Tabel 30. Perbandingan income REDD pada berbagai skenario dan standar x 1 M US
SKENARIO REDD+
Periode CCB
CF PV
VCS 30
50 70
30 50
70 30
50 70
30 50
70 5
-0.42 -0.31
1.35 -0.68
-0.01 0.93
-0.74 -0.01
1.01 -0.78
-0.02 1.06
10 -0.56
-0.39 0.48
-0.82 -0.43
0.51 -0.90
-0.47 0.55
-0.95 -0.49
0.58 15
-0.56 -0.39
0.49 -0.82
-0.43 0.52
-0.89 -0.47
0.57 -0.94
-0.50 0.60
20 -0.55
-0.39 0.54
-0.82 -0.43
0.56 -0.89
-0.46 0.61
-0.94 -0.49
0.64 25
-0.55 -0.39
0.62 -0.82
-0.41 0.61
-0.89 -0.44
0.66 -0.94
-0.47 0.70
30 -0.54
-0.39 0.66
-0.81 -0.37
0.61 -0.88
-0.41 0.66
-0.93 -0.43
0.70 35
-0.52 -0.32
0.67 -0.79
-0.33 0.57
-0.86 -0.36
0.63 -0.91
-0.38 0.66
Rata- rata 5
tahun -0.42
-0.31 1.35
-0.68 -0.01
0.93 -0.74
-0.01 1.01
-0.78 -0.02
1.06
Dari tabel di atas, terlihat bahwa penerapan skema REDD+ sebesar 30 tidak memberikan income yang positif. Income REDD+ akan positif bila
penerapan REDD+ lebih dari 50. Bila standar CCB carbon, community and biodiversity
yang diterapkan akan memberikan income REDD+ sebesar -0,42 milyar US - 1,35 milyar US. Standar Carbon Fix CF akan memberikan
income REDD+ sebesar -0,68 milyar US - 0,93 milyar US. Standar Plan Vivo
PV akan memberikan income REDD+ sebesar -0,74 milyar US sampai dengan 1,01 milyar US. Penerapan standar VCS AFOLU akan memberikan income
REDD+ sebesar -0,78 milyar US sampai dengan 1,06 milyar US. Dengan demikian, standar yang memberikan income REDD+ tertinggi adalah
standar CCB. Income
REDD+ akan berbeda bila skenario REDD+ dilaksanakan pada intensitas berbeda di masing-masing fungsi. Income REDD+ akan positif bila
penerapan skenario REDD+ pada semua fungsi hutan sebesar 70 namun bila pada intensitas berbeda pada berbagai fungsi maka hasilnya akan sangat
bervariasi.
Tabel 31. Simulasi REDD+ pada kombinasi fungsi hutan x 1 M US setiap periode
HK HL
HP 30
50 70
30 50
70 30
50 70
HK 30
-0.48 -1.49
-1.24 -0.99
-1.73 -1.04
1.36 50
0.14 -0.87
-0.62 -0.37
-1.11 -0.42
1.98 70
0.80 0.28
0.03 0.28
-0.46 0.23
2.63 HL
30 -1.49
-0.87 -0.21
-1.01 -2.26
-1.57 0.83
50 -1.24
-0.62 0.03
-0.77 -2.02
-1.33 1.07
70 -0.99
-0.37 0.28
-0.51 -1.76
-1.07 1.32
HP 30
-1.73 -1.11
-0.46 -2.26
-2.02 -1.76
-1.25 50
-1.04 -0.42
0.23 -1.57
-1.57 -1.07
-0.56 70
1.36 1.98
2.63 0.83
1.07 1.32
1.84
Tabel di atas menunjukkan bahwa bila hutan konservasi hanya diturunkan 30 maka kombinasi yang dapat memberikan income REDD+ positif dengan
hutan produksi sebesar 70 yakni sebesar 136 juta US. Bila hutan lindung diturunkan sebesar 30 akan memberikan income REDD+ yang positif jika
dikombinasikan dengan hutan produksi yang diturunkan sebesar 70. Income
REDD+ akan mencapai 830 juta US. Bila hutan produksi akan diturunkan 30, maka tidak akan memberikan income REDD+ positif meski
dengan kombinasi hutan konservasi atau hutan lindung sebesar 70. Income REDD+ akan sangat tinggi bila dikombinasikan antara skenario REDD+ 70 di
hutan konservasi dan hutan produksi. Nilai income REDD+ mencapai 1,32 milyarUS-2,63 milyar US setiap periode 5 tahun.
5.5.7 Uji Sensivitas Model
Sensivitas model dilakukan untuk melihat variabel yang sangat sensitif ketika skenario dinaikkan 1 taraf. Bila terdapat variabel yang tidak sensitif, tidak
berarti variabel itu salah atau tidak mempengaruhi model. Namun variabel tersebut tidak menjadi bagian dari skenario.
Tabel 32. Uji Sensivitas VARIABEL
SKENARIO Persen
Luas Hutan Tetap
Persen Luas Hutan Berdasarkan Fungsi
S TS
S TS
Luas Kawasan Hutan Konservasi √
√ Luas Kawasan Hutan Lindung
√ √
Luas Kawasan Hutan Produksi √
√ ALokasi Luas Hutan untuk HPH
√ √
ALokasi Luas Hutan untuk HTI √
√ ALokasi Luas Hutan untuk Kebun
√ √
Pinjam Pakai HL untuk Tambang √
√ Perambahan HK
√ √
C Stock HK √
√ C Stock HL
√ √
C Stock HP √
√ C Stock HTI
√ √
C Stock HPH √
√ C Stock Kebun
√ √
C Stock Kebun Kopi √
√ Biaya Transaksi
√ √
Income REDD √
√ Keterangan: S= sensitif, TS = tidak sensitif
Dari tabel di atas, terlihat bahwa semua variabel akan sangat sensitif ketika skenario dijalankan. Perubahan skenario sebesar akan berdampak pada setiap
variable. Ini artinya semua variabel tersebut saling berhubungan membentuk suatu sistem yang utuh.
5.5.8. Keterbatasan Model
Terdapat beberapa keterbatasan model yang dibangun dalam menduga kenyataan di lapangan. Adapaun keterbatasan model tersebut adalah sebagai
berikut: a.
Ketersediaan data yang tidak kontinyu pada semua variabel mengakibatkan keterbatasan dalam melaksanakan simulasi berdasarkan tahun yang
sebenarnya. Hal ini mengakibatkan pendugaan dilakukan berdasarkan satuan tahun proyeksi.
b. Model tidak mempertimbangkan prosedur ijin sebagaimana dijelaskan pada
bagian pertama hasil penelitian, namun model hanya menyediakan data proyeksi akibat dijalankan kebijakan.
c. Penentuan REL dianggap sama pada semua periode verifikasi dan validasi
project REDD+, sehingga additionality yang timbul pada akhir periode
tidak menjadi REL untuk project berikutnya. d.
Penggunaan bobot
pada submodel
interaksi aktor
merupakan penyederhanaan dari suatu kompleksitas interaksi sehingga belum mampu
menggambarkan secara detil sesuai dengan keadaan di lapangan.
6. PEMBAHASAN
6.1 Penentuan Kawasan Hutan
Kawasan hutan terbagi atas kawasan hutan tetap dan tidak tetap. Kawasan hutan tetap harus tetap dipertahankan sebagai hutan, meski tutupan kawasan
tersebut tidak didominasi oleh pepohonan atau tumbuhan bervegetasi lainnya. Kawasan hutan tidak tetap dapat dikonversi menjadi lahan pertanian, kebun,
tambang dan permukiman. Pembagian kawasan hutan tetap dan tidak tetap awalnya ditentukan dengan
metode pembobotan sebagaimana diatur dengan peraturan Menteri Pertanian Nomor 837KptsUm111980 tentang Kriteria Dan Tata Cara Penetapan Hutan
Lindung, yang diterbitkan tanggal 24 Nopember 1980. Terdapat 3 tiga parameter utama sebagai variabel pembentuk kawasan hutan yakni kelas lereng, intensitas
hujan dan jenis tanah. Ketiga variabel tersebut sebagai referensi penunjukan kawasan hutan. Tidak ada variabel lain, sehingga ketika terjadi perluasan bidang
usaha non-kehutanan kawasan hutan yang telah ditata harus terkoreksi atau termanfaatkan.
Penetapan fungsi hutan ditentukan berdasarkan hasil perhitungan dengan cara pembobotan 1-5 menurut keadaan lereng berbobot 20, kepekaan
terhadap erosi berbobot 15, dan intensitas hujan berbobot 10. Dikatakan hutan lindung bila total skor lebih besar dari 175, hutan produksi terbatas bila total
skor antara 125-175 dan hutan produksi tetap bila total skor kurang dari 125. Pendekatan karakteristik fisik di lapangan merupakan langkah mudah untuk
menetapkan fungsi suatu kawasan. Namun, langkah ini tidak mengakomodir kepentingan non-fisik yang justru sangat tinggi nilainya ketika kawasan tersebut
dikelola. Pendekatan fisik cenderung mengantisipasi dampak ketika kawasan tersebut dikelola. Dengan semakin tinggi teknologi yang ada, karakteristik fisik
kini menjadi variabel yang lemah dalam menentukan tindakan manajemen. Karakteristik permintaan pasar, tingkat sosial ekonomi masyarakat dan budaya
kerja menjadi karakteristik dengan nilai tinggi dalam menentukan tindakan manajemen.
Tentunya karakteristik non-fisik ini terus mengalami dinamika dan tidak seragam di semua lokasi. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang
Perencanaan Kehutanan, dalam menentukan kriteria penunjukan kawasan hutan masih menggunakan kriteria fisik sebagaimana diatur oleh peraturan sebelumnya.
Padahal, pada era peraturan pemerintah tersebut telah banyak terjadi perubahan fungsi yang tidak dipengaruhi kriteria fisik namun oleh interaksi non-fisik.
Meski dalam penunjukan dan peruntukan kawasan hutan telah disesuaikan dengan rencana pengelolaan kawasan yang diatur dalam RTRW Rencana Tata
Ruang Wilayah, pendekatan fisik menjadi batasan utama. Penentuan kebutuhan lahan untuk pembangunan perlu diprioritaskan karena sesuai dengan arah
pembangunan daerah otonomi. Prioritas ini perlu dibatasi dengan karakteristik fisik lapangan namun tidak berarti bahwa ketika karakteristik lapangan tidak
diijinkan untuk dikelola untuk keperluan produktif, maka prioritas itu menjadi menurun. Eksploitasi pengetahuan masyarakat setempat dalam berinteraksi
dengan lingkungannya perlu ditingkatkan serta perlu adanya penyesuaian pasar terhadap peruntukan lahan yang telah disepakati.
Lima 5 kebutuhan dasar Maslow yakni 1 kebutuhan fisiologis, 2 kebutuhan keamanan dan keselamatan, 3 kebutuhan sosial, 4 kebutuhan
penghargaan dan 5 kebutuhan aktualisasi diri merupakan hal mendasar yang perlu diperhatikan agar penunjukan kawasan hutan tersebut dapat berjalan dengan
baik dan dikelola secara optimal.
6.2 Interaksi Stakeholder Dengan Kawasan Hutan
Pemanfaatan kawasan hutan disadari tidak hanya untuk pembangunan sektor kehutanan namun juga sektor non-kehutanan. Alokasi lahan untuk usaha
pertanian sebagaimana Surat Keputusan bersama Menteri Kehutanan, Menteri Pertanian dan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 364Kpts-II90,
519KptsHK.05090 dan 23 – VIII – 1990 tentang Ketentuan Pelepasan Kawasan Hutan Dan Pemberian Hak Guna Usaha Untuk Pengembangan Usaha Pertanian
sebagai contoh tingginya permintaan lahan hutan untuk usaha-usaha non- kehutanan.