52
33,33 persen atau sebanyak 4 orang. Petani responden yang mencapai jenjang SMA hanya 1 orang atau 8,33 persen. Sisanya berpendidikan cukup tinggi yaitu
S1 dan S2, untuk S1 sebanyak 2 orang atau 16,67 persen dan S2 sebanyak 1 orang atau 8,33 persen. Dimana 3 orang petani responden berpendidikan tinggi tersebut
menjadikan usahatani paprika sebagai pekerjaan sampingan, dengan pekerjaan utama sebagai Pegawai Negeri Sipil PNS. Sementara petani responden lainnya
bergantung pada pertanian. Tingkat pendidikan pada umumnya akan mempengaruhi cara berpikir
petani. Dimana pendidikan yang relatif tinggi dan umur yang muda mempengaruhi cara berpikir petani. Namun dari hasil wawancara menunjukkan
bahwa tingkat pendidikan tidak terlalu berpengaruh terhadap pengetahuan petani mengenai usahatani paprika hidroponik. Hal ini disebabkan pengetahuan
usahatani paprika hidroponik diperoleh melalui pengalaman dan pembelajaran secara turun temurun. Mengingat dari karakteristik masyarakat Desa Pasirlangu
yang tingkat pendidikannya masih rendah, sehingga bersekolah tinggi pun dianggap tidak terlalu penting.
5.3.2. Pengalaman Bertani Paprika Hidroponik
Sejak diperkenalkan paprika kepada masyarakat Desa Pasirlangu mulai bermunculan petani-petani paprika, baik yang bergabung dengan kelompok atau
petani mandiri. Rata-rata petani responden mulai bertani sejak usia muda, namun tanaman yang ditanam masih sayur-sayuran biasa. Pengetahuan petani responden
mengenai pembudidayakan paprika diperoleh dari ikut pelatihan dari Balitsa, dibimbing oleh ketua kelompok, belajar dari buku, dan ada juga yang belajar
secara otodidak. Kisaran pengalaman petani responden bertani paprika selama 10- 20 tahun mendominasi sebanyak 7 orang atau 58,33 persen dan sisanya dibawah
10 tahun sebanyak 5 orang atau 41,67 persen. Rata-rata pengalaman bertani paprika adalah 10,42 tahun, mengingat komoditas paprika mulai dibudidayakan di
Desa Pasirlangu sejak tahun 1997-an. Separuh dari petani responden 50 mengatakan bahwa dengan
mengusahakan komoditi paprika lebih menjanjikan dan memberikan keuntungan yang lebih besar dari pada sayuran biasa. Itulah mengapa kebanyakan petani
responden beralih dari petani sayuran biasa buncis, kol, atau bawang daun
53
menjadi petani paprika. Alasan lainnya adalah budidaya paprika dapat dilakukan pada lahan yang kecil tapi tetap menguntungkan, tenaga kerja yang diperlukan
tidak terlalu banyak, dan harga jual cukup tinggi.
5.3.3. Lama Bergabung dengan Kelompok Tani
Jumlah angg ota kelompok tani paprika “Dewa Family” dari awal hingga
saat ini tidak tetap. Ada yang sudah lama jadi anggota, namun ada juga yang baru bergabung. Hingga tahun 2012, jumlah petani yang baru bergabung atau kurang
dari 5 tahun sebanyak 6 orang atau 50 persen dari jumlah petani responden, yang sudah bergabung 5
– 10 tahun sebanyak 1 orang atau 8,3 persen, dan yang lebih dari 10 tahun sebanyak 5 orang atau 41,7 persen. Sebagian besar alasan petani
responden bergabung dengan kelompok tani adalah dapat membantu pemasaran paprika, permodalan, dan persediaan input produksi.
Peranan kelompok tani yang dirasakan oleh petani responden adalah terbantu dalam hal pemasaran paprika, ketersediaan modal dan input produksi,
penyedia lapangan kerja bagi masyarakat sekitar, tempat pembelajaran atau sharing mengenai pembudidayaan paprika hidroponik dan memberikan
penyuluhan-penyuluhan kepada anggota.
5.3.4. Jumlah dan Luas Greenhouse yang Dimiliki