Hipotesis Penelitian Struktur Agraria
Tingginya tingkat kepadatan agraris akan menimbulkan dampak negatif terhadap kawasan Tahura WAR. Semakin tinggi tingkat kepadatan agraris berarti
untuk satuan luas lahan pertanian yang relatif sama jumlah warga dengan latar belakang agraris atau “terpaksa bertani” yang harus menjadi beban semakin
banyak sehingga ketersesiaan lahan pertanian, baik untuk tanaman semusim maupun tahunan semakin sempit. Sempitnya lahan pertanian, masyarakat
cenderung melakukan ekspansi dengan mencari lahan yang dianggap kosong dan tidak bertuan, salah satunya adalah kawasan hutan Tahura WAR. Akibatnya
kawasan Tahura WAR menjadi sasaran perambahan yang selanjutnya menimbulkan berbagai permasalahan sosial seperti klaim kawasan hutan oleh
masyarakat.
Mata pencaharian dan tingkat pendidikan di sekitar kawasan hutan Tahura WAR tersaji pada Tabel 2 dan Tabel 3, sebagai berikut :
Tabel 2 Persentase mata pencaharian masyarakat di sekitar Tahura WAR Mata Pencaharian
persentase Petani dan buruh tani
90.15 Pedagang
4.98 Aparatur Negara
1.64 Lain-lain
3.23 Sumber: Data Sekunder UPTD Tahura WAR
Tabel 3 Persentase tingkat pendidikan masyarakat di sekitar Hutan Tahura WAR Tingkat Pendidikan
persentase Tidak Sekolah
4.10 Sekolah Dasar Tidak Tamat
29.92 Sekolah Dasar Tamat
49.59 SLTP
9.82 SLTA
4.10 Perguruan Tinggi
2.47 Sumber: Data Sekunder UPTD Tahura WAR
Berdasarkan Tabel 2 dan Tabel 3, terlihat bahwa masyarakat yang ada di sekitar hutan Tahura WAR yang produktif bekerja kurang lebih sebanyak 90.15
persen bekerja sebagai petani dan buruh tani. Hal ini diduga ada kaitannya dengan tingkat pendidikan masyarakat yang mengenyam SLTA atau Perguruan
Tinggi hanya 6.57 persen. Selain itu, lingkungan biofisik yang ada di sekitar masyarakat didominasi oleh hutan, maka interaksi masyarakat terhadap hutan
relatif tinggi. Disamping pekerjaan pokoknya sebagai petani atau buruh tani, sebagian masyarakat juga melakukan pekerjaan yang berhubungan dengan hutan,
diantaranya pemanfaatan lahan di dalam kawasan Tahura WAR tanaman karet, durian, kemiri, coklat kopi, petai, dammar dan pengambilan rumput untuk pakan
ternak serta kegiatan lain yang terkait dengan pengelolaan hutan. Laju pertumbuhan penduduk ± 0.58 persen per tahun memberikan tekanan yang cukup
besar terhadap hutan. lahan pertanian berupa sawah dan tegalan yang ada di sekitar wilayah kerja Tahura WAR luasnya sangat terbatas, maka lahan hutan
menjadi tempat garapan mata pencaharian guna mencukupi kebutuhan ekonomi. Interaksi negatif sering muncul, yang pada akhir-akhir ini sangat dirasakan
dampaknya dan merupakan ancaman terhadap keberadaan kawasan hutan yaitu perambahan hutan dan kerusakan vegetasi di kawasan hutan. Salah satu solusi
yang dikembangkan oleh Dinas Kehutanan Provinsi Lampung dari UPTD Tahura WAR adalah pengelolaan hutan melalui pola kemitraan untuk mengembalikan
fungsi hutan kebentuk semula dan menjaga hutan secara ekologis tetapi memperhatikan sisi ekonomi dari hasil tanaman yang ditanam di dalam kawasan
Tahura WAR Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat = PHBM.