5. HASIL PENELITIAN
5.1 Dinamika Kebijakan Pengelolaan Hutan
Menurut Pasal 2 Peraturan Pemerintah PP Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan, perubahan
peruntukan dan fungsi kawasan hutan dilakukan untuk memenuhi tuntutan dinamika pembangunan nasional serta aspirasi masyarakat dengan tetap
berlandaskan pada optimalisasi distribusi fungsi, manfaat kawasan hutan secara lestari dan berkelanjutan, serta keberadaan kawasan hutan dengan luasan yang
cukup dan sebaran yang proporsional. Ruang lingkup peraturan ini meliputi perubahan peruntukan kawasan antara lain dengan prosedur tukar menukar
kawasan dan pelepasan kawasan dan melalui perubahan fungsi kawasan hutan. Dinamika kebijakan peruntukan dan perubahan fungsi kawasan hutan terjadi
karena peningkatan kebutuhan hasil hutan dan lahan hutan, pertumbuhan ekonomi bangsa dan desakan pengelolaan hutan lestari. Permintaan pasar terhadap produk
non-kehutanan seperti hasil tambang, pertanian dan perkebunan mengakibatkan permintaan lahan terus meningkat sehingga mempengaruhi ekonomi bangsa dan
sekaligus sebagai ancaman keberadaan hutan dan kelestarian potensi hutan. Permintaan dan desakan baik secara internal maupun eksternal merubah
paradigma pengelolaan kawasan hutan yang sekaligus mempengaruhi mental stakeholder
sebagai aktor yang merubah pengelolaan hutan. Mengacu pada uraian di atas, dijelaskan dinamika kebijakan pengelolaan hutan yang dibagi atas 2 dua
tipe waktu yakni waktu lampau yaitu waktu pelaksanaan kebijakan sampai dengan diganti atau dinyatakan tidak berlaku lagi. Tipe waktu kedua yakni waktu kini
yaitu pelaksanaan peraturan pengganti atau peraturan baru pada bidang yang sama.
5.1.1 Ijin pinjam pakai kawasan hutan 5.1.1.1 ijin pinjam pakai kawasan hutan sebelum tahun 2008
Sebelum terbit Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.43Menhut-II2008 tentang ijin pinjam pakai kawasan, peraturan Menteri Kehutanan sebelumnya
yakni P.14Menhut-II2006 yang kemudian diubah dengan P.64Menhut-II2006
tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan. Menurut kedua Peraturan Menteri Kehutanan tersebut bahwa pinjam pakai kawasan hutan adalah
penggunaan atas sebagian kawasan hutan kepada pihak lain untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan tanpa mengubah status, peruntukan dan
fungsi kawasan tersebut. Kawasan hutan yang diatur dengan Peraturan Menteri ini adalah hutan
dengan fungsi lindung dan produksi. Adapun ijin ini diterbitkan untuk kepentingan pembangunan strategis dan kepentingan umum. Ijin ini dapat bersifat
ekonomi maupun tidak yang kemudian dengan perubahan P.46Menhut-II2006 menegaskan bahwa perlu adanya lahan kompensasi atas ijin tersebut.
Ijin pinjam pakai kawasan diberikan kepada kegiatan-kegiatan yang sifatnya strategis dan untuk kepentingan terbatas, seperti penggunaan kawasan hutan untuk
kepentingan religi, pertahanan keamanan, pertambangan, pembangunan ketenagalistrikan dan instalasi teknologi energi terbarukan, pembangunan jaringan
telekomunikasi atau pembangunan jaringan instalasi air. Penggunaan untuk kepentingan umum terbatas adalah penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan
seluruh lapisan masyarakat yang meliputi antara lain jalan umum dan jalan rel kereta api, saluran air bersih dan atau air limbah, pengairan, bak penampungan air,
fasilitas umum, repiter telekomunikasi, stasiun pemancar radio atau stasiun relay televisi. Adapun prosedur ijin ini pinjam pakai kawasan hutan disajikan pada
gambar 4.
Gambar 4. Prosedur ijin pinjam pakai kawasan sebelum tahun 2008 Perencanaan ijin berawal dari persetujuan dan rekomendasi pemerintah
daerah yang didasarkan pertimbangan-pertimbangan teknis dari instansi yang mengurusi kehutanan dan disesuaikan dengan rencana kerja pemerintah daerah
RKPD. Bupati akan menerbitkan rekomendasi bila kawasan yang diinginkan adalah kawasan yang berada di Kabupaten yang sama dan Gubernur akan
menerbitkan rekomendasi atas dasar rekomendasi Bupati dan pertimbangan teknis instansi kehutanan di tingkat provinsi baik itu kawasan berada dalam 1 kabupaten
atau lebih. Besarnya peran yang dimiliki aktor di level pimpinan daerah dalam
pengurusan ijin ini bisa saja selaras dengan ijin lanjutan misalnya dari segi pertambangan. Sesuai dengan UU Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan
Mineral dan Batubara bahwa Gubernur dan atau Bupati berkewenangan untuk mengeluarkan ijin usaha pertambangan. Namun bila evaluasi ijin pinjam pakai
kawasan tidak disetujui oleh Menteri Kehutanan maka apakah dengan sendirinya dapat menghapus IUP yang merupakan kewenangan Gubernur atau Bupati
sebagaimana UU tentang pertambangan tadi. Hal ini justru akan menimbulkan
PEMOHON PEMKAB
PEMPROV MENHUT
Tim kaji
Persetujuan Pelaksanaan
Kegiatan
2 tahun
Lama Izin 5 tahun P.46 2006
Pimpinan Instansi Pemerintah
Direksi perusahaan
Koperasi Permohonan
rekomendasi
rekomendasi
Evaluasi
Hasil penilaian Persetujuan
penolakan
Amdal dan Izin Tambang P.64Menhut-II2006
polemik dan berpotensi konflik lintas sektoral dari sektor kehutanan yang mengatur ijin penggunaan kawasan hutan bila usaha tersebut dalam kawasan dan
ijin pertambangan. Rekomendasi ijin pinjam pakai kawasan dari Bupati dan Gubernur
selanjutnya sebagai syarat kelengkapan permohonan untuk kegiatan pinjam pakai kawasan yang diajukan ke Menteri Kehutanan dengan tembusan pada jajaran
eselon 1 Kemenhut. Setiap eselon 1 baik itu BPK, RLPS, Baplan dan PHKA melakukan analisis yang mengurai tentang kemungkinan-kemungkinan yang akan
timbul ketika ijin tersebut diterbitkan. Kajian ini dilakukan dalam suatu tim terpadu yang dipimpin oleh Direktur Jenderal Badan Planologi. Hasil penilaian
selanjutnya merupakan masukan persetujuan prinsip Menteri Kehutanan atas ijin tersebut. Dari izin prinsip yang ada selanjutnya pemohon harus melakukan tata
batas, survey potensi dan kegiatan lainnya dan kemudian merupakan bahan untuk diterbitkan izin oleh Menteri Kehutanan.
Pemohon ijin pinjam pakai kawasan berkewajiban untuk membayar seluruh kegiatan akibat perijinan dan sekaligus menjamin dan memberikan kemudahan
bagi aparatur untuk melakukan monitoring dan evaluasi baik itu dari Dinas Kehutanan kabupaten, Dinas Kehutanan provinsi maupun dari UPT Kemenhut
dan Inspektorat Jenderal Kehutanan. Biaya yang ditimbulkan sangat tinggi karena pemohon tidak hanya berhenti pada perijinan namun selama kegiatan tersebut
berlangsung, dalam setiap periode 1 tahun dilakukan monitoring oleh aparatur yang berbeda yang mungkin dapat mengunjungi perusahaan tersebut lebih dari 1
kali karena terdapat beberapa instansi yang berbeda dengan kewenangan yang berbeda pula.
Selain itu terdapat beberapa kewajiban lainnya yang memang membutuhkan sumberdaya yang besar. Kewajiban yang timbul adalah membayar nilai tegakan
pengganti dalam bentuk PSDH dan DR, melakukan reklamasi dan rehabilitasi kawasan, menjamin keamanan kawasan dan menjaga kawasan dari kebakaran dan
lain-lain. Tentunya tingginya biaya yang dikeluarkan selama proses perijinan harus dikembalikan ketika ijin itu ada baik dengan menjual hasil tambang
misalnya bila ijin itu untuk pertambangan atau menjual nilai tegakan dalam areal ijin atau melakukan eksploitasi hasil hutan sebesar-besarnya dari kawasan yang
bukan merupakan kawasan ijin. Hal inilah yang merupakan faktor penyebab terjadinya degradasi dan deforestasi hutan ketika ijin pertambangan ada.
Adapun contoh perijinan pertambangan yang telah diterbitkan IUP dari Bupati maupun Gubernur namun belum mendapatkan ijin penggunaan kawasan
dari Menteri Kehutanan adalah sebagaimana disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Rekapitulasi IUP di Provinsi Jambi
NO. KABUPATEN
KP. PU KP.
EKSPLORASI KP.
EKSPLOITASI TOTAL
JUMLAH LUAS
Ha JML
KP LUAS
Ha JML.
KP LUAS
Ha JML.
KP 1
Batanghari 5.000
1 161.933
96 1.741
4 101
2 Muara Jambi
54.100 29
13.470 9
38 3
Tanjung Jabung Barat
4.486 4
1.927 4
8 4
Tebo 10.000
2 97.532
39 1.761
5 46
5 Bungo
6595 28
28 6
Sarolangun 170.562
54 20.935
14 68
7 Merangin
15.854 5
59.233 13
256 2
20 8
Kerinci 4.982
1 1
Jumlah 35.836
9 645.326
236 40.090
66 311
Sumber: Dinas Pertambangan, Energi dan Sumberdaya Mineral Provinsi Jambi 2010
Berdasarkan statistik Semester II Tahun 2009 Dinas Kehutanan Provinsi Jambi, luas wilayah pertambangan yang telah diajukan dan mendapatkan ijin
Bupati atau Gubernur Jambi adalah seluas 97.047 hektar dengan jumlah pemegang ijin 18 unit usaha. Berdasarkan delineasi kedudukannya terhadap tata
guna hutan kesepakatan, usaha pertambangan dalam kawasan mencapai 43.978,5 hektar atau mencapai 45 dari luas areal usaha dan yang terdapat di luar kawasan
hutan mencapai 47.187,75 hektar atau mencapai 49 dari luas areal usaha. Dari 18 unit usaha pemegang izin pertambangan, terdapat 1 pemegang izin pinjam
pakai kawasan yang telah diterbitkan oleh Kemenhut yakni PT. Wahana Alam Lestari yang mengeksplorasi batubara di kabupaten Tebo dengan luas areal
mencapai 5.243 hektar antara lain di dalam kawasan terdapat 3.106 hektar dan di luar kawasan mencapai 2.136,75 hektar.