Tahapan prakondisi fisik dalam program PHBM meliputi orientasipemilihan lokasi calon tanaman,pengukuran rancangan, dan penyusunan rancangan,
termasuk di dalamnya mencakup rencana kegiatan-kegaiatan fiski di lapangan. Tahapan kegiatan fisik di lapangan yaitu kegiatan pembuatan tanaman dengan
pengembangan jenis yang diharapkan masyarakat akan membuahkan hasil yang baik pada masyarakat dan lingkungan. Pengembangan pengusahaan hutan yaitu
dengan peningkatan penguasahaan hutan, khususnya bagi produk-produk non kayu dapat menigkatkan pendapatan masyarakat penggarap tanpa harus
merusakmenebang tegakan hutan. Pendapatan yang diperoleh masyarakat dari program PHBM adalah hasil panen garapan tanaman seperti kemiri, karet, petai
dan durian. Tahapan pengawasan dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pengelolaan hutan bersama masyarakat di kawasan Tahura WAR. Tahapan
evaluasi yaitu melihat hasil penilaian selanjtnya dan menjadi bahan perbaikan terhadap pengelolaan hutan bersama masyarakat di kawasan Tahura WAR pada
masa datang.
5.3 Organisasi Kerjasama dalam PHBM
Secara struktural, organisasi kerjasama dalam PHBM membutuhkan fungsi dan peran dari masyarakat. Keberadaan masyarakat di sekitar Tahura WAR bukan
hanya sebagai objek, tetapi sebagai subjek. Keterlibatan masyarakat dalam menjalankan fungsi dan perannya mampu membawa dampak positif dalam
menjaga fungsi hutan sebagai fungsi ekologis, ekonomis, dan sosial. Masyarakat adalah subjek dalam program PHBM, sehingga dalam struktur organisasi
kerjasama tersebut perlu pelibatan masyarakat sebagai kontrol atas sumberdaya hutan.
Keberhasilan program PHBM membutuhkan peran dari pemerintah dan masyarakat. Keduanya saling berkolaborasi untuk menjalankan fungsi dan
perannya masing-masing. Pemerintah menjalankan fungsinya sebagai kontrol untuk tetap menjaga kondisi Tahura WAR agar hutan memiliki fungsi ekologi,
ekonomi, dan sosial. Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah agar hutan tetap berguna sebagaimana fungsinya adalah dengan menerapkan program
PHBM. Program PHBM tersebut dimaksudkan untuk membujuk masyarakat yang tinggal di dalam hutan agar mereka tidak lagi tinggal di dalam hutan, tetapi
mereka diberikan akses untuk memanfaatkan hutan dalam memenuhi kebutuhan ekonominya. Pendekatan persuasif secara intensif untuk membangun mitra
dengan masyarakat dalam melancarkan program PHBM. Pola kemitraan melalui program PHBM merupakan suatu upaya penyadaran terhadap masyarakat dalam
memanfaatkan hutan secara ekonomis tanpa harus mengganggu fungsi ekologis hutan.
Pemerintah mempunyai wewenang dalam tata aturan PHBM yang melibatkan masyarakat didalamnya. Fungsi masyarakat dalam menjaga hutan melalui
program PHBM adalah sebagai kontrol atas akses dan pemanfaatan sumberdaya alam. Keterlibatan masyarakat dalam struktur organisasi kerjasama PHBM
mampu menumbuhkan rasa memiliki dan menjaga hutan tetap lestari. Fungsi tersebut, tentunya membutuhkan pendampingan dan pendekatan secara persuasif
secara intens dari pemerintah.
Peranan masyarakat yang diharapkan oleh pemerintah adalah diberikan akses untuk memanfaatkan hutan dengan menanam jenis tanaman MPTSbertajuk tinggi
yang bernilai ekonomis seperti karet, durian, kemiri, dan petai. Jenis tanaman tersebut, disamping menghasilkan nilai ekonomis bagi masyarakat juga
mempunyai fungsi ekologis hutan dalam menjaga ketersediaan air yang berkelanjutan. Sumber air dari Tahura WAR mampu memenuhi kebutuhan hidup
bagi masyarakat di sekitar hutan dan Kota Bandar Lampung.
Keterlibatan pemerintah dan masyarakat dalam PHBM memberikan manfaat bagi masing-masing pihak. Manfaat tersebut bagi pemerintah, yaitu
kemembalinya fungsi hutan secara optimal dan berkurangnya kerusakan hutan. Manfaat bagi masyarakat, yaitu mendapatkan akses untuk menggarap lahan dan
dilibatkan dalam pengelolaan di kawasan Tahura WAR serta masyarakat mendapatkan keuntungan ekonomi dan mendapatkan sumber mata pencaharian.
Selain itu, menjalin hubungan komunikasi yang baik agar tidak terjadi kembali konflik antara pihak pemerintah dan masyarakat sekitar hutan.
Pemerintah dan masyarakat mepunyai peranan besar dalam PHBM, namun masih terdapat beberapa kendala dalam pelaksanaan di lapangan. Kendala
tersebut, yaitu kurangnya sosialisasi tentang PHBM yang dilakukan pemerintah kepada masyarakat, sehingga banyak masyarakat yang tidak terlibat dalam
program. Selain itu, terdapat provokasi dari segelintir oknum masyarakat yang mengatakan bahwa program PHBM tidak menguntungkan dan merugikan karena
mereka tidak dapat mengakses hutan. Keberlanjutan program tersebut juga mengalami kendala dalam pemasaran, karena keterbatasan daya tampung
penjualan hasil hutan dari masyarakat. Dampak jangka panjang, jika kendala- kendala tersebut tidak ditanggulangi secara serius, maka kerusakan hutan semakin
besar. Hal ini disebabkan masyarakat akan menebang tanaman MPTS mereka dan digantikan dengan jenis tanaman lain yang lebih menguntungkan.
5.4 Perubahan Rezim Pengelolaan Sumberdaya Hutan
Status Tahura WAR sebelum tahun 1994 adalah hutan lindung, dimana status tersebut bertujuan untuk tetap menjaga habitat flora dan fauna yang hidup di
dalam hutan secara lestari. Selain itu, status hutan lindung berfungsi untuk mencegah terjadinya kerusakan hutan, erosi, bencana banjir dan sebagai daya
resapan air untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat di sekitar kawasan hutan. Hal ini menyebabkan pengelolaan Tahura WAR pada saat itu menjadi
milik negara state property. Pengelolaan hutan melalui state property berarti hak pemanfaatan sumberdaya alam secara eksklusif dimiliki oleh pemerintah dan
pemerintah yang memutuskan tentang akses serta tingkat dan sifat eksploitasi sumberdaya alam.
Pengelolaan hutan dengan cara state property akan menimbulkan transaction cost
yang tinggi, ketidaksesuaian antara aturan dengan kondisi lapang, lambat dalam merespon kejadian permasalahan di lapang, keterlambatan pelaksanaan
aturan, kesulitan penegakan hukum, dan masalah koordinasi serta konflik kewenangan. Di sisi lain pengelolaan hutan dengan cara state property berdampak
terjadinya akses terbuka open access, sehingga menyebabkan tragedy of the commons
. Peristiwa tersebut adalah ketika sumberdaya alam yang terbatas jumlahnya dimanfaatkan semua orang, setiap individu mempunyai rasionalitas
untuk memanfaatkan secara intensif, dan berakibat kelimpahan sumberdaya alam menurun serta semua pihak merugi. Hal ini terjadi di Tahura WAR pada saat
berstatus hutan lindung, dimana hutan yang seharusnya tidak boleh dimanfaatkan
hasilnya akan tetapi dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar hutan dengan perambahan liar untuk kebutuhan ekonomi.
Permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan hutan Tahura pada saat berstatus hutan lindung adalah makin banyaknya perambahan dan pemukiman
masyarakat di dalam hutan. Secara hukum hutan lindung tidak boleh diakes dan di manfaatkan oleh masyarakat di sekitar hutan, karena hanya pemerintah yang
berhak mengelola hutan. Peristiwa yang terjadi di lapangan adalah dimana banyak sekali pemukiman masyarakat di dalam Tahura WAR dikarenakan keterdesakan
ekonomi yang tidak tercukupi. Hal ini mengakibatkan banyak pohon yang ditebang dan digantikan dengan tanaman musiman tanaman pangan sebagai
pemenuhan kebutuhan ekonomi. Di sisi lain fungsi ekologi di Tahura WAR menjadi rusak, dimana hutan yang sudah rindang dan asri menjadi gundul dan
tidak terawat dengan baik.
Masyarakat yang bermukim dan merambah tidak mau dibujuk oleh pemerintah untuk keluar dari dalam hutan. Masyarakat tetap di dalam hutan
karena mereka sudah merasa lebih nyaman dengan kondisi seperti itu, tetapi secara hukum masyarakat tidak boleh mengakses dan memanfaatkan hutan.
Pemerintah dan masyarakat tetap akan pendiriannya masing-masing terhadap kepentingan yang dimiliki. Pemerintah tetap mempunyai kepentingan agar hutan
tetap terjaga fungsinya secara optimal dan ekologis. Sedangkan, masyarakat tetap mempunyai kepentingan untuk bisa mengakses dan memanfaatkan hutan sebagai
sumber nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup. Hal ini menyebabkan terjadinya konflik antara masyarakat dengan pemerintah, sehingga penyelesaian
kerusakan hutan terjadi jalan buntu karena tidak terjalinnya komunikasi dengan baik.
Salah satu cara penyelesaiaan konflik pengelolaan sumberdaya hutan yaitu dengan manajemen kolaborasi, suatu cara untuk menunjukkan kombinasi derajat
intensitas keterlibatan antara pemerintah dan masyarakat. Manajemen kolaboratif sebagai bentuk manjemen yang mengakomodasikan kepentingan-kepentingan
seluruh stakeholder secara adil dan memandang harkat setiap stakeholder itu sebagai ensitas yang sederajat sesuai dengaan tata nilai yang berlaku, dalam
rangka
mencapai tujuan
bersama. Pihak-pihak
yang terlibat
saling mempertukarkan informasi, dana, dan tenaga untuk mencapai tujuan yang
diterima oleh semua pihak. Pemerintah melalui Kehutanan Provinsi Lampung melakukan inisiatif dengan
mengubah status hutan Tahura WAR yang berstatus hutan lindung menjadi status taman hutan raya. Inisiatif tersebut dilakukan pada tahun 1996 melalui program
PHBM Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat. Program PHBM tersebut bertujuan hutanya lestari secara ekologis tetapi masyarakatnya sejahtera secara
ekonomis. Masyarakat dirayu dan dibujuk untuk keluar dari hutan melalui program PHBM dengan diberikan akses untuk bisa memanfaatkan di dalam
Tahura WAR. Program PHBM merupakan suatu kemitraan dengan melibatkan masyarakat secara partisipatif dalam menjaga dan mengelola hutan secara lestari.
Masyarakat yang ikut terlibat program PHBM dibina oleh pihak pemerintah dari mulai mensosialisasikan tata aturan hukum tentang memanfaatkan hutan,
perencanaan, penentuan tanaman yang boleh ditanam yaitu tanamn MPTS, pelaksanaan, pembentukan kelembagaan, pengawasan, dan evaluasi.
Masyarakat yang bisa mengakses ke dalam Tahura WAR melalui program PHBM di data dan mengikuti peraturan yang berlaku. Selanjutnya dilakukan
pembinaan dengan pembentukan kelompok tani agar mudah di data siapa saja yang memperoleh akses ke dalam hutan, kemudian mendapatkan informasi
tentang program PHBM lebih lanjut serta sebagai wadah untuk menyelesaikan suatu permasalahan dalam memanfaatkan hutan. Hadirnya program PHBM
merupakan suatu cara untuk mencegah dan meredam konflik antara pihak pemerintah dengan masyarakat. Selain itu, bisa memperbaiki jalinan komunikasi
dengan baik dan membangun kerjasama antar pihak.
Perubahan status sumberdaya hutan dari state property menjadi manajemen kolaboratif melalui program PHBM memberikan solusi bagi permasalahan
kerusakan hutan di Tahura WAR. Manfaat yang muncul dengan adanya program PHBM adalah masyarakat mendapatkan izin secara sah untuk bisa mengakses dan
memanfaatkan sumberdaya hutan di Tahura WAR tanpa harus berkonflik lagi dengan pemerintah. Masyarakat mendapatkan manfaat ekonomi berupa sumber
nafkah dari mengelola dan memanfaatkan tanaman MPTS di dalam Tahura WAR, dimana masyarakat memperoleh hasil panen seluruhnya untuk mereka jual
sebagai pemenuh kebutuhan hidup. Manfaat yang didapatkan oleh pihak pemerintah adalah fungsi hutan kembali seperti semula sebagai hidrologi dan
klimatologi secara ekologis. Selanjutnya manfaat lain yang diperoleh adalah sebagai daerah resapan air untuk mencegah terjadinya banjir dan tanah longsor.
Kemudian, munculnya sumber mata air baru yang berguna sebagai pasokan air bagi masyarakat di sekitar hutan untuk kebutuhan hidup sehari-hari.
Permasalahan yang muncul dalam program PHBM adalah terhambatnya dalam merayu dan membujuk masyarakat agar tidak lagi merambah hutan secara
liar serta keluar dari dalam hutan. Hambatan yang terjadi adanya segelinitr oknum yang memprovokasi masyarakat untuk tidak mempedulikan program PHBM yang
dibuat oleh pemerintah. Hal ini menyebabkan sebagian masyarakat yang menolak program tersebut. Seiring berjalannya program PHBM dari waktu-waktu
masyarakat yang terprovokasi akhirnya mulai sadar dan ikut terlibat dalam program PHBM, karena masyarakat yang telah ikut sebelumnya telah
memperoleh hasil dan manfaat ekonomi lebih baik daripada sebelum mengikuti program PHBM.
Penyelesaian masalah konflik dan kerusakan hutan dengan manajemen kolaborasi melalui program PHBM telah memberikan dampak positif terhadap
hubungan kerjasama antara pemerintah dan masayarakat. Di sisi lain manfaat yang diperoleh masyarakat dan pemerintah lebih banyak menguntungkan daripada
merugikan. Pemerintah dan masyarakat sudah bisa bekerjasama dalam menjaga dan mencegah kerusakan hutan kembali serta sudah dapat menyelesaikan suatu
permasalahan yang terjadi dengan bijak dan tepat.
5.5 Ikhtisar
Program PHBM di Tahura WAR berlandaskan terhadap tiga hukum yang berlaku yaitu Undang-Undang No.5 Tahun 1990 tentang konservasi sumberdaya
alam hayati dan ekosistemnya, kemudian Undang-Undang No.41 Tahun 1991 tentang kehutanan, dan peraturan pemerintah PP No.28 Tahun 2011 tentang
pengelolaan kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam. Ketiga hukum tersebut menjadi pelaksanaanya program PHBM di Tahura WAR dengan