90
Namun, jika dibandingkan dengan penelitian risiko cabai lainnya yang ditanam secara konvensional atau dilahan terbuka, tingkat risiko yag dihadapi
anggota kelompok tani paprika “Dewa Family” jauh lebih rendah. Dari hasil penelitian Mandasari 2012 mengenai risiko cabai merah di Desa Perbawati
Sukabumi, tingkat risiko yang dihadapi petani sebesar 0,629 atau 62,9 persen dari nilai produktivitas yang diperoleh. Perbedaan cara berbudidaya sangat
mempengaruhi hasil produksi yang diperoleh. Dimana para petani di Desa Perbawati Sukabumi dalam melakukan budidaya cabai merah di lahan terbuka
sangat dipengaruhi oleh kondisi cuaca dan iklim karena tidak ada naungan untuk melindungi tanamannya. Sehingga tingkat risikonya jauh lebih besar
dibandingkan dengan budiaya paprika yang sudah dilakukan di dalam greenhouse yang lebih aman terhadap terpaan sinar matahari dan air hujan.
6.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Paprika Hidroponik di
Kelompok Tani Paprika “Dewa Family” Alokasi sumberdaya atau input produksi sangat menentukan besar-
kecilnya kuantitas dan kualitas produksi yang akan dihasilkan. Hubungan antara input produksi dengan produksi yang dihasilkan disebut factor relationship atau
fungsi produksi. Dalam fungsi produksi dikenal istilah “faktor ketidaktentuan
uncertainty ” dan “risiko risk” Soekartawi 2002. Artinya penggunaan faktor
produksi masih dipengaruhi oleh faktor lain diluar kontrol manusia, seperti serangan hama dan penyakit, serta kondisi cuaca dan iklim yang tidak menentu
Soekartawi et al. 1986. Selain itu, jumlah produksi yang dihasikan juga dapat dipengaruhi oleh penggunaan input produksi.
Faktor produksi yang diduga berpengaruh terhadap produksi paprika hidroponik adalah luas greenhouse, jumlah benih, jumlah nutrisi yang diberikan,
pupuk pelengkap cair, jumlah obat-obatan insektisida dan fungisida yang digunakan, dan jumlah tenaga kerja dalam satu musim tanam paprika Lampiran
12. Variabel-variabel yang masuk dalam model merupakan variabel log natural untuk jumlah produksi paprika Ln Y, luas greenhouse Ln X
1
, jumlah benih Ln X
2
, jumlah nutrisi Ln X
3
, jumlah pupuk pelengkap cair Ln X
4
, jumlah insektisida Ln X
5
, jumlah pestisida Ln X
6
, dan jumlah tenaga kerja Ln X
7
. Pengolahan data dengan MINITAB 14 menggunakan metode kuadrat terkecil
91
ordinary least square atau OLS untuk mengestimasi model fungsi produksi dengan pendekatan Cobb-Douglas.
Pendugaan model ketiga Lampiran 15 diperoleh setelah mengeluarkan dua data pencilan 24 dan 11 untuk mendapatkan data yang normal. Walaupun
masih terdapat multikolinieritas pada variabel bebas yang sama dengan pendugaan model pertama, asumsi autokorelasi dan homoskedastisitas sudah terpenuhi.
Dilihat dari nilai Durbin Watson 2,028 dari hasil output yang terletak diantara dU 0,877 dan 4-dU 2,251 pada tingkat signifikansi satu persen, serta hasil
grafik residuals versus the fitted value pada Lampiran 16 tidak memperlihatkan pola yang sistematis.
Pada pendugaan model ketiga diperoleh nilai koefisien determinasi R
2
sebesar 83 persen, artinya bahwa 83 persen variasi produksi paprika hidroponik dapat dijelaskan oleh variabel yang ada di dalam model dan sisanya 17 persen
dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Dari hasil uji signifikansi menggunakan uji-t terdapat dua variabel yang berpengaruh signifikan pada tingkat
kepercayaan 10 persen yaitu benih Ln X
2
dan insektisida Ln X
5
. Hasil parameter penduga model fungsi produksi ketiga dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Hasil Parameter Penduga Ketiga Fungsi Produksi Cobb-Douglas
Usahatani Paprika Hidroponik di Kelompok Tani Paprika “Dewa
Family” Tahun 2011
Variabel Koefisien Regresi
T-hitung P-value
VIF Konstanta
-1,570 -0,67
0,510 Ln X
1
Luas GH 0,3203
0,82 0,418
13,9 Ln X
2
Benih 0,6986
1,70 0,100
16,7 Ln X
3
Nutrisi 0,4993
1,28 0,211
18,7 Ln X
4
PPC 0,008692
1,05 0,301
1,1 Ln X
5
Insektisida -0,4091
-1,97 0,059
5,4 Ln X
6
Fungisida 0,00097
0,09 0,931
1,5 Ln X
7
TK -0,1112
-0,83 0,415
2,1 R-Sq = 83,0 R-Sqadj = 78,7
F-hitung = 19,50 P = 0,000 DW = 2.02786
Keterangan: nyata pada α = 10, t
tabel
= 1,684
Pada Tabel 9 terlihat bahwa terdapat hubungan linier diantara variabel bebas, atau disebut dengan multikolinier. Indikasi yang menunjukkan adanya
multikolinearitas dilihat dari nilai VIF yang lebih besar dari 10 untuk variabel luas greenhouse Ln X
1
, benih Ln X
2
, dan nutrisi Ln X
3
. Indikasi lainnya yang memperlihatkan gejala multikolinearitas menurut Gujarati 2006b adalah nilai R-
92
sq dalam model yang tinggi yaitu 83 persen, tetapi hanya terdapat dua variabel bebas yang signifikan terhadap produksi paprika hidroponik. Implikasi adanya
gejala multikolinearitas mengakibatkan koefisien yang diperoleh tidak valid, model yang diduga tidak sesuai harapan, dan uji signifikansi tidak dapat dibaca.
Dengan demikian, dapat dikatakan model fungsi produksi Cobb-Douglas tersebut belum mampu menggambarkan model fungsi produksi yang baik.
Salah satu cara untuk mengatasi multikolinieritas menurut Gujarati 2006b adalah mengeluarkan variabel yang mempunyai nilai VIF paling tinggi
dibanding variabel bebas lainnya, yaitu variabel Ln X
2
benih dan variabel Ln X
3
nutrisi secara bergantian. Namun, variabel benih dan nutrisi merupakan faktor penting dalam usahatani paprika hidroponik, sehingga tidak bisa dikeluarkan.
Cara lain dengan mentranformasi variabel luas greenhouse menjadi model fungsi produktivitas, namun hanya beberapa variabel bebas yang signifikan pada taraf
nyata 20 persen. Dengan demikian, diperlukan perbaikan model fungsi produksi untuk menghilangkan masalah multikolineritas.
Pendekatan lain untuk mengatasi masalah multikolinieritas adalah dengan menggunakan metode Analisis Regresi Komponen Utama Principal Component
Regression. Metode ini bertujuan untuk mengurangi variabel-variabel bebas yang berkorelasi sangat besar menjadi variabel-variabel baru yang tidak saling
berkorelasi Jollife 1986. Sehingga dapat menduga hubungan setiap variabel bebas yang ada dalam model dengan variabel terikatnya tanpa harus
menghilangkan variabel-variabel bebasnya. Analisis regresi komponen utama dipilih sebagai metode pendugaan lain
untuk mendapat model terbaik yang dapat menggambarkan usahatani paparika hidroponik di kelompok tani paprika “Dewa Family”. Tahapan pertama yang
dilakukan adalah membakukan variabel bebas awal Ln X menjadi Z. Selanjutnya, variabel Z yang telah dibakukan diolah dengan regresi komponen
utama principal component regression untuk mencari nilai akar ciri, proporsi, kumulatif, dan vektor ciri dari matriks korelasi. Variabel bebas yang digunakan
pada analisis regresi komponen utama merupakan kombinasi linier dari variabel Z, yang disebut dengan komponen utama W. Dari hasil regresi dengan
komponen utama diperoleh skor untuk komponen utama atau disebut dengan
93
variabel W. Tidak semua komponen utama W digunakan dalam regresi selanjutnya. Pemilihan komponen W berdasarkan nilai akar ciri eigenvalue yang
lebih dari satu 1. Dari hasil regresi komponen utama pada Lampiran 17 akan diambil dua
skor komponen utama W karena memiliki nilai akar ciri eigenvalue yang lebih besar dari satu, yaitu komponen utama pertama W1 sebesar 3,761 dan
komponen utama kedua W2 sebesar 1,286. Dilihat dari nilai proporsi, komponen utama pertama menjelaskan sebesar sebesar 53,7 persen dari keragaman total,
komponen utama yang kedua menjelaskan sebesar 18,4 persen, berikutnya sebesar 13,7 persen. Sementara lainnya hanya menjelaskan 10,2 persen, 2,9 persen, 0,7
persen, dan 0,5 persen dari keragaman total. Hal tersebut menunjukkan dari ketujuh komponen utama yang diperoleh, terdapat dua komponen utama yang
memegang peranan penting dalam keragama total data, yaitu komponen utama pertama W
1
dan kedua W
2
karena memiliki nilai akar ciri eigenvalue lebih dari satu. Dari kedua komponen utama yang dipilih dapat dilihat proporsi
kumulatif yang dapat dijelaskan sebesar 72,1 persen. Dengan demikian, persamaan komponen utama W
1
dan W
2
yang diambil dari vektor ciri ke 1 dan 2, dapat dirumuskan sebagai berikut:
W
1
= 0,499 Z
1
+ 0,497 Z
2
+ 0,494 Z
3
+ 0,097 Z
4
+ 0,472 Z
5
– 0,025 Z
6
+ 0,165 Z
7
W
2
= 0,036 Z
1
+ 0,092 Z
2
+ 0,080 Z
3
– 0,390 Z
4
+ 0,091 Z
5
+ 0,724 Z
6
– 0,548 Z
7
Selanjutnya, meregresikan kembali variabel terikat Ln Y terhadap dua skor komponen utama yang sudah terpilih, yaitu W
1
dan W
2
Lampiran 18. Hasil analisis regresi dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10 . Hasil Analisis Regresi Antara Variabel Terikat Ln Y dengan Skor
Komponen Utama
Variabel Koefisien Regresi
T-hitung P-value
VIF Konstanta
8,7444 142,56
0,000 W
1
0,2748 8,57
0,000 1,0
W
2
0,0537 0,98
0,335 1,0
R-sq = 69,3 F-hitung = 37,19
Berdasarkan Tabel 10, nilai VIF dari dua skor komponen utama W sudah terbebas dari multikolinearitas nilai VIF kurang dari 10. Sehingga variabel W
1
dan W
2
dapat digunakan. Persamaan regresi komponen utama yang diperoleh dapat dituliskan sebagai berikut:
94
Ln Y = 8,74 + 0,275 W
1
+ 0,0537 W
2
Persamaan regresi tersebut masih dalam fungsi W, sehingga perlu dilakukan trasnformasi balik untuk mendapatkan fungsi dengan variabel X.
Dimana W
1
dan W
2
merupakan fungsi dari Z
ij
, maka bila persamaan tersebut disubtitusikan dengan persamaan W
1
dan W
2
, diperoleh persamaan: Ln Y = 8,74 + 0,139 Z
1
+ 0,142 Z
2
+ 0,140 Z
3
+ 0,006 Z
4
+ 0,135 Z
5
+ 0,032 Z
6
+ 0,016 Z
7
Model yang sudah didapat selanjutnya ditransformasikan kembali ke bentuk persamaan yang mengandung variabel bebas Ln X. Pentansformasian
dari variabel Z menjadi variabel asal Ln X dapat dilihat pada Lampiran 19. Dari koefisien variabel yang telah diperoleh, dilakukan pengujian signifikansi secara
parsial. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui bahwa seluruh koefisien regresi berpengaruh nyata atau tidak pada selang kepercayaan 95 persen, dapat dilihat
pada Tabel 11.
Tabel 11 . Analisis Signifikansi Koefisien Regresi Parsial Komponen Utama
Variabel Koefisien
Simpangan Baku T-hitung
Ln X
1
Luas GH 0,289
0,002413647 119,774
Ln X
2
Benih 0,284
0,002502582 113,319
Ln X
3
Nutrisi 0,252
0,002460749 102,239
Ln X
4
PPC 0,001
0,003235525 0,275
Ln X
5
Insektisida 0,240
0,002385856 100,566
Ln X
6
Fungisida 0,006
0,005945143 0,970
Ln X
7
TK 0,030
0.004568194 6,519
Keterangan: α = 5, t
tabel
= 2,021
Berdasarkan uji signifikansi pada Tabel 11, terdapat lima variabel yang berpengaruh signifikan secara statistik pada taraf nyata 5 persen yaitu luas
greenhouse Ln X
1
, benih Ln X
2
, nutrisi Ln X
3
, insektisida Ln X
5
, dan tenaga kerja Ln X
7
. Sehingga, model fungsi produksi yang diperoleh untuk menggambarkan usahatani paprika hidroponik sebagai berikut:
Ln Y = -1,436 + 0,289 Ln X
1
+ 0,284 Ln X
2
+ 0,252 Ln X
3
+ 0,001 Ln X
4
+ 0,240 Ln X
5
+ 0,006 Ln X
6
+ 0.030 Ln X
7
Nilai koefisien regresi dalam model tersebut menggambarkan nilai elastisitas produksi dari masing-masing faktor. Berdasarkan penjumlahan dari
koefisien regresi pada model, diperoleh nilai elastisitas produksi sebesar 1,101. Nilai tersebut menunjukkan bahwa fungsi produksi paprika berada pada daerah I
jika digambarkan pada kurva produksi atau pada kondisi increasing return to
95
scale. Artinya setiap penambahan faktor produksi secara bersamaan sebesar satu persen akan meningkatkan produksi paprika hiroponik sebesar 1,101 persen.
Berdasarkan teori, pada kondisi ini titik produksi optimum belum tercapai. Salah satunya dikarenakan petani menghadapi risiko produksi seperti yang telah
dianalisis sebelumnya, yaitu sebesar 0,332. Selain itu juga dikarenakan hubungan input dan output produksi, dimana penggunaan input produksi belum sesuai
sehingga outputnya bervariasi. Untuk melihat pengaruh masing-masing faktor produksi terhadap produksi paprika hidroponik dapat dilihat dari besarnya
koefisien regresi dalam model, uraiannya sebagai berikut:
1 Luas greenhouse X
1
Penggunaan greenhouse berpengaruh positif dan siginifikan pada tingkat kepercayaan 95 persen terhadap produksi paprika hidroponik. Faktor produksi
luas greenhouse memiliki nilai elastisitas sebesar 0,289 yang berarti bahwa setiap penambahan luas greenhouse sebesar satu persen akan meningkatkan produksi
paprika hidroponik sebesar 0,289 persen ceteris paribus. Nilai elastisitas variabel luas greenhouse sebesar 0,289 menunjukkan bahwa luas lahan yang
digunakan berada pada daerah II, yaitu daerah rasional karena nilai elastisitas produksinya berada antara nol dan satu. Hal ini sesuai dengan hipotesis yaitu
semakin luas greenhouse yang digunakan oleh petani maka jumlah produksi paprika akan semakin tinggi karena semakin banyak pula tanaman paprika yang
dapat ditanam. Berdasarkan karakteristik responden, ukuran greenhouse terkecil yang
dimiliki responden adalah 300 m
2
dengan kapasitas kurang lebih 1.000 tanaman dan terbesar adalah 2.500 m
2
dengan kapasitas kurang lebih 9.000 tanaman. Sampai saat ini belum ada hasil penelitian mengenai ukuran luas greenhouse yang
optimum untuk berusahatani paprika. Namun menurut Moekasan et al. 2008, ukuran luas satu bangunan greenhouse minimal adalah 500 m
2
dan maksimal 1.000 m
2
. Dengan luasan greenhouse 500 m
2
budidaya paprika hidroponik secara ekonomis sudah menguntukan, sedangkan dengan luasan lebih dari 1.000 m
2
maka jika ada serangan organisme penganggu tanaman OPT yang membahayakan
serangan thrips, virus, ataupun layu fusarium dapat mengakibatkan kerugian yang cukup besar karena semakin banyak tanaman paprika yang terserang OPT.
96
2 Benih X
2
Penggunaan benih berpengaruh positif dan signifikan pada tingkat kepercayaan 95 persen terhadap produksi paprika hidroponik. Faktor produksi
benih memiliki nilai elastisitas sebesar 0,284 yang berarti bahwa setiap penambahan benih sebesar satu persen akan meningkatkan jumlah produksi
paprika hidroponik sebesar 0,284 persen ceteris paribus. Nilai elastisitas variabel benih sebesar 0,284 menunjukkan bahwa benih yang digunakan berada
pada daerah II, yaitu daerah yang rasional. Hal ini sesuai dengan hipotesis yaitu semakin banyak benih yang digunakan semakin banyak tanaman paprika sehingga
hasil produksi paprika juga semakin tinggi. Seluruh petani responden menggunakan benih F1 untuk menanam paprika.
Varietas benih yang sering digunakan oleh petani adalah Chang dan Edison untuk paprika merah, dan Sunny untuk paprika kuning. Seperti yang dikemukakan oleh
Enza Zaden, salah satu produsen dan pemasok benih paprika di kelompok tani paprika “Dewa Family”, 90 persen dari jumlah benih paprika yang disemai akan
berkecambah. Artinya ada kemungkinan 10 persen dari benih yang disemai mengalami gagal semai. Perbanyakan dengan sistem sayat batang untuk
mendapatkan bibit F2 yang dilakukan oleh beberapa petani akan menurunkan produktivitas tanaman paprika selanjutnya. Menurut Prihmantoro dan Indriani
2003 benih yang baru mutunya lebih terjamin karena dilengkapi presentase daya kecambah dan tanggal kadaluwarsa, dimana ketika benih yang ditanam melewati
tanggal yang ditetapkan akan menurun mutunya. Berdasarkan nilai elastisitas, jumlah benih yang digunakan petani
rsponden selama ini masih memungkinkan untuk ditambah agar dapat menghasilkan produksi yang lebih banyak. Rata-rata jumlah penggunaan benih
paprika sebanyak 3.542 butir per 1.000 m
2
dengan rata-rata jarak tanam 26,67 x 50 centimeter, maka tanaman yang akan dihasilkan sebanyak 3.188 tanaman atau
3,19 tanaman per m
2
. Jumlah tersebut masih dibawah batas yang dianjurkan oleh Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat 2012
12
, yaitu dengan jarak tanam 45 x 60 centimeter dapat menghasilkan populasi sebanyak 37.000
12
Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat. 2012. Konversi Jarak Tanam Terhadap Populasi Buah Buahan Dan Sayuran
http:diperta.jabarprov.go.idindex.phpsubMenu712 [diakses pada 28 Desember 2012]
97
tanaman per hektar atau 3.700 tanaman per 1.000 m
2
. Jika setiap polibag berisi satu tanaman dan setiap tanaman dipelihara dua cabang utama, maka rata-rata
populasi batang adalah 6,38 batang per m
2
. Menurut hasil penelitian oleh Balai Penelitian Sayuran, populasi batang per m
2
masih dapat ditingkatkan menjadi 8,3 batang per m
2
dengan jarak tanam 1,2 x 0,4 m. Dimana setiap polibag berisi dua tanaman dan setiap tanaman dipelihara dua batang utama. Dengan sistem tersebut,
total paprika dan buah berukuran lebih dari 200 gram yang dihasilkan menjadi lebih banyak Gunadi et al. 2006.
3 Nutrisi X
3
Pupuk merupakan bahan yang diberikan pada media tanam untuk mencukupi kebutuhan hara yang dibutuhkan tanaman paprika agar dapat
berproduksi dengan baik. Pupuk yang sudah dilarutkan dengan air disebut dengan nutrisi. Penyiraman irigasi pada tanaman paprika dilakukan bersamaan dengan
pemberian nutrisi atau pupuk fertigasi. Pemberian nutrisi secara rutin sesuai dengan fase pertumbuhan akan menghasilkan buah paprika yang maksimal karena
tanaman paprika sangat responsif terhadap air Gunadi et al. 2006 dan Prihmantoro dan Indriani 2003. Penggunaan nutrisi berpengaruh positif dan
signifikan pada tingkat kepercayaan 95 persen terhadap jumlah produksi paprika hidroponik dengan nilai koefisien regresi sebesar 0,252. Artinya, penambahan
jumlah nutrisi sebesar satu persen akan meningkatkan jumlah produksi paprika hidroponik sebesar 0,252 persen ceteris paribus dan berada pada daerah II atau
daerah rasional. Petani responden memberikan nutrisi sekitar 0,4 hingga satu liter per
polibag per hari. Rata-rata penggunaan nutrisi oleh petani responden sebanyak 0,91 liter nutrisi per polibag per hari, dalam sehari dilakukan dua kali penyiraman.
Dalam satu periode tanam, petani responden menghabiskan rata-rata 944.134,74 liter nutrisi encer. Sebagian besar petani responden menyatakan bahwa jumlah
nutrisi yang diberikan sudah sesuai dengan kebutuhan tanaman dan masih berada di antara dosis yang dianjurkan. Menurut Moekasan 2002 yag diacu dalam
Moekasan et al. 2008, volume fertigasi pada tanaman paprika pada fase vegetatif sebanyak 600 mililiter per tanaman per hari, pada fase berbunga dan mulai
berbuah sebanyak 900 mililiter per tanaman per hari, sedangkan pada fase
98
pematangan buah sebanyak 1.500 mililiter per tanaman per hari. Selama petani masih memberikan nutrisi dibawah dosis yang dianjurkan akan meningkatkan
hasil produksi paprika namun penambahan nutrisi yang berlebihan akan mengakibatkan busuk akar sehingga tanaman paprika rusak dan buah yang
dihasilkan akan lembeh dan pecah atau crack. Sebab paprika merupakan tanaman yang responsif terhadap air. Dimana rata-rata kebutuhan tanaman paprika dewasa
terhadap air dalam satu harinya adalah 0,5 liter Prihmantoro dan Indriani 2003.
4 Pupuk Pelengkap Cair X
4
Seperti tanaman sayuran lainnya, tanaman paprika juga membutuhkan pupuk lanjutan atau pupuk pelengkap seperti pupuk daun. Koefisien regresi pupuk
pelengkap cair adalah sebesar 0,001 dan tidak siginifikan pada tingkat kepercayaan 95 persen. Tidak nyatanya penggunaan pupuk pelengkap cair ini
dikarenakan tidak semua petani responden 58,3 menggunakan pupuk daun secara rutin. Menurut petani, pupuk daun diberikan jika kondisi tanaman paprika
mengalami kelainan atau kekurangan unsur yang seharusnya dibutuhkan. Padahal kebutuhan unsur untuk tanaman paprika sudah terpenuhi dari nutrisi pupuk AB
Mix yang diberikan secara rutin, namun karena adanya kecurangan yang dilakukan pekerja dengan memberikan dosis yang rendah maka timbul kelainan
pada tanaman. Oleh karena itu, penggunaan pupuk pelengkap cair tersebut tidak tampak pengaruhnya.
Manfaat dari pupuk daun atau pupuk pelengkap cair adalah merangsang pertumbuhan, menyuburkan pertumbuhan daun, membuat buah menjadi lebih
sehat, zat pengatur tubuh tanaman yang dapat diserap oleh seluruh bagian tanaman paprika mulai dari daun hingga akar, dan mempercepat pertunasan
Kelpitna 2009. Walaupun demikian, besarnya koefisien regresi menunjukkan setiap penambahan jumlah pupuk pelengkap cair sebesar satu persen akan
meningkatkan jumlah produksi paprika hidroponik sebesar 0,001 persen ceteris paribus. Pernyataan ini tidak mengikat karena uji statistiknya tidak nyata.
5 Insektisida X
5
Insektisida yang digunakan mengandung bahan aktif untuk mengendalikan atau membasmi hama pada tanaman paprika. Hama yang paling banyak
menyerang tanaman paprika menurut petani responden adalah hama thrips.
99
Penggunaan insektisida berpengaruh positif dan signifikan pada tingkat kepercayaan 95 persen terhadap produksi paprika hidroponik. Faktor produksi
insektisida memiliki nilai elastisitas sebesar 0,240 yang berarti bahwa setiap penambahan insektisida sebesar satu persen akan meningkatkan jumlah produksi
paprika hidroponik sebesar 0,240 persen ceteris paribus dan berada pada daerah II atau daerah rasional.
Penyemprotan insektisida dilakukan secara rutin oleh semua petani responden dengan alasan untuk mencegah serangan hama thrips dan mengurangi
risiko kehilangan hasil panen. Rata-rata petani melakukan penyemprotan 6 hari sekali dengan jumlah penggunaan 14.021,26 mililiter dalam satu periode tanam.
Terdapat 4 jenis bahan aktif insektisida yang sering digunakan oleh petani responden untuk mengendalikan hama, yaitu betasiflutrin, abemektin, spinosad,
dan imidakloprid. Pengunaan insektisida berdasarkan dosis yang tertera pada kemasan adalah 0,5
– 1 cc per 1 liter air per bahan aktif untuk sekali penyemprotan. Petani responden selalu mencampur bahan aktif betasiflutrin
dengan bahan aktif lainnya menjadi 1 – 2 cc per 1 liter air untuk sekali
penyemprotan, dan dilakukan secara ganti-gantian dengan bahan aktif lain untuk penyemprotan selanjutnya. Menurut Robb dan Parrella 1995 dalam
Prabaningrum dan Moekasan 2007, penggiliran penggunaan insektisida yang tidak sejenis dapat menunda terjadinya resistensi thrips terhadap insektisida
tersebut. Namun, lain halnya menurut Moekasan 2004 dalam jurnal yang sama, menyatakan bahwa percampuran suatu jenis insektisida dengan insektisida lain
akan menimbulkan efek sinergistik, antagonistik, atau netral. Dengan kata lain, pencampuran yang dilakukan oleh petani suatu tindakan yang kurang tepat.
Sebagian besar petani sudah menggunakan berdasarkan dosis yang dianjurkan, akan tetapi ketika hama thrips sedang banyak biasanya petani
menambahkan dosis bahan aktif atau mempersering penyemprotan hingga seminggu dua kali. Peningkatan jumlah penggunaan insektisida dapat membantu
mengurangi serangan hama, terutama hama thrips. Prabaningrum dan Moekasan 2007 menyatakan bahwa daya persistensi insektisida umumnya bertahan 7
hingga 14 hari. Sehingga penyemprotan secara rutin atau ditingkatkan memang dapat mengurangi hama yang ada pada tanaman paprika namun terdapat efek
100
samping yang ditimbulkan, yaitu hama menjadi resistan atau kebal terhadap obat, residu pada buah paprika sehingga tidak aman dikonsumsi, dan biaya produksi
meningkat.
6 Fungisida X
6
Fungisida yang digunakan mengandung bahan aktif yang dapat membunuh penyakit pada tanaman paprika. Koefisien regresi fungsida pada model adalah
sebesar 0,006 dan tidak nyata pada tingkat kepercayaan 95 persen. Tidak nyatanya koefisien regresi fungisida tersebut disebabkan oleh penyemprotan fungisida yang
juga jarang dilakukan oleh petani. Penyemprotan fungisida dilakukan jika tanaman terserang penyakit yang disebabkan oleh jamur atau sebagai pencegahan.
Menurut petani, penyakit yang menyerang seperti tepung daun dan bercak daun biasanya dapat dikendalikan dengan sekali penyemprotan, sehingga tidak rutin
dilakukan. Menurut Prabaningrum dan Moekasan 2007 hama thrips merupakan
kendala utama pada sistem produksi paprika, adapun penyakit yang juga sering menyerang tanaman kemungkinan kalah dengan hama. Begitu juga dengan
kondisi di lapang, sehingga penggunaan fungisida oleh petani responden tidak tampak pengaruhnya. Walaupun demikian koefisien regresi sebesar 0,006 dapat
diartikan bahwa setiap penambahan fungisida sebesar satu persen akan diikuti dengan kenaikkan jumlah produksi paprika hidroponik sebesar 0,006 persen
ceteris paribus. Pernyataan ini tidak terlalu mengikat karena uji statistiknya tidak nyata.
7 Tenaga kerja X
7
Penggunaan tenaga kerja berpengaruh positif dan signifikan pada tingkat kepercayaan 95 persen terhadap produksi paprika hidroponik. Faktor produksi
tenaga kerja memiliki nilai elastisitas sebesar 0,030 yang berarti bahwa setiap penambahan tenaga kerja sebesar satu persen akan meningkatkan jumlah produksi
paprika hidroponik sebesar 0,030 persen ceteris paribus dan berada pada daerah II atau daerah rasional. Tenaga kerja dibutuhkan dalam usahatani paprika pada
setiap kegiatan produksi mulai dari persiapan hingga pemanenan. Ketersediaan tenaga kerja bukan saja dilihat dari banyakya jumlah tenaga kerja, namun lebih
kepada kualitas dan kemampuan pekerja yang sangat menentukan hasil produksi.
101
Dalam pembudidayaan paprika terdapat pekerjaan yang detail, seperti penyemaian dan penanaman membutuhkan pekerja wanita, sedangkan untuk pemeliharaan
membutuhkan satu orang pekerja tetap pria. Tenaga kerja harus disiplin dan mematuhi prosedur yang telah ditetapkan agar dapat memaksimalkan produksi
paprika hiroponik. Rata-rata penggunaan tenaga kerja dalam usahatani paprika hidroponik
mulai dari penyemaian hingga panen yaitu sebanyak 243,28 HOK, baik tenaga kerja dari dalam keluarga maupun luar keluarga. Berdasarkan pengamatan di
lapang, penggunaan tenaga kerja telah mencapai jumlah yang optimal. Jika ada penambahan tenaga kerja yang banyak perlu dipertimbangkan baik-baik, karena
belum tentu dengan penambahan tenaga kerja akan meningkatkan produksi paprika. Oleh karena itu, pengaruh dari tenaga kerja relatif kecil walaupun tetap
berpengaruh secara signifikan.
6.4. Rekomendasi Penanganan Risiko Produksi