Teori Produksi Kerangka Pemikiran Teoritis

19 III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1. Teori Produksi

Menurut teori ekonomi, produksi atau memproduksi adalah suatu kegiatan untuk menambah kegunaan nilai guna suatu barang. Kegunaan suatu barang akan bertambah bila memberikan manfaat baru atau lebih dari bentuk semula Putong 2010. Dalam proses produksi barang dan jasa dibutuhkan sumber daya berupa alat atau sarana yang disebut dengan faktor-faktor produksi. Faktor-faktor produksi yang dimaksud adalah manusia tenaga kerja, modal uang, sumber daya alam tanah, dan skill teknologi. Bila faktor-faktor produksi tersebut tidak ada, maka tidak ada juga produksi yang dihasilkan Griffin dan Ebert 2003, dan Putong 2010. Dalam pertanian, produksi merupakan perangkat prosedur dan kegiatan yang terjadi dalam penciptaan suatu komoditas berupa kegiatan usahatani maupun usaha lainnya Rahim dan Hastuti 2008. Soekartawi 1994 menyebut faktor produksi dengan sebutan “korbanan produksi”, karena faktor produksi tersebut “dikorbankan” untuk menghasilkan produksi. Faktor-faktor produksi yang digunakan adalah kekayaan sumber daya alam berupa lahan pertanian, sumber daya manusia berupa tenaga kerja, modal yang berbentuk barang bibit, pupuk, dan obat-obatan atau dalam bentuk uang, dan manajemen atau keterampilan skill, serta faktor pendukung seperti iklim dan teknologi Kadarsan 1992, Rahim dan Hastuti 2008, dan Soekartawi et al. 1986. Dapat disimpulkan bahwa produksi komoditas pertanian merupakan hasil proses dari lahan pertanian dengan berbagai pengaruh faktor-faktor produksi. Hubungan teknis antara faktor produksi input dengan hasil produksi output disebut dengan fungsi produksi atau factor relationship. Analisis fungsi produksi adalah analisis yang menjelaskan hubungan sebab-akibat Soekartawi 2002, Rahim dan Hastuti 2008, dan Putong 2010. Dimana variabel Y menggambarkan hasil produksi dan variabel X i adalah masukan i, maka besarnya Y dipengaruhi oleh besarnya X 1 , X 2 , …, X i , X n yang digunakan pada fungsi tersebut. Secara matematis, hubungan tersebut dapat dituliskan seperti: 20 Y = f X 1 , X 2 , …, X i , X n dimana: Y = produksi atau output X 1 , X 2 , ..., X i , X m = faktor produksi atau input Dengan fungsi produksi tersebut, maka hubungan Y dan X dapat diketahui dan sekaligus hubungan X 1 , …, X n , dan X lainnya juga dapat diketahui. Menurut Soekartawi et al. 1986 dan Gujarati 2006a, pemilihan model fungsi produksi sebaiknya relevan dengan analisis ekonomi. Artinya berlaku asumsi tambahan hasil yang semakin berkurang diminishing returns untuk semua variabel X, dimana setiap tambahan unit masukan input akan mengakibatkan proporsi unit tambahan produksi yang semakin kecil dibanding unti tambahan masukan tersebut. Salah satu model fungsi yang biasa digunakan dalam menganalisis usahatani adalah fungsi produksi Cobb-Douglas. Dalam Soekartawi 1994; 1995; dan 2002 fungsi produksi Cobb-Douglas merupakan suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel, dimana variabel yang dijelaskan disebut variabel terikat Y dan variabel yang menjelaskan disebut variabel bebas X. Tiga alasan pokok memilih menggunakan analisis fungsi produksi Cobb-Douglas menurut Soekartawi 2002: 1 Penyelesaian fungis produksi Cobb-Douglas relatif lebih mudah dibandingkan dengan fungsi lain. Fungsi Cobb-Douglas dapt dengan mudah diubah ke dalam bentuk linier. 2 Hasil pendugaan garis melalui fungsi Cobb-Douglas akan menghasilkan koefisien regresi yang sekaligus menunjukkan elastisitas. 3 Besaran elastisitas tersebut juga sekaligus menunjukkan pergerakan skala usaha return to scale atas perubahan faktor-faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi. Untuk menetukan keadaan dari suatu usaha, apakah mengikuti kaidah increasing, constant, atau decresing to scale melalui penjumlahan seluruh koefisien regresi pada model. a Increasing returns to scale, jika a 1 + a 2 1. Artinya, fungsi produksi berada pada kenaikkan hasil yang semakin bertambah. Dimana proporsi penambahan input produksi akan menghasilkan tambahan produksi yang proporsinya lebih besar. 21 b Constant returns to scale, jika a 1 + a 2 = 1. Artinya fungsi produksi berada pada kenaikan hasil yang tetap. Dimana penambahan input produksi akan proporsional dengan penambahan produksi yang diperoleh. c Decreasing returns to scale, jika a 1 + a 2 1. Artinya, fungsi produksi berada pada kenaikan hasil yang semakin berkurang. Dimana proporsi penambahan input produksi melebihi proporsi penambahan produksi. Hubungan antara X dan Y diselesaikan dengan cara regresi, yaitu variasi dari Y akan dipengaruhi oleh variasi dari X. Secara matematis, fungsi Cobb- Douglas dapat dituliskan seperti berikut: Y = a e u Dimana: Y = variabel yang dijelaskan dependent variable X = variabel yang menjelaskan independent variable a , a i = besaran yang akan diduga u = faktor kesalahan disturbance term e = logaritma natural e = 2,718 Dalam persamaan fungsi tersebut terdapat bilangan berpangkat, maka untuk memudahkan pendugaan dilakukan transformasi ke dalam bentuk logaritma natural Ln sehingga menjadi fungsi linier berganda multiple linier. Persamaan fungsi dapat dituliskan kembali menjadi: Ln Y = Ln a + a 1 Ln X 1 + a 2 Ln X 2 + … + a i Ln X i + … + a n Ln X n + u Pada persamaan tersebut terlihat bahwa nilai a 1 dan a 2 tetap walaupun variabel yang terlibat telah dilogaritmakan. Hal ini tejadi karena a 1 dan a 2 pada fungsi Cobb-Douglas sekaligus menunjukkan elastisitas X terhadap Y Soekartawi 2002. Elastisitas produksi Ep merupakan presentase perbandingan hasil produksi atau output sebagai akibat dari presentase perubahan input atau faktor produksi yang digunakan Soekartawi 2002 dan Rahim dan Hastuti 2008. Elastisitas produksi digunakan untuk mengetahui tingkat produksi yang optimum dari pemakaian faktor-faktor produksi, dapat dirumuskan sebagai berikut: Ep = ⁄ Ep = Ep = PM 22 Ep = Dimana: ΔY = perubahan hasil produksi komoditas pertanian ΔX = perubahan penggunaan faktor produksi Y = hasil produksi komoditas pertanian X = jumlah penggunaan faktor produksi ΔYΔX merupakan produk marjinal PM yaitu tambahan produksi yang dihasilkan dari tambahan satu unit input, sementara YX merupakan produk rata- rata PR yaitu produksi per satuan input Soekartawi 2002 dan Rahim dan Hastuti 2008. Fungsi produksi dapat dinyatakan dengan kurva produksi, yaitu kurva yang menggambarkan hubungan fisik faktor produksi input dan hasil produksinya output, dengan asumsi hanya satu faktor produksi yang berubah dan faktor produksi lainnya dianggap tetap ceteris paribus. Selain itu, fungsi produksi juga menggambarkan produk marjinal PM dan produk rata-rata PR. Hubungan input dan output dapat digambarkan seperti yang tercantum pada Gambar 2. Gambar 2 . Hubungan antara Produk Total PT, Produk Marjinal PM, dan Produk Rata-rata PR Sumber: Rahim dan Hastuti 2008 dan Soekartawi 2002 PT Ep1 0Ep1 Ep0 I II III X PMPR PM PR X X 1 X 2 X 3 Y Hasil Produksi Faktor Produksi 23 Berdasarkan Gambar 2 kurva produksi dibagi menjadi tiga daerah, yaitu: 1 Daerah produksi I dengan nilai elastisitas produksi lebih besar dari satu Ep 1. Terjadi saat nilai PM lebih besar dari PR, artinya setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan produksi yang selalu lebih besar dari satu persen. Pada daerah ini belum tercapai keuntungan yang maksimum karena produksi masih dapat ditingkatkan. Sehingga, daerah ini disebut daerah irrasional atau inefisien. 2 Daerah produksi II dengan nilai elastisitas produksi antara nol dan satu 0 Ep 1. Terjadi penurunan PR saat PM mencapai titik nol dan PT sedang menaik mencapai titik maksimum. Hal ini menunjukkan setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan produksi paling tinggi satu persen dan paling rendah nol persen. Pada daerah ini terjadi penambahan hasil produksi yang semakin menurun diminishing returns, hingga pada titik tertentu penggunaan sejumlah input dapat menghasilkan produksi yang optimum. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan input di daerah ini sudah optimal atau nilai produk marjinal sama dengan harga input NPM = P x , sehingga disebut daerah rasional atau efisien. 3 Daerah produksi III dengan nilai elastisitas produksi kurang dari nol Ep 0. Terjadi penurunan PT dan PR saat nilai PM menjadi negatif, artinya setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan menyebabkan penurunan jumlah produksi. Daerah ini mencerminkan penggunaan faktor produksi sudah tidak lagi efisien dan akan merugikan petani, sehingga daerah ini disebut daerah irrasional. Soekartawi 2002 menyatakan ada beberapa hal yang menyebabkan petani sulit untuk mencapai tingkat produksi yang optimum, yaitu: 1 Petani tidak atau belum memahami prinsip hubungan input dan ouput. Dimana petani menggunakan input yang berlebihan, sehingga produksi optimum tercapai pada saat input sudah terlalu banyak diberikan. Akibatnya, jumlah keuntungan yang diterima menjadi lebih sedikit. 2 Petani sering dihadapi pada faktor risiko yang tinggi, sehingga produksi optimum tidak dapat dicapai. Misalnya, serangan hama dan penyakit atau 24 adanya iklim dan cuaca yang tidak menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman. 3 Petani sering dihadapkan oleh pada faktor ketidakpastian dengan harga di masa yang akan datang, sehingga pada saat panen harga produk menjadi rendah dan akhirnya keuntungan menjadi kecil. 4 Keterbatasan petani dalam menyediakan input diikuti dengan kurangnya keterampilan petani dalam berusahatani. Hal ini menyebabkan rendahnya produksi yang diperoleh, sehingga keuntungan yang diperoleh juga semakin berkurang.

3.1.2. Konsep Risiko