81
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1. Sumber-sumber Risiko Produksi Paprika Hidroponik
Salah satu kendala yang dihadapi anggota kelompok tani paprika “Dewa
Family” dalam menjalankan usahatani paprika hidroponik adalah risiko produksi. Risiko produksi menyebabkan rata-rata produksi dan produktivitas paprika
hidroponik yang dihasilkan selama empat periode tanam 2008 – 2011
mengalami fluktuasi, dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 . Rata-rata Jumlah Produksi dan Produktivitas Paprika Hidroponik di
Kelompok Tani Paprika “Dewa Family” Tahun 2008 – 2011
Periode Produksi Kg
Produktivitas Kgm
2
2008 10.253,86
7,588 2009
10.631,12 7,813
2010 7.757,54
6,253 2011
7.271,89 6,584
Tabel 7 menunjukkan bahwa perkembangan jumlah produksi dan produktivitas paprika hidroponik yang dilakukan petani responden selama empat
periode 2008 – 2011 mengalami fluktuasi dan cenderung menurun. Produksi
tertinggi diperoleh pada tahun 2009 sebesar 10.631,12 kilogram dan menurun sebesar 19,76 persen pada tahun 2010. Hal tersebut terjadi dikarenakan perubahan
kondisi cuaca yang ekstrim pada tahun 2010, dimana cuaca yang buruk menyebabkan semakin maraknya serangan virus dan hama pada tanaman paprika
sehingga berdampak pada penurunan hasil produksi
11
. Dari produktivitas aktual yang dihasilkan dari masing-masing greenhouse
selama tahun 2008 hingga 2011 Lampiran 10, terlihat adanya variasi hasil satu sama lain. Produktivitas terendah mencapai 0,54 kilogram per m
2
sedangkan produktivitas tertingginya mencapai 11,99 kilogram per m
2
. Sementara produktivitas rata-rata paprika hidroponik yang mampu dicapai petani anggota
pada 2011 adalah sebesar 6,58 kilogram per m
2
. Jika dibandingkan dengan penelitian di Balai Penelitian Sayuran Lembang dalam Gunadi et al. 2006 yang
menyebutkan produktivitas optimal tanaman paprika dapat menghasilkan 8 – 9
kilogram per m
2
, produkivitas rata-rata yang dihasilkan tersebut masih dibawah produktivitas potensialnya. Perbedaan tingkat produktivitas tersebut salah satunya
11
Rachmat, Yanto. op.cit. Hlm 5
82
diakibatkan oleh sumber-sumber risiko produksi yang berada diluar kemampuan petani faktor eksternal, dimana diasumsikan input produksi yang digunakan
sama untuk setiap periode produksinya ceteris paribus. Tidak hanya dipengaruhi oleh kondisi cuaca dan iklim, melainkan banyak
sumber yang dapat menyebabkan risiko produksi paprika hidroponik. Menurut Adiyoga et al. 2006 terdapat beberapa faktor yang menjadi kendala produksi
paprika hidroponik antara lain hama dan penyakit, kualitas bangunan rumah plastik greenhouse, kebutuhan modal yang besar, ketersediaan tenaga kerja yang
terampil, ketersediaan nutrisi dan pestisida, ketersediaan air atau pengairan, ketersediaan media dan sarana, fluktuasi harga jual paprika, dan ketersediaan
informasi teknis. Sedangkan berdasarkan hasil wawancara, faktor-faktor yang menyebabkan risiko produksi selama kegiatan usahatani paprika hidroponik
berlangsung menurut petani responden yaitu: 1
Serangan Hama dan Penyakit Serangan hama dan penyakit sangat berpengaruh pada hasil produksi
paprika. Seluruh petani responden 100 menyebutkan bahwa serangan hama dan penyakit menjadi penyebab risiko dalam pembudidayaan paprika
hidroponik. Kondisi tersebut disebabkan karakteristik tanaman paprika yang rentan terhadap serangan hama dan penyakit. Sehingga mengakibatkan
paprika yang dihasilkan tidak seperti yang diharapkan. Berdasarkan hasil wawancara, hama yang sering menyerang tanaman paprika adalah thrips,
tungau, ulat grayak, dan aphids. Sementara penyakit yang sering menyerang disebabkan oleh jamur yaitu busuk akar atau layu fusarium, tepung daun atau
buluk daun powdery mildew, bercak daun serkospora, dan virus. Hama dan penyakit tersebut dapat menyerang mulai dari penyemaian hingga tanaman
dewasa. Berdasarkan kondisi lapang, hama thrips merupakan hama yang paling
merugikan. Penurunan produksi yang paling tinggi yaitu ketika tanaman paprika diserang hama thrips pada saat musim kemarau, dengan kemungkinan
kehilangan hasil mencapai sekitar 25 persen. Hama thrips akan selalu muncul walaupun sudah disemprot dengan insektisida secara rutin yaitu seminggu
sekali. Sementara kemungkinan kehilangan hasil yang disebabkan oleh
83
tungau, aphids, atau hama lainnya hanya sebesar 5 persen Deden Wahyu, komuikasi pribadi. Walaupun tetap hidup, tanaman yang terserang hama tidak
banyak memberikan hasil. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Adiyoga et al. 2006 dan Prabaningrum dan Moekasan 2007 bahwa hama thrips
merupakan hama yang paling merugiikan, tidak hanya di Indonesia bahkan di beberapa negara seperti Thailand, Taiwan, Jepang, Amerika, dan Inggris.
Kemunculan hama thrips ini dapat juga disebabkan oleh kondisi cuaca dan iklim yang terjadi, baik pada musim hujan maupun kemarau, kurang
optimalnya proses strerilisasi, dan orang dari luar lingkungan greenhouse pun dapat menjadi mediator penyebaran hama. Menurut petani kehilangan hasil
panen paprika akibat serangan hama thrips tidak hanya berdampak pada bobot dan kuantitas buah, tetapi juga pada kualitas buah. Gejala serangan hama
thrips pada tanaman paprika yang ditemukan di lapang ditandai dengan daun berkerut dan mengecil, serta ukuran buah tidak berkembang atau kerdil. Selain
itu, tanaman yang terkena hama thrips akan menghasilkan buah yang cacat yaitu terdapat bercak-bercak coklat di permukaan buah. Jika pemasaran
dengan tujuan ekspor, paprika tersebut tidak akan diterima. Dengan demikian, kesempatan untuk memperoleh kualitas buah yang bagus semakin berkurang.
Untuk penyakit yang sering menyerang tanaman paprika adalah layu fusarium atau busuk akar. Penyakit ini sering menyerang ketika musim hujan
dikarenakan suhu di dalam greenhouse menjadi lembap sehingga banyak tanaman yang mati atau busuk. Kemungkinan kehilangan hasil yang terjadi
sekitar 25 – 30 persen, sementara yang disebabkan oleh penyakit tepung daun
dan bercak daun akan kehilangan hasil sebesar 1 persen. Hal tersebut dikarenakan penyakit tepung daun dan bercak daun tidak begitu sering terjadi
dan mudah untuk dikendalikan Deden Wahyu, komunikasi pribadi. 2
Kondisi Cuaca dan Iklim Cuaca merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi
pertumbuhan dan produktivitas sayuran khususnya pada tanaman paprika. Sebanyak 58,33 persen petani responden mengatakan kondisi cuaca dan iklim
menjadi penyebab risiko produksi selanjutnya. Walaupun pembudidayaan tanaman paprika dilakukan di bawah naungan greenhouse, cuaca juga masih
84
dapat mempengaruhi pertumbuhan. Hal ini dikarenakan struktur bangunan greenhouse yang digunakan para petani masih sederhana yaitu terbuat dari
bambu dan tidak menggunakan alat-alat yang dapat mengatur suhu di dalam greenhouse. Sehingga suhu dan temperatur di dalam greenhouse dipengaruhi
oleh cuaca yang terjadi. Menurut Gunadi et al. 2006 struktur bangunan greenhouse yang banyak digunakan petani tidak dirancang secara spesifik
untuk kondisi tropis di Indonesia, berbeda dengan yang terdapat di Belanda dimana faktor cuaca di dalam rumah kaca greenhouse seperti temperatur,
kelembapan, cahaya, dan kadar CO
2
dapat terkontrol dengan baik. Berdasarkan kondisi di lapang bahwa tanaman paprika akan menghasilkan
paprika yang lebih bagus ketika musim kemarau atau cuaca panas daripada saat musim hujan. Hal ini dikarenakan tanaman paprika mendapat cahaya
matahari yang cukup sehingga meningkatkan hasil produksi. Namun, hama thrips justru lebih banyak pada saat musim kemarau bahkan dapat
mengakibatkan gagal panen. Pengaruh perbedaan cuaca dan iklim yang terjadi pada usahatani paprika dapat dilihat pada Tabel 8, dimana produktivitas
tertinggi terjadi pada tahun 2009 sebesar 7,813 kilogram per m
2
dan menurun sebesar 19,97 persen pada tahun 2010 menjadi 6,253 kilogram per m
2
. Sedangkan pada musim hujan, hasil panen yang diperoleh kurang bagus. Hal
ini dikarenakan pada musim hujan, tanaman paprika kekurangan cahaya dan suhu di dalam greenhouse lembap sehingga menghambat proses penguapan
yang menyebabkan tanaman cepat mati dan busuk. Namun, hama thrips menjadi lebih sedikit dibandingkan pada musim kemarau. Kemungkinan
kehilangan hasil sebesar 5 – 10 persen ketika musim hujan dan 20 persen
ketika musim kemarau komunikasi pribadi, Deden Wahyu. Seperti yang dikemukakan oleh Sunjaya 1970 dalam Prabaningrum dan
Moekasan 2007 bahwa pada musim hujan kehilangan hasil panen dapat mencapai 25 persen, sedangkan pada musim kemarau mencapai 25
– 55 persen. Hal ini dikarenakan terjadinya peningkatan populasi thrips, dimana
kelembapan yang rendah dan suhu yang tinggi pada musim kemarau cocok bagi hama thrips sehingga perkembangbiakannya lebih cepat. Namun, kondisi
hujan yang berlebihan dapat menyebabkan kelayuan pada tanaman dan
85
kerontokan buah dan bunga, mengingat tanaman paprika rentan terhadap curah hujan yang berlebihan. Curah hujan yang dibutuhkan tanaman paprika
antara 600 – 1.250 milimeter per tahun Hartati 2006.
3 Penggunaan input atau faktor produksi
Sebagian petani responden 50 mengatakan bahwa penggunaan input juga dapat mempengaruhi risiko produksi paprika, antara lain benih,
pemberian nutrisi, kelalaian tenaga kerja, dan insektisida. Menurut petani, penggunaan benih yang murah dengan tujuan untuk mengurangi biaya
produksi akan berdampak pada hasil yang diperoleh atau bahkan mengalami gagal semai ketika penyemaian. Tingkat kegagalan ketika penyemaian
mencapai 5 hingga 10 persen dari jumlah benih yang disemai. Hal ini sudah diestimasi oleh petani sehingga dalam penyemaian biasanya benih dilebihkan
dari jumlah tanaman yang akan ditanam. Input lainnya yang berpengaruh pada produksi paprika hidroponik adalah
nutrisi, pemberian nutrisi harus sesuai dengan dosis yang dianjurkan, sebab jika tidak sesuai akan menyebabkan buah rusak, lembek atau pecah.
Berdasarkan hasil wawancara, pemberian nutrisi masih dilakukan dengan sistem penyiraman manual, sehingga takaran yang diberikan per tanamannya
tidak sama. Selanjutnya, penggunaan tenaga kerja juga perlu diperhatikan dalam
budidaya paprika hidroponik karena pemeliharaan tanaman paprika dibutuhkan keahlian khusus, seperti penyamaian yang harus teliti, penanaman
bibit ke dalam polibag tanam tidak boleh terlalu dalam, dan pemeliharaan yang intensif. Kelalaian, ketidaktelitian, dan kecurangan tenaga kerja human
error dapat menjadi salah satu penyebab timbulnya risiko pada usahatani paprika hidroponik. Kecurangan yang pernah terjadi menurut petani responden
adalah ketidaktepatan waktu dalam penyiraman, pengurangan dosis nutrisi, dan penyemprotan obat-obatan yang tidak teratur. Selain itu, juga ada yang
memetik buah secara asal-asalan dan pencurian obat-obatan. Serta, penggunaan insektisida. Petani seringkali melakukan pencampuran
insektisida untuk mengurangi serangan hama karena penggunaan insektisida secara tunggal dirasa sudah tidak ampuh lagi. Penggunaan yang melebihi dosis
86
akan menyebabkan resitensi thrips terhadap insektisida yang selama ini digunakan dan kandungan residu yang berbahaya jika dikonsumsi. Serta, dapat
meningkatkan biaya produksi namun harga paprika tetap sehingga penerimaan yang diterima oleh petani tidak sesuai dengan harapan. Penggunaan input yang
berpengaruh terhadap jumlah produksi paprika akan dijelaskan dengan fungsi produksi.
6.2. Penilaian Risiko Produksi Paprika Hidroponik