunal ini dapat dilihat pada Gambar 30. Gambar 30. Gambar Ringkasan Sistem Septictank Komunal Sumber: Rhomaidhi, 2008

5.8. Perencanaan Lanskap Rencana lanskap Sungai Kelayan sebagai upaya revitalisasi sugai melalui