Sejarah Akses Masyarakat di dalam Kawasan PHBM

Berdasarkan Tabel 15 dapat diketahui bahwa manfaat yang diperoleh dari program PHBM di kawasan Tahura WAR adalah kembalinya fungsi hutan secara optimal, berkurangnya kerusakan hutan, dan meningkatnya daya dukung lahan sebagai catchment area. Program PHBM yang dilakukan oleh pihak UPTD Tahura WAR kepada masyarakat di sekitar Tahura membuat terlaksananya kegiatan pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan yaitu meningkatnya partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan, pelaksanaan, sampai monitoring dan evaluasi dalam program PHBM. Program PHBM dapat memberdayakan masyarakat karena masyarakat diajak partisipatif dalam menanam tanaman MPTS Multi Purpose Tree Species untuk mengembalikan fungsi hutan secara optimal dan merehabilitasi hutan yang rusak. Masyarakat menanam tanaman MPTS di dalam kawasan hutan, agar kawasan hutan menjadi ekologi serta masyarakat mendapatkan hasil ekonomi dari tanaman MPTS yang ditanam. Tanaman MPTS yang ditanam masyarakat memberikan manfaat terhadap penghijauan di kawasan hutan, selain itu sebagai pengendali banjir serta sebagai sumber mata air bagi masyarakat di sekitar kawasan Tahura. Program PHBM menjalin hubungan yang baik antar pihak UPTD Tahura WAR dengan masyarakat sekitar kawasan Tahura WAR dan mencegah terjadinya konflik Petani penggarap di kawasan Tahura sudah mulai merasakan manfaat yang diperoleh dari program PHBM. Manfaat yang diperoleh adalah hasil panen dari tanaman MPTS yang digarap oleh masyarakat yaitu berupa getah karet, biji kemiri, petai, dan buah durian. Hasil panen yang mereka peroleh dijual ke pasar, tengkulak, atau untuk dikonsumsi secara pribadi kecuali getah karet. Penjualan hasil panen yang masyarakat peroleh digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan sebagai tabungan untuk keperluan lainnya. Salah satu permasalahan dalam program PHBM bagi pihak petani yang menggarap PHBM dan pihak UPTD Tahura WAR terjadi di Desa Bogorejo, Kecamatan Gedong Tataan, Kabupaten Pesawaran. Permasalahan yang terjadi yaitu dimana pihak UPTD Tahura WAR cemas dan khawatir hutan yang sudah tingi dan rindang dari program PHBM akan kembali rusak. Akibat dari permasalahan daya tampung hasil produksi getah karat serta kurangnya pemasaran terhadap hasil panen getah karet. Otomatis membuat masyarakat akan mengganti dan menebang tanaman karet, kemudian mencari tanaman yang lebih menguntungkan dari tanaman karet, jika daya tampung hasil produksi getah karet dan pemasaran tidak ditambah lagi. Akhirnya hutan di Tahura WAR akan dirusak oleh masyarakat kemudian pohon yang tinggi dan rindang serta fungsi hutan secara ekologi akan hilang. Kecemasan bagi masyarakat di Desa Bogorejo adalah akan rendahnya harga getah karet serta adanya monopoli perdagangan dalam pemasaran getah karet, kemudian tidak akan memberikan keuntungan bagi petani penggarap di kawasan Tahura. Dampaknya masyarakat merasa dirugikan apabila tidak ditambahnya daya tampung dan pemasaran getah karet dan secara otomatis akan menebang dan mencari komoditas hasil produksi baru yang lebih menguntungkan. Hal ini akan merusak kembali kawasan Tahura yang sudah lestari dari program PHBM. Paling penting fungsi hutan secara ekologis akan kembali rusak serta menurunnya daya dukung hutan sebagai catchment area, sehingga keadaan hutan akan kembali seperti dahulu kala. Seperti yang disampaikan oleh seorang responden berikut ini: “Permasalahan yang paling berbahaya adalah terjadinya kerusakan hutan kembali oleh masyarakat yang menggarap di kawasan Tahura, apabila hasil produksi komoditi tanaman karet dari kawasan ataupun dari luar kawasan tidak tertampung lagi oleh PTPN atau perusahaan swasta.Sehingga harga karet turun drastis dari harga pasaran yang ada.Secara otomatis membuat petani menjadi rugi serta hutan tidak memberikan keuntungan kepada petani untuk sumber pendapatan mereka, pada akhirnya masyarakat akan menebang hutan yang sudah rindang dan tinggi menjadi rusak kembali.” AMD, 52 tahun Hasil produksi getah karet menjadi komoditas yang paling diunggulkan oleh masyarakat di Desa Bogorejo, karena dalam penjualan sangatlah berpontesi dan menguntungkan dengan harga yang diberikan oleh pasar. Pihak UPTD Tahura melakukan antisipasi permasalahan tersebut dengan melakukan pengembangan jejaring pemasaran, agar hasil produksi yang diperoleh masyarakat tidak ada yang over produksi dan ada jejaring usaha yang siap menampung hasil produksi. Antisipasi yang dilakukan oleh pihak UPTD Tahura WAR adalah membantu dalam mengajarkan pada masyarakat di Desa Bogorejo melewati Gapoktan untuk melakukan pelatihan membuat proposal pengajuan tempat pengolahan getah karet baru di desa tersebut. Proposal yang dibuat akan diajukan kepada Dinas Perkebunan Provinsi Lampung atau pihak swasta, agar pihak terkait mau memberikan bantuan pengolahan getah karet baru supaya daya tampung hasil produksi getah karet di Desa Bogorejo tetap terjaga serta kerusakan hutan di dalam kawasan Tahura WAR tidak terjadi kembali.

6.5 Ikhtisar

Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat PHBM di kawasan Tahura Wan Abdul Rachman WAR merupakan suatu solusi dalam mencegah kerusakan hutan yang dilakukan oleh masyarakat. Program PHBM memberikan izin akses menggrap lahan dengan pola penguassan lahan melalui pinjam-pakai terhadap masyarakat di sekitar kawasan Tahura WAR. Sejarah menceritakan bahwa sebelum adanya program PHBM di kawasan Tahura WAR masyarakat sekitar kawasan banyak sekali yang melakukan kerusakan hutan secara berlebihan, sehingga fungsi hutan tidaklah optimal sebagai penjaga ekosistem lingkungan. Masyarakat menganggap lahan di kawasan Tahura WAR merupakan lahan tidak bertuan, sehingga bisa diakses dan dimanfaatkan sebagai sumber nafkah bagi kehidupan. Hutan yang terus dirusak oleh masyarakat di dalam kawasan Tahura WAR mengalami kegundulan yang menyebabkan daya serap air berkurang, akibatnya menimbulkan terjadinya bencana alam berupa banjir bandang di sekitar kawasan Tahura WAR. Masyarakat pun masih belum sadar apa yang mereka lakukan telah membawa dampak negatif terhadap lingkungan di sekitarnya. Pihak UPTD Tahura WAR melakukan suatu program untuk mengembalikan fungsi hutan secara optimal dan keberlanjutan dengan melibatkan peran serta masyarakat di sekitar kawasan Tahura WAR. Program tersebut adalah program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat PHBM, program tersebut ditujukan kepada masyarakat sekitar hutan untuk tidak merusak hutan kembali dan mengembalikan fungsi lingkungan secara ekologis. Cara yang dilakukan dalam program PHBM untuk merayu dan mengajak masyarakat di sekitar kawasan Tahura WAR adalah dengan melibatkan keikutsertaan dan partisipatif masyarakat dalam program PHBM. Masyarakat dilibatkan dalam keikusertaan program PHBM yaitu dari mulai tahap perencanaan, pelatihan, pembentukan kelembagaan, pelaksanaan pengembangan kawasan hutan, pendampingan, dan evaluasi. Selain itu, masyarakat mendapatkan akses izin untuk menggarap lahan seutuhnya di dalam kawasan Tahura WAR sesuai dengan aturan undang-undang dan sanksi yang berlakuk. Hadirnya program PHBM di kawasan Tahura WAR memberikan manfaat bagi masyarakat dan pihak UPTD Tahura WAR. Manfaat bagi masyarakat dalam program PHBM adalah masyarakat bisa memanfaatkan hasil panen secara penuh dari lahan yang mereka garap di dalam kawasan. Masyarakat mendapatkan akses lahan secara cuma-cuma tanpa harus bayar biaya sewa serta tidak illegal loging lagi dalam menggarap di dalam kawasan. Masyarakat bisa menjadikan lahan di kawasan Tahura WAR sebagai basis nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Manfaat bagi pihak UPTD Tahura WAR dengan hadirnya program PHBM adalah mengembalikan kembali fungsi hutan secara optimal, lestarinya lingkungan secara ekologis, dan meningkatnya daya serap air di dalam kawasan. Hadirnya program PHBM merupakan suatu solusi bagi kondisi sosial-ekonomi masyarakat dan pihak UPTD Tahura WAR.Kondisi sosial memberikan solusi terhadap masyarakat dan pihak UPTD Tahura WAR, dimana tidak terjadinya konflik kembali dalam permasalahan akses lahan di kawasan Tahura WAR serta terjalinnya komunikasi yang baik antar ke dua belah pihak. Kondisi ekonomi memberikan solusi bagi masyarakat berupa penambahan pendapatan dan sumber nafkah baru bagi masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka, kemudian bagi pihak UPTD Tahura WAR berupa meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan dari tingkat kemiskinan.

BAB VII STRATEGI NAFKAH RUMAHTANGGA PETANI

Dharmawan 2007 menyatakan bahwa basis nafkah adalah segala aktivitas ekonomi pertanian dan ekonomi non-pertanian, di mana setiap individu atau ru mah tangga dapat memanfaatkan peluang nafkah dengan “memainkan” kombinasi “modal-keras” tanah, finansial, dan fisik dan “modal-lembut” berupa intelektualitas dan keterampilan sumber daya manusia SDM yang tersedia, untuk menghasilkan sejumlah strategi-penghidupan livelihoods strategies. Pekerjaan sebagai petani memiliki pendapatan yang tidak menentu dan basis nafkah terbatas mengakibatkan para petani melakukan strategi nafkah. Dharmawan 2007 menyatakan bahwa strategi nafkah adalah taktik dan aksi yang dibangun oleh individu ataupun kelompok untuk mempertahankan kehidupan mereka dengan tetap memperhatikan eksistensi infrastruktur sosial, struktur sosial dan sistem nilai budaya yang berlaku. Untuk menjelaskan strategi nafkah yang dilakukan oleh rumahtangga petani sebagai petani di Dusun III, Desa Bogorejo, maka subbab berikut ini kan menjelaskan strategi nafkah yang dilakukan oleh rumahtangga petani untuk memperoleh pendapatan dan memenuhi kebutuhan hidupnya.

7.1 Strategi Ekstensifikasi Lahan Pertanian

Pertanian berbasis lahan merupakan mata pencaharian utama bagi rumahtangga petani di Dusun III, Desa Bogorejo. Pertanian dengan komoditas utama coklat dan karet dikelola secara komersial. Hasil dari produksi coklat dan karet dijual kepada tengkulak atau ke pabrik pengelolaan seperti PTPN VII, uang hasil penjualan digunakan untuk membiayai kebutuhan sehari-hari serta biaya untuk usaha tani dan ditabung sebagai aset di masa depan. Selain hasil produksi pertanian dari coklat dan karet, ada juga hasil produksi pertaniannya seperti pepaya, kangkung, bayam, cabai, tomat, dan singkong, akan tetapi hasil pertanian tersebut hanya digunakan untuk dikonsumsi sendiri tidak dijual ke tengkulak atau pasar. Selain lahan pertanian berupa tegalan atau ladang yang rumahtangga petani garap dan kelola, terdapat pula lahan hutan milik UPTD Tahura Wan Abdul Rachman WAR yang digarap oleh rumahtangga petani dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku. Ketentuan dan peraturan dibuat oleh UPTD Tahura WAR dengan melibatkan masyarakat secara partisipatif dengan dibentuknya kelompok tani dan Gapoktan yang mewakili aspirasi anggota kelompok. Ketentuan dan pertauran yang dibuat oleh UPTD Tahura WAR yaitu dengan pemberian materi tentang peraturan dalam mengelola dan menggarap di dalam kawasan hutan Tahura WAR serta pemberian pelatihan bagaimana dalam mengelola dan meggarap di dalam kawasan hutan Tahura WAR dengan baik dan bijak. Jumlah luas lahan pertania di kawasan Tahura WAR yang dapat dikelola oleh rumahtangga petani, tergantung dari kesediaan atau kesanggupannya untuk mengelola lahan. Selain itu tergantung pula dengan ketersediaan lahan yang diperkenakan untuk digarap. Lahan di kawasan Tahura WAR yang akan digarap oleh rumahtangga petani adalah tanaman yang bertajuk tinggi berupa, karet, damar, durian, kemiri, petai, dan medang. Mekanisme pola tanam yang digunakan di lahan Tahura WAR adalah agroforestry , dimana pihak UPTD Tahura WAR mengadakan kesepakatan dan perjanjian dalam bentuk penandatanganan kontrak kerjasama beserta aturan- aturannya dengan Gapoktan yang mewakili dari anggota kelompok tani. Seluruh anggota kelompok tani yang menggarap di kawasan hutan Tahura WAR didaftarkan beserta luas lahan yang digarapnya. Surat yang berisi kontrak perjanjian antara Gapoktan dengan pihak UPTD Tahura WAR ditandatangani oleh kedua belah pihak dan pihak-pihak terkait. Dalam tata aturan dijelaskan kepada para Gapoktan mengenai hal-hal apa saja yang tidak diperkanankan untuk dilakukan di lahan hutan Tahura WAR. Luas lahan yang akan dikelola tergantung dari ketersediaan lahan hutan dan kesanggupan dari penggarap itu sendiri. Ketentuan mengenai luas lahan yang akan digarap ditentukan oleh pihak UPTD Tahura WAR. Seperti penuturan Bapak RNL selaku staf ahli UPTD Tahura WAR yang berwenang dalam PHBM di Tahura Wan Abdul Rachman menyatakan bahwa: “Lahan yang akan dikelola dan digarap oleh masyarakat berkisar antara 0.5 ha – 3 ha, dimana idealnya setiap lahan yang diberikan untuk digarap hanya digarap oleh satu orang. Hal itu dilakukan untuk membuat masyarakat lebih bertanggung jawab dalam menjaga kawasan hutan dari kerusakan dan mencegah terjadinya konflik jika digarap lebih dari satu orang. Hal tersebut telah diatur oleh pihak UPTD Tahura Wan Abdul Rachman”. Lahan pertanian yang diperoleh masyarakat di kawasan hutan Tahura WAR digarap hanya satu orang saja.Tahura WAR melakukan hal tersebut agar kawasan hutan bisa kembali ke fungsi awalnya sebagai mencegah erosi, mengurangi polusi, sumber plasma nutfah, dan kembali ekologis. Pertambahan luas lahan yang digarap petani di dalam kawasan hutan Tahura WAR merupakan sebagai bentuk upaya meningkatkan pendapatan rumahtangga. Hasil dari panen di dalam kawasan hutan Tahura WAR seperti karet, petai, kemiri, durian, coklat, dan kopi dijual untuk digunakan membiayai kebutuhan sehari-hari dan biaya usahatani selanjutnya. Strategi ekstensifikasi lahan pertanian dapat dikategorikan sebagai strategi nafkah PHBM. Strategi ini merupakan strategi penting dalam memenuhi kebutuhan hidup bagi rumahtangga. Dasarnya, luas lahan di sekitar desa adalah lahan hutan PHBM yang dirasakan berguna bagi masyarakat sebagai sumber nafkah utama untuk memenuhi kehidupan mereka. Lahan PHBM dimanfaatkan oleh masyarakat dengan menanam tanaman yang bertajuk tinggi seperti karet, petai, durian, kemiri, dan dammar, akan tetapi di bawah tegakan tanaman tersebut masih ditanami tanaman perkebunan seperti kopi dan coklat. Hasil dari usahatani tersebut mereka jual ke pasar atau tengkulak untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, selain itu ada sebagian untuk dikonsumsi secara pribadi. Tanaman yang ditanami oleh petani di lahan PHBM Tahura WAR memang berbeda dengan di lahan PHBM lainnya. Lahan PHBM di Tahura WAR dirancang untuk ditanami tanaman yang bertajuk tinggi dimana memiliki sisi ekologis untuk mengembalikan fungsi hutan kembali akan tetapi memiliki sisi ekonomis, sehingga petani yang menggarap di kawasan hutan PHBM Tahura WAR selain menjaga kelestarian hutan juga bisa mendapatkan manfaat dari hasil usahatani yang diperoleh. Perluasan lahan pertanian ke lahan hutan PHBM menjadi satu alasan bagi masyarakat untuk meningkatkan pendapatannya. Keikutsertaan rumahtangga petani dalam kegiatan PHBM menjadi salah satu strategi nafkah yang penting untuk mengatasi kemiskinan masyarakat di sekitar hutan. Sistem PHBM merupakan sebuah formula bagi solusi ekonomi masyarakat yang belum terealisasi secara siginifikan. Namun, dengan keberadaan PHBM dapat menjadi solusi sosial dari adanya ketidakharmonisan hubungan antara UPTD Tahura WAR dengan masyarakat sekitar hutan di masa lalu.

7.2 Strategi Pola Nafkah Ganda Diversifikasi

Scoones 1998 dalam penerapan strategi nafkah, rumahtangga petani memanfaatkan berbagai sumberdaya yang dimiliki dalam upaya mempertahankan hidup. Salah satu cara mempertahankan hidup dilakukan dengan pola nafkah ganda diversifikasi, melakukan penerapan keanekaragaman pola nafkah dengan cara mencari pekerjaan lain selain pertanian untuk meningkatkan pendapatan atau dengan mengerahkan tenaga kerja keluarga ayah, ibu, dan anak untuk ikut bekerja, selain pertanian dan memperoleh pendapatan. Rumah tangga petani melakukan strategi pola nafkah ganda karena pendapatan dari pertanian tidak mampu memenuhi kebutuhan rumah tangga sehari-hari atau pekerjaan menjadi petani tidak dapat memberikan pendapatan yang stabil dan aman. Aset berupa hewan ternak seperti, ayamunggas, kambing, sapikerbau banyak dimiliki oleh rumahtangga petani di Dusun III, Desa Bogorejo.Aset ini dijadikan investasi atau tabungan sementara, karena sewaktu-waktu dapat dijual apabila ada keperluan mendesak atau untuk meningkatkan pendapatan rumahtangga. Pada umumnya penjualan hewan ternak berupa sapi atau kambing akan dilakukan ketika rumahtangga membutuhkan dana tambahan dalam jumlah besar. Hal tersebut dilkukan ketika rumahtangga ingin menyelenggarakan hajatan, merenovasi rumah, biaya untuk sekolah anaknya, dan biaya untuk berobat bagi anggota keluarga yang sedang sakit serta untuk membayar biaya persalinan istri. Namun hasil penjualan dari hewan ternak pub terkadang digunakan untuk menutupi biaya kebutuhan hidup sehati-hari dan biaya untuk keperluan usahatani. Seperti yang disampaikan oleh tiga responden berikut ini: “Bapak menjual sembilan ekor kambing untuk merenovasi rumah dari membeli bahan-bahan bangunan dan ongkos tukangnya serta untuk biaya keperluan sehari-hari untuk hidup”. FRZ, 47 tahun “Kemarin waktu biaya berobat buat anak saya yang paling bungsu ini, karena sakit demam berdarah saya menjual tiga ekor kambing buat biaya obat dan perawtan di rumah sakit. Waktu pertengahan tahun kemarin saya menjual lima ekor kambing untuk biaya sekolah anak saya dan segala perlengkapannya”. SAD, 35 tahun “Bapak menjual dua ekor kambing untuk membeli pupuk buat lahan di kawasan, karena lahan di kawasan belum saya pupuk takut nanti g agal panen”. MRJ, 70 tahun Kepemilikan hewan ternak berupa kambing merupakan salah satu modal utama masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup dalam bertahan hidup. Penjualan hewan kambing diperlukan rumahtangga untuk mendapatkan dana dalam jumlah besar. Penjualan hewan ternak cukup untuk membantu rumahtangga apabila sewaktu-waktu memerlukan dana besar. Kepemilikan aset berupa hewan ternak menjadi hal yang penting karena merupakan investasi bagi rumahtangga. Tabel 16 Jumlah dan persentase responden menurut kepemilikan hewan ternak di Dusun III, Desa Bogorejo Tahun 2012 Jenis Ternak Jumlah Pemilik Orang Persentase Ayamunggas 15 45.7 Kambing 4 11.4 Ayamunggas-kambing 11 31.4 Ayamunggas-kambing-sapi 1 2.9 Tidak memiliki 3 8.6 Total 35 100 Tabel 16 memperlihatkan bahwa 45.7 persen responden memiliki aset hewan ternak berupa ayamunggas. Ternak ayamunggas dikelola dan dikembangbiakan untuk dijual atau untuk dikonsumsi sebagai pelengkap menu makanan sehari-hari. Selain itu, ayamunggas-kambing memperlihatkan persentase sebesar 31.4 persen, dimana ternak ayamunggas-kambing dikembangbiakan untuk dijual. Kambing menjadi aset andalan bagi rumahtangga sebagai investai untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, pemenuhan dana besar untuk hajatan atau renovasi rumah, dan keperluan-keperluan lainnya. Tabel 17 di bawah ini mengelompokkan karakteristik responden menurut tingkat pendidikan dan jumlah tanggungan yang dikaitkan dengan strategi pola nafkah ganda dari sektor non-pertanian. Strategi tersebut merupakan pekerjaan yang dijalani oleh responden di luar pertanian berbasis lahan, seperti buruh tani, buruh nyadap karet di PTPN VII, buruh bangunan, berdagang warung, pegawai negeri PNS, supir, satpam, usaha salon, dagang rongsokan dan kontrakan rumah. Tabel 17 Karakteristik responden yang memiliki strategi pola nafkah gandadi Dusun III, Desa Bogorejo Tahun 2012 Strategi Pola Nafkah Ganda Tingkat Pendidikan Jumlah Tanggungan Buruh Tani  Tidak sekolah: 1  Lulus SD: 15  Lulus SMP: 7  1-2 orang: 5  3-4 orang: 16  4 orang: 1 Buruh Bangunan  Lulus SD: 1  1-2 orang: 1 Dagang Warung  Lulus SD: 2  Lulus SMP: 1  1-2 orang: 1  3-4 orang: 2 Nyadap karet  Lulus SD: 2  1-2 orang: 1  3-4 orang: 1 PNS  Lulus SMA: 2  1-2 orang: 1  3-4 orang: 1 Satpam  Lulus SMA: 2 - Supir  Lulus SD: 1  1-2 orang: 1 Salon  Lulus SMA: 1 - Bidan  Lulus PTAkademi - Kontrakan Rumah  Lulus SD: 1  4 orang: 1 Dagang Rongsokan  Lulus SD: 1  3-4 orang: 1 Sesuai Tabel 17 terlihat bahwa pilihan pekerjaan atau usaha di luar pertanian antara lain buruh tani, buruh nyadap karet di PTPN VII, buruh bangunan, berdagang warung, pegawai negeri PNS, supir, satpam, usaha salon, dagang rongsokan dan kontrakan rumah. Tingkat pendidikan sebagian besar rumahtangga merupakan lulusan Sekolah Dasar SD. Pekerjaan utama sebagai petani di lahan sendiri dan lahan dari PHBM tidak mencukupi kebutuhan sehari- hari, ditambah beban tanggungan dalam rumahtangga rata-rata sekitar 1-4 orang, sehingga membuat kepala keluarga atau anggota keluarga mencari sumber nafkah alternatif. Tingkat pendidikan responden yang rata-rata tamatan Sekolah Dasar SD membuat pilihan-pilihan dalam mencari sumber nafkah menjadi terbatas.Keterbatasan pilihan tersebut disebabkan rendahnya tingkat pendidikan serta minimnya keterampilan dan keahlian petani untuk bekerja di luar sektor pertanian. Umumnya jenis pekerjaan yang dilakukan oleh petani adalah sebagai pekerja di sektor penyedia jasa seperti buruh tani dan sektor perdagangan berdagang warung dan usaha jual-beli. Bekerja sebagai buruh tani merupakan salah satu strategi nafkah non- pertanian.Pekerjaan tersebut dilakukan dan didapatkan dari jasa menggarap lahan milik warga di dalam desa ataupun di luar desa. Pekerjaan sebagai buruh tani dilakukan antara tiga sampai lima hari dalam waktu seminggu sesuai dari luas garapan yang mereka garap. Upah yang diperoleh berkisar antara Rp30 000 hingga Rp60 000 per hari. Bila hanya bekerja separuh waktu, maka upah yang diperoleh setengah dari upah normal per harinya. Pekerjaan sebagai buruh tani menjadi pilihan karena keterbatasan keahlian dan keterampilan serta rendahnya tingkat pendidikan yang responden dimiliki.Biasanya para responden bekerja sebagai buruh tani untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan modal untuk usaha tani. Seperti yang disampaikan responden berikut ini: “Saya bekerja sebagai buruh tani mas, karena untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari untuk istri dan anak. Lahan yang saya peroleh dari lahan PHBM dan lahan milik sendiri tidak terlalu cukup, terkadang hasil tersebut hanya untuk digunakan kembali dalam membeli pupuk dan biaya perawatannya. Jadi, saya mengandalkan kerja sebagai buruh tani untuk menghidupi istri sama anak sehari-hari ”. IWN, 33 tahun Responden lainnya memilih untuk berdagang barang-barang kebutuhan sehari-hari.Berdagang kebutuhan sehari-hari dengan membuka warung dianggap cukup menguntungkan karena jumlah warung di desa sangat minim. Meskipun minim jumlahnya, namun unit skala usahanya terbilang cukup besar. Hal ini terlihat dari jenis barang yang dijual merupakan barang-barang kebutuhan sehari- hari, alat-alat rumahtangga, dan alat-alat pertanian. Keberadaan warung di desa juga memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk mendapatkan barang-barang kebutuhan sehari-hari. Mengingat akses jalan dari desa ke pasar terdekat sangat jauhdan sulit untuk ditempuh apabila musim hujan tiba. Jenis pekerjaan lain yang dijalani oleh responden selain berdagang dan buruh tani adalah sebagai Pegawai Negeri Sipil PNS. Bekerja sebagai PNS mendapatkan upahgaji sebesar Rp850 000 setiap bulannya. Jenis pekerjaan lain yang dilakukan oleh rumahtangga untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari dan meningkatkan pendapatannya adalah usaha salon, supir, nyadap karet di PTPN VII, buruh bangunan, bidan, satpam, kontrakan rumah, dan dagang rongsokan. Jenis pekerjaan tersebut rumahtangga lakukan agar tidak terpaku terhadap sumber pendapatan dari pertanian saja. Pendapatan yang diperoleh dari pekerjaan tersebut merupakan sebagai tabungan dan investasi untuk mencegah gagal panen atau hasil panen tidak maksimal dari lahan pertanian yang dimiliki. Selain itu hasil pendapatan pekerjaan tersebut dibutuhkan rumahtangga untuk membiayai sekolah anaknya, diperuntukan bagi biaya kesehatan pengobatan dan persalinan, biaya pernikahanhajatan, biaya renovasi rumah, dan biaya untuk produksi usahatani. Strategi pola nafkah ganda yang berlangsung pada rumahtangga petani adalah sebagai berikut . Pertama, suami bekerja di sektor non-pertaniandi luar dari pekerjaan yang dilakukan dari sektor pertanian, contoh kasus Bapak IWN berikut ini. Berdasarkan kisah kehidupan Bapak IWN, menunjukkan bahwa pola nafkah ganda dilakukan karena pendapatan dari petani tidak dapat mencukupi biaya kehidupan sehari-hari. Lokasi tempat Bapak IWN bekerja sebagai petani adalah di lahan pertanian PHBM di kawasan Tahura WAR dan lahan pertanian di depan rumahnya. Kecilnya luas lahan yang digarap dan keterbatasan modal usahatani menyebakan pendapatan yang diperoleh tidaklah besar dan kurang mencukupi untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Cara untuk terpenuhi kebutuhan hidup sehari- hari adalah dengan berkerja diluar sektor pertanian. Pekerjaan yang dilakukan adalah sebagai buruh tani, buruh bangunan, dan supir truk, agar pendapatan yang diperoleh bisa digunakan untuk kehidupan sehari-hari. Kedua, suami-istri yang masing-masing bekerja disektor non-pertanian yaitu buruh tani dan berdagang warung, contoh kasus Bapak SHR. Box 1. Kisah kehidupan kasus Bapak IWN, 33 tahun Bapak IWN merupakan petani di Dusun III, Desa Bogorejo yang hanya memiliki pendidikan tamatan SD. Bapak IWN merupakan pendatang dari Sumatera Utara. Awalnya Bapak IWN merupakan petani yang mengikuti program PHBM dan memiliki lahan pertanian di dalam kawasan Tahura WAR serta memiliki lahan pertanian di depan rumahnya. Kecilnya luas lahan pertanian yang dimiliki,serta keterbatasan modal untuk biaya usahatani, menyebabkan hasil yang diperoleh tidaklah besar. Pendapatan yang diperoleh dari ke dua lahan tersebut tidak selalu mencukupi untuk keperluan hidup sehari-hari, oleh karena itu Bapak IWN melakukan pekerjaan lain di luar sektor pertanian dan dari sektor off-farm untuk memenuhi kebutuhan hidup. Pekerjaan yang dilakukan di luar sektor pertanian adalah sebagai buruh bangunan dan supir truk, sedangkan pekerjaan yang dilakukan dari off-farm sebagai buruhtani. Hasil yang diperoleh dari pekerjaan di luar sektor non- pertanian sebagai buruh bangunan sebesar Rp525 000 dan supir truk sebesar Rp7 200 000 serta hasil yang diperoleh dari pekerjaan off-farm sebagai buruhtani sebesar Rp900 000. Hasil yang diperoleh dari pekerjaan yang Bapak IWN lakukan digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari serta untuk digunakan modal biaya produksi usahatani di ke dua lahan tersebut. Box 2. Kisah kehidupan kasus Bapak SHR, 70 tahun Bapak SHR merupakan petani di Dusun III, Desa Bogorejo yang hanya memiliki pendidikan tamatan SD. Bapak SHR merupakan pendatang dari Jawa Barat. Hasil pendapatan yang diperoleh tidaklah besar sebagai petani. Beliau melakukan pekerjaan di sektor off-farm sebagai buruh tani, sedangkanistri dari Bapak SHR melakukan pekerjaan di sektor non-pertanian yaitu berdagang warung. Berdagang warung dijalankan dari modal sangat kecil, hanya terbatas barang yang di jual. Berjalannya waktu rupanya hasil yang diperoleh dari berdagang warung cukup besar dan bisa menambah pendapatan bagi rumahtangganya untuk kehidupan sehari-hari serta modal biaya usahatani di lahan PHBM dan lahan milik sendiri. Pendapatan yang diperoleh dari berdagang warung sebesar Rp10 950 000 dan pendapatan yang diperoleh sebagai buruh tani sebesar Rp1 500 000, sehingga bisa membantu kekurangan dari pendapatan pertanian.