Latar Belakang Analisis risiko produksi dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi paprika hidroponik (Studi kasus kelompok tani paprika “Dewa Family” Desa Pasirlangu Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat)

1 I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perekonomian Indonesia tahun 2012 mengalami pertumbuhan sebesar 6,23 persen dibandingkan dengan tahun 2011. Menurut Badan Pusat Statistik 2013 pertumbuhan terjadi pada semua sektor ekonomi, salah satunya sektor pertanian yang mengalami pertumbuhan sebesar 3,97 persen 1 . Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki kontribusi bagi perkenomian di Indonesia. Dalam struktur pembentukan Produk Domestik Bruto PDB menurut lapangan usaha, sektor pertanian menyumbang sebesar 14,44 persen pada tahun 2012, penyumbang kedua terbesar setelah industri pengolahan BPS 2013 2 . Di sisi lain, peranan sektor pertanian dapat dilihat melalui fungsinya, antara lain penyedia lapangan kerja, sebagai sumber devisa negara melalui ekspor hasil-hasil pertanian, sumber pendapatan bagi masyarakat, dan menyediakan keragaman menu pangan. Subsektor hortikultura merupakan salah satu bagian dari sektor pertanian yang perlu dikembangkan. Komoditas hortikultura yang meliputi buah-buahan, sayuran, biofarmaka, dan tanaman hias dapat menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat dan petani baik berskala kecil, menengah maupun besar, karena memiliki keunggulan berupa nilai jual yang tinggi, keragaman jenis, penyerapan tenaga kerja, ketersediaan sumberdaya lahan dan teknologi, serta potensi serapan pasar di dalam negeri dan internasional 3 . Perkembangan PDB Hortikultura di Indonesia berdasarkan harga berlaku cenderung meningkat dari tahun 2007 hingga 2010 Tabel 1. Namun, pada tahun 2010 nilai PDB Hortikultura mengalami penurunan sebesar 2,69 persen dari tahun 2009. Hal tersebut terjadi karena nilai PDB buah-buahan dan tanaman biofarmaka mengalami penurunan sehingga mempengaruhi nilai PDB Hortikultura pada tahun 2010. Walaupun demikian, rata-rata pertumbuhan nilai PDB Hortikultura dari tahun 2007 hingga 2010 menunjukkan nilai positif yaitu sebesar 3,95 persen. 1 [BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Berita Resmi Statistik No. 1402Th. XVI 5 Februari 2013. http:bps.go.idbrs_filepdb_05feb13.pdf [diakses pada 18 Februari 2013] 2 Loc.cit 3 Direktorat Jenderal Hortikultura. Pedoman Umum Pelaksanaan Pengembangan Hortikultura 2012. http:hortikultura.deptan.go.id [diakses pada 15 Februari 2012] 2 Tabel 1 . Perkembangan Nilai PDB Hortikultura di Indonesia Berdasarkan Harga Berlaku Periode 2007 – 2010 Komoditas Nilai PDB Milyar Rp Pertumbuhan 2009-2010 2007 2008 2009 2010 Sayur-sayuran 25.587 28.205 30.506 31.244 2,42 Buah-buahan 42.362 47.060 48.437 45.482 -6,10 Tanaman Hias 4.741 5.085 5.494 6.174 12,37 Biofarmaka 4.105 3.853 3.897 3.665 -5,94 Total 76.795 84.202 88.334 85.958 -2,69 Sumber: Direktorat Jenderal Hortikultura 2012, diolah. Sayuran termasuk dalam kelompok komoditas hortikultura yang memberikan kontribusi terhadap PDB Hortikultura sebesar 36,35 persen pada tahun 2010. Berdasarkan Tabel 1, perkembangan PDB kelompok sayuran dari tahun 2007 hingga 2010 menunjukkan pertumbuhan yang positif, dengan rata-rata peningkatan sebesar 6,94 persen per tahun. Hal ini diikuti total produksi tanaman sayuran di Indonesia yang juga mengalami peningkatan dari tahun 2007 bahkan hingga 2011 Lampiran 1. Komoditas sayuran berperan dalam meningkatkan gizi masyarakat karena merupakan sumber utama vitamin dan mineral dalam pangan, sehingga termasuk kebutuhan pangan yang tidak dapat dikesampingkan. Kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan dan pengetahuan gizi, berbanding lurus dengan konsumsi masyarakat akan produk sayur-sayuran. Pertumbuhan jumlah penduduk Indonesia, pada tahun 2010 mencapai 237.641.326 jiwa 4 . Seiring peningkatan jumlah penduduk, kebutuhan sayuran akan terus bertambah. Pengeluaran rumah tangga per kapita untuk mengonsumsi sayur-sayuran meningkat dari tahun 2010 ke 2011 sebesar 12,24 persen 5 . Selain itu, adanya gerakan kembali ke alam juga menjadi alasan untuk mengonsumsi sayuran sebagai sarana menuju hidup sehat. Total konsumsi sayuran per kapita pada tahun 2010 sebanyak 39,45 kilogram Ditjenhorti 2012. Kondisi ini menunjukkan bahwa komoditas sayuran memiliki peluang untuk diusahakan bagi para pelaku agribisnis sayuran. 4 [BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Kependudukan Indonesia Menurut Provinsi Tahun 1971, 1980, 1990, 1995, 2000, dan 2010. http:bps.go.idtab_subview.php?kat=1tabel=1daftar=1id_subyek=12notab=1 [diaskes pada 8 Maret 2012] 5 [BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Persentase Pengeluaran Rata-rata per Kapitan Sebulan Menurut Kelompok Barang. http:bps.go.idtab_subview.php?kat=1tabel=1daftar=1id_subyek=05notab=7 [diakses pada 24 Januari 2013] 3 Tidak hanya sayuran asli Indonesia sayuran lokal, berbagai jenis sayuran dari negara lain non lokal pun dapat tumbuh dengan baik di Indonesia. Salah satu komoditas sayuran unggulan di Indonesia menurut Ditjenhorti 2012 adalah paprika Capsicum annuum var. grossum, karena memiliki nilai ekonomis dan strategis 6 . Dapat dilihat pada Lampiran 1, perkembangan produksi paprika di Indonesia pada tahun 2010 hingga 2011 menempati urutan pertama dibandingkan dengan tanaman sayuran lainnya, yaitu sebesar 136,18 persen. Beberapa macam warna paprika yang dikenal antara lain paprika hijau, paprika merah, paprika kuning, dan paprika oranye. Paprika termasuk dalam keluarga cabai-cabaian, namun rasanya tidak sepedas cabai lain bahkan cenderung manis, sehingga disebut sebagai sweet pepper Gunadi et al. 2006. Umumnya paprika digunakan sebagai penyedap atau resep masakan luar negeri. Namun, paprika segar juga dapat dikonsumsi tanpa perlu diolah terlebih dahulu. Menurut Morgan dan Lennard 2000 dalam Gunadi et al. 2006 kandungan vitamin C pada paprika lebih tinggi dibandingkan jeruk. Dimana setiap100 gram paprika hijau segar mengandung 340 mg vitamin C, sementara jeruk hanya mengandung 146 mg vitamin C per 100 gram. Seperti cabai lain, paprika juga mengandung protein, lemak, karbohidrat, dan mineral. Paprika bukan merupakan produk pertanian asli Indonesia, melainkan berasal dari Amerika Tengah dan Selatan yang beriklim subtropis. Sejak tahun 1990-an tanaman paprika masuk dan mulai dibudidayakan di daerah tropis seperti Indonesia Gunadi et al. 2006. Pada awal pengembangan, paprika ditanam pada lahan terbuka outdoor. Masalah utama yang dihadapi petani paprika di Indonesia atau di daerah tropis adalah faktor temperatur dan intensitas cahaya matahari yang tinggi. Sehingga menyebabkan transpirasi dan penguapan tanaman yang berlebihan. Pada kondisi seperti itu sering terjadi gugur tunas, bunga, dan buah, serta ukuran buah akan mengecil Prihmantoro dan Indriani 2003. Seiring perkembangan teknologi pertanian, kini pembudidayaan paprika di Indonesia dilakukan dengan sistem hidroponik di dalam greenhouse. Budidaya secara hidroponik adalah budidaya tanaman tanpa menggunakan tanah sebagai media tanamnya, dimana seluruh kebutuhan tanaman seperti pupuk diberikan 6 [Ditjenhorti] Direktorat Jenderal Hortikultura. 2012. Data dan Statistik Komoditas Unggulan. http:hortikultura.deptan.go.id?q=node479 [diakses pada 4 Januari 2013] 4 dalam bentuk larutan Moekasan et al. 2008. Beberapa keuntungan berbudidaya di dalam greenhouse dibandingkan dengan budidaya di lahan terbuka menurut Adiyoga et al. 2006 dan Gunadi et al. 2007 adalah hasil panen lebih tinggi, kegiatan produksi dapat dilakukan di luar musim, masa panen lebih lama, kualitas produk lebih baik, serta lebih terencana dan terkontrol. Walaupun termasuk hortikultura yang baru dibudidayakan di Indonesia, produksi paprika mengalami pertumbuhan yang positif dari tahun 2008 hingga 2011, dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 90,42 persen. Dapat dilihat pada Tabel 2, penurunan luas panen pada tahun 2010 tidak serta merta menurunkan produksi paprika. Tabel 2 . Perkembangan Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Paprika di Indonesia Tahun 2008 – 2011 Tahun Produksi Ton Luas Panen Ha Produktivitas Tonha 2008 2.114 87 24,30 2009 4.462 197 22,65 2010 5.533 161 34,37 2011 13.068 - - Keterangan: - data tidak tersedia Sumber: Direktorat Jenderal Hortikultura 2011 dan Badan Pusat Statistik 2012 [diolah] Jika dibandingkan dengan cabai besar dan cabai rawit pada Lampiran 1, perkembangan produksi paprika merupakan yang terbesar diantaranya. Dimana rata-rata pertumbuhan cabai besar dan cabai rawit dari tahun 2007 hingga 2011 masing-masing hanya sebesar 7,15 dan 8,15 persen. Hal tersebut disebabkan dalam kegiatan pembudidayaan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan pengelolaan petani terhadap input produksi. Dimana pembudidayaan paprika sudah menggunakan greenhouse, sementara cabai lainnya masih dilakukan pada lahan terbuka atau konvensional. Sehingga berpengaruh terhadap produksi yang dihasilkan. Walaupun demikian, produktivitas paprika pada Tabel 2 terlihat berfluktuasi. Proses budidaya paprika membutuhkan kondisi tertentu yang mirip dengan daerah asalnya, yaitu daerah yang beriklim hangat dan kering. Suhu rata-rata harian yang optimal bagi pertumbuhan paprika adalah 16 – 25 o C dengan tingkat kelembapan 80 – 90 persen. Ketinggian yang baik untuk pertumbuhan paprika berkisar 500 – 1.500 meter di bawah permukaan laut dpl Prihmantoro dan Indriani 2003. Berdasarkan kondisi iklim dan ketersediaan lahan yang cocok, 5 tanaman paprika menyebar di wilayah dataran tinggi Indonesia. Daerah-daerah yang menjadi sentra produksi paprika antara lain Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Selatan. Beberapa kabupaten di Provinsi Jawa Barat seperti Bandung, Garut, Cianjur, dan Bandung Barat merupakan sentra produksi paprika yang besar 7 . Seperti yang disebutkan oleh Prabaningrum et al. 2002 dalam Gunadi et al. 2006, Provinsi Jawa Barat merupakan sentra produksi paprika terluas di Indonesia. Menurut BPS 2010, Provinsi Jawa Barat merupakan wilayah yang paling banyak memproduksi paprika di Indonesia dibanding provinsi lainnya. Dari total produksi paprika di Indonesia pada tahun 2010, Provinsi Jawa Barat menyumbang sebanyak 4.661 ton atau sebesar 84,24 persen. Luas panen, jumlah produksi, dan produktivitas paprika di Kabupaten Bandung Barat pada tahun 2011 menempati posisi tertinggi dibanding daerah lainnya. Perkembangan komoditas paprika di Kabupaten Bandung Barat, dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 . Perkembangan Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Paprika di Kabupaten Bandung Barat Pada Tahun 2008 – 2011 Tahun Produksi ton Luas Panen Ha Produktivitas tonha 2008 1.537 22 69,86 2009 7.595 63 120,55 2010 4.052 68 59,59 2011 10.856 80 135,70 Sumber: Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat 2012 8 [diolah] Berdasarkan Tabel 3 luas panen komoditas paprika dari tahun 2008 hingga 2011 di Kabupaten Bandung Barat cenderung meningkat, namun produktivitasnya mengalami fluktuasi. Dimana pada tahun 2010 produksi paprika menurun sebesar 46,65 persen dari tahun 2009. Penurunan produksi yang drastis terjadi dikarenakan perubahan kondisi cuaca yang ekstrim. Hal tersebut menyebabkan semakin maraknya virus dan hama yang menyerang tanaman sehingga banyak 7 [Ditjenhorti] Direktorat Jenderal Hortikultura. 2012. Data dan Statistik Daerah Sentra Paprika. http:hortikultura.deptan.go.id?q=node314 [diakses pada 28 Desember 2012] 8 Produksi Sayuran Tahun 2007-2011 Menurut Kabupaten dan Kota di Jawa Barat. http:diperta.jabarprov.go.id [diakses pada 4 Januari 2013] 6 buah yang busuk 9 . Adanya fluktuasi produksi mengindikasikan bahwa dalam pembudidayaannya petani menghadapi kendala produksi. Seperti yang dikemukakan oleh Moekasan et al. 2008, beberapa faktor seperti serangan hama dan penyakit, kondisi cuaca dan iklim, serta human error merupakan kendala dari kegiatan budidaya paprika yang dapat menyebabkan penurunan hasil produksi paprika. Menurut BPS 2009, Kecamatan Cisarua merupakan daerah yang memiliki produktivitas paprika tertinggi di Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. Desa Pasirlangu yang terletak di Kecamatan Cisarua menjadi salah satu sentra penghasil paprika terbesar, dengan luas tanam seluas 26 hektar dan produktivitas sebesar 57 ton per hektar pada tahun 2011 Desa Pasirlangu 2011. Berdasarkan topografi, Desa Pasirlangu berada pada ketinggian 900 – 2.050 meter dpl dengan suhu rata-rata harian 20 – 25 o C, dan rata-rata curah hujan 1.500 mm per tahun sangat mendukung untuk budidaya tanaman paprika. Kini paprika merupakan komoditas unggulan dan menjadi salah satu sumber pendapatan utama bagi masyarakat di Desa Pasirlangu, khususnya yang tergabung dalam kelompok tani paprika “Dewa Family”.

1.2. Perumusan Masalah