menurut Garret Hardyn 1968 kelemahan dalam setiap tipe rezim hak kepemilikan sumberdaya alam sebagai berikut:
1. Kelemahan rezim akses terbuka adalah terjadinya tragedy of the commons, ketika sumberdaya alam yang terbatas jumlahnya dimanfaatkan semua
orang, setiap individu mempunyai rasionalitas untuk memanfaatkan secara intensif, dan berakibat kelimpahan sumberdaya alam menurun serta semua
pihak merugi.
2. Kelemahan rezim milik pribadi adalah lemahnya komitmen pada kelestariaan sumberdaya alam, menimbulkan konflik dengan masyarakat
setempat, dan kesenjangan ekonomi. 3. Kelemahan rezim milik kelompok masyarakat adalah pertimabangan
saintifik rendah, bersifat lokal dan spesifik, serta institusionalisasi rumit. 4. Kelemahan rezim milik negara adalah transaction cost yang tinggi,
ketidaksesuaian antara aturan dengan kondisi lapang, lambat dalam merespon kejadian permasalahan di lapang, keterlambatan pelaksanaan
aturan, kesulitan penegakan hukum, dan masalah koordinasi serta konflik kewenangan.
Salah satu cara penyelesaiaan konflik pengelolaan sumberdaya alam yaitu dengan rezim manajemen kolaborasi, suatu konsep untuk menunjukkan kombinasi
derajat intensitas keterlibatan antara pemerintah dan masyarakat. Menurut Tadjudin 2000 menyatakan bahwa manajemen kolaboratif sebagai bentuk
manjemen
yang mengakomodasikan
kepentingan-kepentingan seluruh
stakeholder secara adil dan memandang harkat setiap stakeholder itu sebagai
ensitas yang sederajat sesuai dengaan tata nilai yang berlaku, dalam rangka mencapai tujuan bersama.
Mitchell 2000 menyatakan manajemen kolaboratif adalah sebagai salah satu bentuk kemitraan dimana pembagian kekuasaan dalam pengambilan
keputusan benar-benar
diterapkan. Pihak-pihak
yang terlibat
saling mempertukarkan informasi, dana, dan tenaga untuk mencapai tujuan yang
diterima oleh semua pihak. Menurut Tadjudin 2000 manajemen kolaborasi mempunyai tahapan-tahapan manajerial seperti perencanaan, pengorganisasian,
dan pelaksanaan. Tahapan tersebut ditempatkan pada dalam dua konteks, yaitu bahwa seluruh tahapan itu dipandang sebagai siklus perbaikan yang
mengakomdasikan adanya feedback loop dan setiap introduksi tahapan tersebut ditempatkan dalam konteks pengembangan masyarakat yang mengandung
komponen pembelajaran sosial, pemberdayaan kelmabgaan, dan aksi kloketif.
2.1.10 Struktur Agraria
Wiradi 2009, memberikan definisi bahwa struktur agraria merupakan tata hubungan antar manusia menyangkut pemilikan, penguasaan, dan peruntukan
tanah. Dalam masyarakat agraris, masalah pemilikan dan penguasaan tanah ini merupakan faktor penentu bangunan masyarakat secara keseluruhan. Masalah ini
tidak hanya menyangkut hubungan teknis antara manusia dengan tanah, namun menyangkut juga hubungan sosial manusia dengan manusia. Ini berarti akan
mencakup hubungan orang-orang yang langsung atau tidak langsung terlibat dalam proses produksi, seperti hubungan sewa antara pemilik tanah dengan
penggarap, hubungan pengupahan antara petani majikan dengan buruh tani,
hubungan kredit danatau dagang antara pemilik modal dengan petani, hubungan petani dengan penguasa melalui mekanisme pajak, dan sebagainya.
Lebih lanjut Wiradi 2009 mengungkapkan bahwa hakikat struktur agraria adalah menyangkut masalah susunan pembagian tanah, penyebaran atau
distribusinya, yang pada gilirannya menyangkut hubungan kerja dalam proses produksi. Terdapat dua istilah penting dalam hal ini yaitu land tenure dan land
tenancy. Land tenure
berarti hak atas tanah atau penguasaan tanah. Istilah ini biasanya dipakai dalam uraian-uraian yang membahas masalah yang pokok-pokok
umumnya adalah mengenai status hukum dari penguasaan tanah, seperti hak milik, pacht, gadai, bagi hasil, sewa-menyewa, dan juga kedudukan buruh tani.
Uraian itu menunjuk pada pendekatan yuridis. Artinya penelaahannya biasanya bertolak dari sistem yang berlaku yang mengatur kemungkinan penggunaan,
mengatur syarat-syarat untuk dapat menggarap tanah bagi penggarapnya, dan berapa lama penggarapan itu dapat berlangsung.
Sedangkan land tenancy menunjuk kepada pendekatan ekonomi. Artinya penelaahannya meliputi hal-hal yang menyangkut hubungan penggarapan tanah.
Obyek penelaahan itu biasanya berkisar di sekitar pembagian hasil antara pemilik dan penggarap tanah, faktor-faktor tenaga kerja, investasi-investasi, besarnya nilai
sewa, dan sebagainya.
Dalam pengertian struktur agraria ini perlu dibedakan antara istilah pemilikan, penguasaan, dan pengusahaan tanah. Kata “pemilikan” menunjuk
kepada penguasaan formal, sedangkan kata “penguasaan” menunjuk kepada
penguasaan efektif. Misalnya, jika sebidang tanah disewakan kepada orang lain maka orang lain itulah yang secara efektif menguasainya. Jika seseorang
menggarap tanah miliknya sendiri, misalnya 2 ha, lalu menggarap juga 3 ha tanah yang disewa dari orang lain, maka ia menguasai 5 ha. Untuk kata “pengusahaan”
menunjuk kepada bagaimana cara sebidang tanah diusahakan secara produktif. 2.2 Kerangka Konseptual
Rumahtangga petani dapat dipandang sebagai satu kesatuan unit ekonomi, mempunyai tujuan yang ingin dipenuhi dari sejumlah sumberdaya yang dimiliki,
kemudian sebagai unit ekonomi rumahtangga petani akan memaksimumkan tujuannya dengan keterbatasan sumberdaya yang dimiliki. Rumahtangga petani
dalam memaksimumkan ekonomi dan kebutuhan hidupnya dilakukan dengan berbagai cara yang tidak hanya memfokuskan pada satu unit pekerjaan tertentu,
melainkan dengan beragam strategi nafkah yang dilakukan. Startegi nafkah yang dilakukan oleh rumahtangga petani bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup
dan mempertahankan keberlangsungan hidup dengan memperoleh sumber pendapatan yang berasal dari sektor on farm, sektor off farm, dan sektor non farm.
Gambar 1 Bagan Alur Pemikiran Strategi Nafkah Sumber Pendapatan
Strategi Nafkah Rumahtangga
Petani
2.3 Definisi Konseptual
1. Strategi nafkah menurut Dharmawan 2007 adalah taktik dan aksi yang dibangun oleh individu ataupun kelompok untuk mempertahankan
kehidupan mereka dengan tetap memperhatikan eksistensi infrastruktur sosial, struktur sosial dan sistem nilai budaya yang berlaku.
2. Mengacu pada Dharmawan 2001 yang menyebutkan bahwa sumber nafkah rumahtangga sangat beragam multiple source of livelihood karena
rumahtangga tidak tergantung hanya pada satu unit pekerjaan tertentu dalam jangka waktu tertentu dan tidak ada satu sumber nafkah yang dapat
memenuhi semua kebutuhan rumahtangga. Ellis 2000 menjelaskan sumber pendapatan rumahtangga petani dibagi menjadi tiga kategori yaitu:
a. Sektor on farm income: strategi ini menunjuk pada nafkah yang berasal dari pertanian dalam arti luas. Pendapatan dari sektor ini
didapat dari lahan pertanian milik sendiri, baik yang diusahakan oleh pemilik tanah maupun diakses melalui sewa menyewa ataupun bagi
hasil.
b. Sektor off farm income: pendapatan dari sektor ini didapat dari hasil di luar sektor pertanian tetapi masih dalam lingkup pertanian.
Penghasilan yang didapat bisa berasal dari upah tenaga kerja, sistem bagi hasil, maupun kontrak upah tenaga kerja non-upah.
c. Sektor non-farm income: sektor ini mengacu pada pendapatan yang bukan berasal dari pertanian, seperti pendapatan atau gaji pensiun,
pendapatan dari usaha pribadi, dan sebagainya. 3. Rumahtangga petani adalah satu unit kelembagaan yang setiap saat
mengambil keputusan produksi pertanian, konsumsi, curahan kerja, dan reproduksi. Rumahtangga petani dapat dipandang sebagai satu kesatuan
unit ekonomi, mempunyai tujuan yang ingin dipenuhi dari sejumlah sumberdaya yang dimiliki.
a. Rumahtangga Petani PHBM adalah rumahtangga yang memiliki dan memanfaatkan lahan PHBM sebagai sumber pendapatan.
b. Rumahtangga Petani Non-PHBM adalah rumahtangga yang memiliki dan memanfaatkan lahan Non-PHBM sebagai sumber
pendapatan.
2.4 Kerangka Pemikiran
Kerusakan lahan dan hutan menjadi salah satu permasalahan lingkungan yang perlu penanganan serius dan melibatkan berbagai pihak seperti pemerintah,
masyarakat, LSM, akademisi, dan lainnya. Faktor-faktor penyebab rusaknya hutan dan meluasnya lahan kritis yaitu pembalakan liar, kebakaran hutan, okupasi lahan,
illegal loging
, dan alih fungsi lahan sebagai akibat dari desakan ekonomi masyarakat terutama di sekitar hutan. Pihak Dinas Kehutanan Provinsi Lampung
akhirnya melakukan cara untuk mengatasi masalah tersebut agar kerusakan hutan dan lahan kritis tidak bertambah terus-menerus, oleh karena itu pihak Dinas
Kehutanan Provinsi Lampung melakukan program PHBM Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat. Program PHBM tersebut merupakan suatu cara untuk
melibatkan masyarakat secara kemitraan dalam mengakses dan mengelola hutan
secara terpadu serta untuk mengembalikan fungsi hutan sesuai dengan ekosisitem aslinya.
Kawasan Tahura Wan Abdul Rachman di Lampung merupakan salah satu hutan yang dikelola melalui program PHBM dengan melibatkan rumahtangga
petani dalam pengelolaannya, meskipun tidak semua rumahtangga petani di kawasan tersebut yang terlibat dalam mengakses dan mengelola hutan melalui
program PHBM. Hal tersebut membuat rumahtangga petani memanfaatkan berbagai sumberdaya alam yang ada di kawasan tersebut untuk memenuhi
kebutuhan hidup, sehingga berbagai taktik dan aksi yang dilakukan rumahtangga petani menciptakan variatif strategi nafkah untuk memperoleh sumber pendapatan
dalam mempertahankan kehidupan mereka. Strategi nafkah yang dilakukan berasal dari sumber pendapatan PHBM hutan rakyat yang dilihat dari lapisan
pendapatan
PHBM hutan
rakyat, sumber
pendapatan pertanian
bertani,berkebun, buruh tani yang dilihat dari lapisan pendapatan pertanian dan sumber pendapatan non-pertanian dagang warung, buruh bangunan, supir truk
yang dilihat dari lapisan pendapatan non-pertanian di sekitar kawasan Tahura Wan Abdul Rachman. Sumber pendapatan yang diperoleh rumahtangga petani
akan melihat kontribusi pendapatannya terhadap tingkat kemiskinan yang dapat dilihat dari pendapatan per kapita per hari.
Gambar 2 Kerangka Pemikiran
2.5 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka konseptual dan pemikiran yang telah dirumuskan maka dapat disusun hipotesis penelitian sebagai berikut:
1. Terdapat hubungan antara sumber pendapatan terhadap tingkat kemiskinan
rumahtangga petani di Tahura Wan Abdul Rachman.
Keterangan: Hubungan
Sumber Pendapatan Non-Pertanian
Lapisan Pendapatan Non-
Pertanian Sumber Pendapatan
PHBM Lapisan
Pendapatan PHBM
Sumber Pendapatan Pertanian
Lapisan Pendapatan Pertanian
Tingkat Kemiskinan Pendapatan per
kapita per hari