Landasan Undang-Undang No.41 Tahun 1999

melibatkan peran aktif masyarakat dan partsipasi dalam pengelolaan hutan yang lestari. Program PHBM di kawasan Tahura WAR perlu memperhatikan dan mempunyai prinsip-prinsip seperti pendekatan kelompok, keserasian, kepemimpinan darimereka sendiri, pendekatan kemitraan, swadaya, belajar sambil bekerja, pendekatan keluarga, dan dari masyarakat untuk masyarakat. Program PHBM dapat berjalan dan sesuai dengan arahnya dikarenakan tahapan dalam pengelolaan kawasan Tahura WAR berjalan dengan baik dan bijak. Tahapan dalam program PHBM terdiri dari prakondisi sosial, prakondisi fisik, kegiatan fisik di lapangan, pengawasan, dan evaluasi. Dimana dalam setiap tahapan program PHBM sudah mempunyai fungsi yang jelas dalam melaksanakan pengelolaan hutan secara lestari dan bijak. Keberhasilan program PHBM membutuhkan peran dari pemerintah dan masyarakat, karena keduanya saling berkolaborasi untuk menjalankan fungsi dan peranannya masing-masing. Fungsi pemerintah sebagai kontrol untuk tetap menjaga kondisi Tahura WAR agar hutan memiliki fungsi ekologi melalui program PHBM. Peranan masyarakat memanfaatkan dan mengakses hutan secara ekologis dengan menanan tanaman MPTSbertajuk tinggi, tetapi bernilai ekonomis serta menjaga fungsi hutan agar ketersedian air yang berkelanjutan. Keberadaan program PHBM memberikan manfaat dan kendala bagi masing-masing pihak. Salah satu manfaat yang dirasakan oleh kedua pihak yaitu kembalinya fungsi hutan secara optimal serta berkurangya kerusakan hutan dan terjalinnya hubungan komunikasi yang baik antar pihak. Selain itu, terdapat juga beberapa kendala dalam program PHBM, seperti kurangnya sosialisasi tentang PHBM yang dilakukan pemerintah kepada masyarakat, terdapatnya provokasi dari segelintir oknum masyarakat yang mengatakan bahwa program PHBM tidak memberikan keuntungan yang ada hanya merugikan masyarakat, dan keterbatasan daya tampung hasil panen dalam permasaran. Pengelolaan sumberdaya hutan secara manajemen kolaboratif merupakan suatu langkah perubahan status Tahura WAR yang sebelumnya berstatus hutan lindung menjadi taman hutan raya. Manajemen kolaboratif melalui program PHBM diinisatif oleh pemerintah agar hutannya lestari secara ekologis tetapi masyarakatnya sejahtera secara ekonomis. Hadirnya program PHBM memberikan solusi bagi permasalahan kerusakan hutan di Tahura WAR. Di sisi lain pemerintah dan masyarakat mendapatkan keuntungan, dimana masyarakat mendapatkan akses untuk bisa menggarap di dalam Tahura WAR dan manfaat ekonomi sebagai sumber penghidupan, sedangkan pemerintah mendapatkan kondisi hutan kembali secara optimal dan ekologis serta berkuranganya kerusakan hutan akibat perambahan liar.

BAB VI AKSES MASYARAKAT DALAM PROGRAM PENGELOLAAN

HUTAN BERSAMA MASYARAKAT PHBM Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 403Kpts-II1993, Kawasan Hutan Gunung Betung Register 19 seluas sekitar 22249.31 ha ditetapkan sebagai Taman Hutan Raya Tahura Wan Abdul Rachman. Pengubahan status dari hutan lindung menjadi Taman Hutan Raya dimaksudkan untuk memperluas fungsi kawasan.Tahura WAR selain sebagi fungsi hutan lindung, juga dapat berfungsi sebagai sarana pelestraian sumberdaya hayati, penelitian dan pendidikan, serta penunjang budidaya dan pariwisata. Berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya dalam pasal 37 ayat 1 disebutkan bahwa peran serta masyarakat dalam konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya diarahkan dan digerakan oleh pemerintah melalui berbagai kegiatan yang berdaya guna dan berhasil guna. Lebih lanjut Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menyebutkan bahwa pengelelolaan kawasan konservasi Kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam, dan Taman Buru diarahkan kepada pemanfaatan yang bersifat multi-fungsi dengan memperhatikan aspek ekologis, ekonomi, sosial, dan budaya serta dengan melibatkan masyarakat dan mengutamakan kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan konservasi. Bab ini membahas status pengusaan lahan masyarakat yang terdiri atas pola kepemilikan lahan, pola pengusaan lahan, dan pola pemanfaatan lahan yang dilakukan oleh masyarakat desa di sekitar kawasan Tahura WAR. Sejarah akses masyarakat desa sekitar hutan terhadap kegiatan PHBM di kawasan hutan Tahura Wan Abdul Rachman WAR.Bentuk keterlibatan masyarakat pada kegiatan PHBM dalam tahapan perenacanaan, pembinaan dan pelatihan, pembentukan kelembagaan, pelaksanaan pengembangan kawasan hutan, pendampingan, dan evaluasikegiatan PHBM. Selain itu, kebijakan-kebijakan dalam program PHBM dari pihak masyarakat dan dari pihak pemerintah yaitu UPTD Tahura WAR.Program PHBM di kawasan Tahura WAR memberikan manfaat dan permasalahan bagi masyarakat maupun dari pihak UPTD Tahura WAR.

6.1 Struktur Agraria di Desa Bogorejo

Struktur agraria terdiri dari tiga jenis pola penguasaan atas tanah yaitu pola kepemilikan lahan, pola penguasaan lahan, dan pola pemanfaatan lahan. Pola kepemilikan lahan adalah pola penguasaan atas tanah yang paling tinggi tingkatannya karena telah memiliki pengukuhan yang sah yaitu hak milik yang bisa ditandai dengan adanya sertifikat tanah. Kata “pemilikan” menunjuk kepada penguasaan formal, kepemilikan lahan terdiri dari dua cara yaitu kepemilikan tanah dari proses waris dan kepemilikan tanah dari proses jual beli. Kepemilikan tanah dari proses waris terjadi ketika sebuah tanah diwariskan dari seseorang kepada orang lain dengan mengalihkan nama atas kepemilikan tanah tersebut. Biasanya dilakukan oleh orang tua kepada anaknya. Ketika orang tua meninggal dunia, mereka mewariskan tanah tersebut kepada anaknya yang memiliki hak waris.