LUAS DARATAN JAMBI KAWASAN HUTAN
BUKAN KAWASAN HUTAN TETAP
TIDAK TETAP APL
KONSERVASI LINDUNG
PRODUKSI PRODUKSI
KONVERSI H
NH H
NH H
NH H
NH COMMUNITY
LOGGING LADANG
PEMUKIMAN HPH
HTI KEBUN
KETERANGAN: NH : TIDAK BERTUTUPAN VEGETASI HUTAN
H : BERTUTUPAN VEGETASI HUTAN : TERDIRI ATAS
: STOCK
Gambar 21. Organogram bentang alam provinsi Jambi Luas lahan pertanian lebih besar dibandingkan dengan luas kawasan
hutan tetap. Lebih dari 50 luas daratan dialokasikan untuk usaha pertanian. 17 dari luas daratan dipertahankan sebagai kawasan hutan konservasi dan
kawasan hutan lindung. Interaksi stakeholder pada lahan ini akan semakin kecil terbatas pada pemanfaatan jasa lingkungan dan bukan produksi hasil hutan kayu
Tabel 18. Tabel 18. Luas Hutan Menurut Paduserasi dan TGHK
Luas hutan menurut paduserasi dan TGHK Luas Ha
1. Suaka alam 30.400
a. Cagar Alam b. Suaka Margasatwa
c. Cagar Biosfer 3.940
- 26.460
2. Hutan pelestarian alam 648.720
a. Taman Nasional b. Taman Hutan Raya
c. Taman Wisata d. Hutan Diklat
608.630 36.660
430 3000
3. Hutan Lindung 191.130
a. Hutan lindung b. Hutan Lindung Gambut
105.550 85.630
4. Hutan Produksi a. HP terbatas
340.700
b. HP tetap c. HP pola partisipasi masyarakat
938.000 30.490
Luas kawasan hutan tetap 2.179.440
Kawasan pertanian dan non pertanian 2.920.560
Luas Daratan 5.100.000
Sumber: Dinas Kehutanan Provinsi Jambi 2009
5.5.2 Identifikasi stakeholder kunci
Kawasan hutan mengandung sumberdaya lahan dan sumberdaya alam lainnya yang tinggi. Potensi sumberdaya hutan sangat dibutuhkan untuk
memenuhi kebutuhan dan meningkatkan pendapatan daerah dan negara. Kebutuhan lahan untuk kebun, tambang dan permukiman terus meningkat
mengikuti laju permintaan pasar dan kepadatan penduduk. Kebutuhan akan kayu terus meningkat sehingga memerlukan daya dukung hutan alam yang tinggi.
Akibatnya terjadi penurunan potensi. Untuk itu dibangun hutan tanaman untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Hal demikian mengakibatkan hutan mengalami
perubahan fungsi dan tutupan vegetasi. Perubahan tutupan lahan vegetasi dan penggunaan kawasan hutan
mengakibatkan simpanan karbon yang terdapat di hutan mengalami perubahan baik positif maupun negatif. Perubahan positif bila HTI yang dibangun untuk
memenuhi kebutuhan kayu industri pada lahan yang tidak bervegetasi atau semak belukar dan tanah kosong. Kegiatan reboisasi dapat meningkatkan serapan dan
simpanan karbon di hutan. Dampak negatif yakni perubahan hutan menjadi kebun, akan mengakibatkan menurunnya serapan karbon di awal waktu pembangunan
kebun namun setelah tanaman perkebunan tumbuh maka serapan karbon akan meningkat. Pembukaan lahan untuk eksplorasi dan eksploitasi tambang akan
menurunkan dan bahkan menghilangkan serapan dan simpanan karbon, dan berlangsung dalam waktu yang lama.
Perubahan penggunaan dan pemanfaatan kawasan hutan sangat bergantung pada peran stakeholder. Peran stakeholder didasarkan pada motivasi dan tujuan
kebijakan manajemen hutan. Stakeholder yang mempengaruhi manajemen hutan di Jambi dapat terdiri dari sektor pemerintah baik itu pemerintah pusat,
pemerintah provinsi dan kabupaten. Stakeholder lainnya dapat berupa LSM lembaga swadaya masyarakat, akademisi dan pengembang proyek Tabel 19.
Tabel 19. Hubungan antar stakeholder dalam manajemen bentang lahan
S ta
k e
h o
ld e
r P
ro v
in si
J a
m b
i
Stakeholder Provinsi Jambi
Dishut Bappeda
BPN Disbun
ESDM BLHD
Warsi Walhi
UNJA D
is h
u t
√ √
√ √
√ B
a p
p ed
a
√ √
√ B
P N
√ D
is b
u n
√ √
√ E
S D
M √
√ √
B L
H D
√ √
√ √
√ √
√
W a
rs i
√ √
√ √
W a
lh i
√ √
√ √
√ √
√ U
N J
A √
√ √
√ √
√
Tabel di atas menjelaskan bahwa Dinas Kehutanan Provinsi Jambi Dishut dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi berhubungan langsung dengan
Bappeda Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, BPN Badan Pertanahan Negara Wilayah Jambi, Dinas Perkebunan Provinsi Jambi Disbun, ESDM
Dinas Pertambangan, Energi dan Sumberdaya Mineral dan BLHD Badan Lingkungan Hidup Daerah serta Universitas Jambi UNJA. Namun interaksi
balik loop negatif sebagai kontrol terhadap manajemen bentang alam akan dikendalikan
oleh BLHD,
Warsi Warung
Konservasi dan
Walhi Wahana Lingkungan Hidup.
Interaksi antar stakeholder dipengaruhi oleh tujuan yang ingin dicapai. Interaksi antara Dishut dengan BPN terletak pada penetapan HGU atas sebidang
lahan dari kawasan hutan yang dilepas menjadi bukan kawasan hutan atau sebaliknya melepas status kepemilikan atas sebidang lahan untuk dijadikan
kawasan hutan tetap. Interaksi Walhi dan Warsi terhadap Dishut yakni kontrol terhadap kebijakan pelepasan, pinjam pakai kawasan serta konversi fungsi
kawasan hutan dengan pertimbangan daya dukung dan fenomena konservasi di lapangan Tabel 20.
Tabel 20. Hubungan stakeholder dengan variabel flow
S ta
ke h
o ld
er P
ro v
in si
Ja m
b i
Variabel Flow
Alokasi Luas
HPH ke HTI
Alokasi Luas
HPHL ke Tambang
Alokasi Luas
HP ke kebun
Alokasi Luas HPH ke
Transmigrasi Pemulihan
hutan dengan reboisasi
Alokasi Luas HP
ke HPH Alokasi
Luas HP ke HTI
D is
h u
t
√ √
√ √
√ √
√
B ap
p ed
a
√ √
B P
N
√ √
D is
b un
√
E S
D M
√
B L
H D
√ √
W ar
si
√ √
W al
h i
√ √
√ √
√ √
√
U N
JA
√ √
√ √
√ √
√
Tabel di atas menjelaskan bahwa ketertarikan hubungan antar stakeholder bergantung pada aliran informasimateri flow. Dinas Kehutanan memiliki
ketertarikan lebih pada alokasi lahan kawasan hutan untuk dikelola melalui HPH, HTI dan melakukan rekondisi dengan reboisasi. Namun kewenangan dinas
kehutanan juga untuk menerbitkan ijin prinsip dalam pertimbangan perijinan tambang, kebun dan transmigrasi. Tentunya Dinas Kehutanan akan berinteraksi
dengan stakeholder lain. Dinas ESDM akan berinteraksi dengan Dinas Kehutanan terkait pinjam pakai kawasan hutan untuk pertambangan. Dinas Perkebunan akan
berkoordinasi dengan Dinas Kehutanan dan Badan pertanahan Nasional untuk alokasi lahan serta status lahan. Walhi dan UNJA mempunyai ketertarikan untuk
memberikan masukan dan kritik atas kebijakan-kebijakan penggunaan dan pemanfaatan kawasan hutan dari stakeholder yang berwenang.