Perubahan LahanPenggunaan Lahan di Kota

Perubahan penggunan lahan di suatu wilayah merupakan pencerminan upaya manusia memanfaatkan dan mengelola sumberdaya lahan. Perubahan penggunaan lahan tersebut akan berdampak terhadap manusia dan kondisi lingkungannya. Menurut Suratmo 1982 dampak suatu kegiatan pembangunan dibagi menjadi dampak fisik-kimia seperti dampak terhadap tanah, iklim mikro, pencemaran, dampak terhadap vegetasi, dampak terhadap kesehatan lingkungan dan dampak terhadap sosial ekonomi yang meliputi ciri pemukiman, penduduk, pola lapangan kerja dan pola pemanfaatan sumberdaya alam yang ada. Pesatnya pembangunan menyebabkan bertambahnya kebutuhan hidup, termasuk kebutuhan akan sumberdaya lahan. Kebutuhan lahan di kawasan perkotaan semakin meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk dan kegiatan sosial ekonomi yang menyertainya. Peningkatan kebutuhan lahan ini merupakan implikasi dari semakin beragamnya fungsi di kawasan perkotaan seperti pemerintahan, perdagangan dan jasa serta industri yang disebabkan oleh keunggulannya dalam hal ketersediaan fasilitas dan kemudahan aksesibilitas sehingga mampu menarik berbagai kegiatan untuk beraglomerasi. Perkembangan kota diikuti dengan perubahan penggunaan lahan di perkotaan. Dari area hijau yang alami menjadi area terbangun. Perubahan Penggunaan lahan berimplikasi pada kondisi ekologis biodiversiti dan sumber daya alami. Perkembangan kota juga didorong faktor ekonomi yang menuntut pemanfaatan secara maksimal sumber daya yang dimiliki. Berkaitan dengan karakteristik lahan yang terbatas, dinamika perkembangan kegiatan di kawasan perkotaan ini menimbulkan persaingan antar penggunaan lahan yang mengarah pada terjadinya perubahan penggunaan lahan dengan intensitas yang semakin tinggi. Akibat yang ditimbulkan oleh perkembangan kota adalah adanya kecenderungan pergeseran fungsi- fungsi kota ke daerah pinggiran kota urban fringe yang disebut dengan proses perembetan kenampakan fisik kekotaan ke arah luar urban sprawl. Perubahan penggunaan lahan dan perkembangan kota dapat diamati secara spasial dan temporal. Pengamatan ini untuk mempelajari hubungan antara aktifitas manusia dan perubahan penggunaan lahan dengan pola ekologis. Dengan mengetahui pola ini diharapkan dapat menjaga biodiversiti dan suberdaya alam serta menciptakan kota yang sustainable.

2.2 Deteksi Perubahan LahanPenggunaan Lahan

Deteksi perubahan adalah sebuah proses untuk mengidentifikasi perbedaan keberadaan suatu obyek atau fenomena yang diamati pada waktu yang berbeda. Kegiatan ini perlu mendapat perhatian khusus dari sisi waktu maupun keakurasian. Mengetahui perubahan menjadi penting dalam hal mengetahui hubungan dan interaksi antara manusia dan fenomena alam sehingga dapat dibuat kebijakan penggunaan lahan yang tepat. Klasifikasi penutup lahanpenggunaan lahan adalah upaya pengelompokan berbagai jenis penutup lahanpenggunaan lahan ke dalam suatu kesamaan sesuai dengan system tertentu. K lasifikasi penutup lahanpenggunaan lahan digunakan sebagai pedoman atau acuan dalam proses interpretasi citra penginderaan jauh untuk tujuan pemetaan penutup lahanpenggunaan lahan. Pendekatan aplikasi GIS terdahulu untuk deteksi perubahan yang difokuskan pada daerah urban. Ini mungkin karena metoda deteksi perubahan tradisional sering menghasilkan deteksi perubahan yang tidak betul karena kompleksitas landscape urban dan model tradisional tidak bisa digunakan secara efektif menganalisa data multi-sumber. Sehingga, kekuatan fungsi GIS memberikan alat yang menyenangkan untuk pengolahan data multi-sumber dan efektif dalam menangani analisa deteksi perubahan yang menggunakan data multi-sumber. Banyak penelitian difokuskan pada integrasi GIS dan teknik penginderaan jauh yang diperlukan untuk analisis deteksi perubahan yang lebih akurat Sitorus et al, 2006.

2.3 Hidrologi

Air merupakan sumber kehidupan bagi setiap mahluk yang jumlahnya sangat terbatas baik dalam skala waktu maupun ruang sehingga perlu dijaga keberadaan air tersebut baik kuantitas maupun kualitasnya. Potensi Air permukaan yang dimiliki oleh Indonesia diperkirakan sebesar 1.789.000 juta m 3 tahun yang berasal dari seluruh pulau-pulau di Indonesia seperti Papua sekitar 401.000 juta m 3 tahun, Kalimantan 557.000 juta m 3 tahun, dan Jawa 118.000 juta m 3 tahun DirJen Pengairan, 1995 dalam Sjarief, 2002. Disamping air permukaan, Indonesia juga memiliki potensi air tanah sebesar 47.000 juta m 3 tahun yang berasal dari 224 buah cekungan air tanah Sjarief, 2002.

2.3.1 Siklus Hidrologi

Siklus hidrologi merupakan salah satu aspek penting yang diperlukan pada proses hidrologi. Siklus hidrologi adalah air yang menguap ke udara dari permukaan tanah dan laut, berubah menjadi awan sesudah melalui beberapa proses dan kemudian jatuh sebagai hujan atau salju ke permukaan laut atau daratan. Sedangkan siklus hidrologi menurut Sjarief dan Kodoatie 2008 adalah gerakan air ke udara, yang kemudian jatuh ke permukaan tanah lagi sebagai hujan atau bentuk presipitasi lain, dan akhirnya mengalir kembali ke laut. Dalam siklus hidrologi ini terdapat beberapa proses yang saling terkait, yaitu antara proses hujan presipitation, penguapan evaporation, transpirasi, infiltrasi, perkolasi, aliran limpasan runoff, dan aliran bawah tanah. Secara sederhana siklus hidrologi dapat ditunjukan seperti pada Gambar 1.