Penilaian Risiko Produksi Paprika Hidroponik

86 akan menyebabkan resitensi thrips terhadap insektisida yang selama ini digunakan dan kandungan residu yang berbahaya jika dikonsumsi. Serta, dapat meningkatkan biaya produksi namun harga paprika tetap sehingga penerimaan yang diterima oleh petani tidak sesuai dengan harapan. Penggunaan input yang berpengaruh terhadap jumlah produksi paprika akan dijelaskan dengan fungsi produksi.

6.2. Penilaian Risiko Produksi Paprika Hidroponik

Seperti yang telah dijelaskan, usahatani paprika hidroponik merupakan jenis usaha yang berisiko. Petaniseringkali dihadapkan pada suatu kondisi yang tidak pasti, karena dapat merugikan dan juga menguntungkan. Kondisi tersebut dapat terjadi kapan saja. Tingkat risiko produksi yang dihadapi anggota kelompok tani paprika “Dewa Family” dapat diketahui dengan melakukan penilaian risiko produksi berdasarkan produktivitas. Produktivitas diperoleh dari rasio antara jumlah total produksi paprika hijau, merah, dan kuning dari masing-masing greenhouse selama satu periode tanam dengan luasan lahan yang digunakan. Penggunaan input produksi yang digunakan dari masing-masing greenhouse selama empat periode diasumsikan sama ceteris paribus. Langkah awal yang dilakukan adalah mengukur peluang. Pengukuran peluang diperoleh dari frekuensi kejadian dibagi dengan total kegiatan produksi yang berlangsung. Data produktivitas yang digunakan untuk analisis risiko produksi adalah data produksi paprika hidroponik dari 38 unit greenhouse selama empat periode tanam 2008 – 2011, dimana terdapat 93 kali kejadian atau kegiatan produksi. Dari data historis yang diperoleh tersebut, digunakan untuk menetukan besarnya nilai peluang. Karena waktu tanam dan produktivitas paprika hidroponik yang dihasilkan bervariasi dan sulit untuk dinilai mana peluang yang lebih tinggi atau rendah, maka peluang dari setiap kejadian diasumsikan sama yaitu sebesar 0,0108. Nilai peluang tersebut dihitung dengan cara satu dibagi dengan total kegiatan produksi 93 kejadian. Nilai peluang yang telah diketahui kemudian digunakan untuk mencari nilai produktivitas yang diharapkan expected return. Nilai harapan atau expected return merupakan perolehan produksi atau pengembalian yang diperkirakan akan didapatkan kembali dari kegiatan usaha setelah memperhitungkan risiko yang ada. 87 Expected return dapat dihitung dengan mengalikan jumlah total produktivitas dengan peluang, namun perhitungan expected return pada peluang yang sama adalah mengalikan peluang dengan total produktivitas selama kegiatan produksi berlangsung. Sehingga diperoleh nilai produktivitas yang diharapkan adalah sebesar 6,874 Lampiran 10. Nilai tersebut menunjukkan bahwa kegiatan usahatani paprika hidroponik yang dilakukan petani responden memberi harapan perolehan hasil produksi sebanyak 6,874 kilogram per m 2 , dengan memperhitungkan risiko yang dihadapi selama kegiatan usahatani. Pengukuran seberapa besar risiko yang dihadapi petani dalam menjalankan budidaya paprika hidroponik dapat dilakukan dengan mengukur nilai penyimpangan yang terjadi menggunakan metode variance, standard deviation, dan coefficient variation berdasarkan tingkat produktivitas. Secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 9. Risiko dalam penelitian ini difokuskan pada kegiatan spesialisasi komoditas paprika, penilaian risiko dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Penilaian Risiko Produksi Paprika Hidroponik di Kelompok Tani Paprika “Dewa Family” Berdasarkan Produktivitas No Ukuran Nilai 1 Variance 5,2034 2 Standard Deviation 2,2811 3 Coefficient Variation 0,3318 Penilaian risiko berdasarkan produktivitas diperoleh dari nilai variance yang berbanding lurus dengan nilai standard deviation. Artinya, semakin tinggi nilai variance maka semakin tinggi pula nilai standard deviation yang diperoleh, sehingga semakin tinggi penyimpangan yang terjadi maka semakin tinggi pula risiko yang dihadapi petani. Berdasarkan Tabel 8 perolehan nilai variance dan standard deviation berdasarkan produktivitas adalah sebesar 5,203 dan 2,281. Hasil yang didapat dari nilai varians dan standar deviasi tersebut merupakan ukuran absolut dan tidak mempertimbangkan return produktivitas atau pendapatan yang diharapkan. Lebih efektif mengukur seberapa besar tingkat risiko yang dihadapi pelaku usaha dengan melihat nilai koefisien variasi coefficient variation, karena dalam perhitungannya sudah mempertimbangkan risiko yang dihadapi untuk setiap return yang diperoleh. Nilai koefisien variasi yang diperoleh pada Tabel 8 adalah 88 sebesar 0,332. Artinya, setiap satu kilogram hasil yang diperoleh petani responden dari kegiatan budidaya paprika hidroponik akan menghadapi risiko sebesar 0,322 kilogram, pada saat terjadinya risiko produksi. Hal ini menunjukkan semakin besar nilai koefisien variasi maka risiko yang dihadapi petani juga semakin besar. Berdasarkan informasi di lapang, tanaman paprika hidroponik sangat rendah terhadap kondisi cuaca dan serangan hama penyakit. Kondisi cuaca yang tidak pasti mengakibatkan produktivitas tanaman paprika bervariasi. Ketika musim kemarau, kemungkinan tingkat kegagalan yang dihadapi petani mencapai 20 – 25 persen karena banyak tanaman yang jelek atau mati yang diakibatkan oleh serangan hama thrips. Dimana hama thrips lebih banyak ketika musim kemarau dibandingkan saat musim hujan. Pengendalian yang dilakukan oleh para petani adalah dengan menyemprotkan insektisida, namun hama thrips tetap saja muncul. Berbeda dengan hama lainnya seperti tungau, ulat grayak, dan aphids yang cukup dengan sekali penyemprotan insektisida. Menurut petani, hal ini dikarenakan hama thrips lebih dominan menyerang tanaman paprika dibanding hama lainnya. Sedangkan ketika musim hujan, kemungkinan tingkat kegagalan yang dihadapi petani sekitar 10 – 30 persen karena banyak tanaman yang busuk yang disebabkan oleh penyakit busuk akar atau layu fusarium. Menurut petani, pada saat musim hujan tidak ada sinar matahari yang cukup sehingga menyebabkan tanaman paprika di dalam greenhouse mati atau busuk. Pengendalian dengan menyemprotkan fungisida tidak terlalu berpengaruh dan dapat menular ke tanaman lainnya, yang akhirnya banyak tanaman yang mati. Berbeda dengan kemunculan penyakit lainnya seperti tepung daun dan bercak daun yang tidak dipengaruhi oleh cuaca. Sehingga cukup dengan sekali penyemprotan fungsida dapat sembuh atau hilang. Adanya risiko atau ketidakpastian yang dihadapi petani responden dalam melalukan usahatani paprika hidroponik dapat menimbulkan kerugian. Kerugian tersebut akan berpengaruh pada kualitas dan kuantitas yang tidak sesuai harapan. Produktivitas yang berfluktuasi mengakibatkan pendapatan yang diperoleh berfluktuasi, dapat dilihat pada Lampiran 11. Pendapatan merupakan pengurangan penerimaan dengan biaya total yang dikeluarkan, dengan asumsi biaya yang dikeluarkan setiap periode tanam adalah sama. Berdasarkan analisis pendapatan, 89 total biaya usahatani yang dikeluarkan petani untuk memproduksi paprika hidroponik adalah sebesar Rp 60.290.108,70 dalam satu periode tanam dengan luasan greenhouse 1.000 m 2 Tabel 6. Berdasarkan Lampiran 11, pendapatan tertinggi mencapai Rp 180.627.169,64 sementara pendapatan terendah mencapai - Rp 102.053.730,67. Nilai negatif tersebut diperoleh karena salah satu greenhouse yang dimiliki kelompok tani mengalami gagal panen saat tanaman berumur dua bulan setelah tanam yang disebabkan oleh serangan hama dan virus, sehingga tanaman harus ditebang habis Deden Wahyu, komunikasi pribadi. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa usahatani paprika hidroponik yang dilakukan petani responden mengandung risiko. Hal ini sebanding dengan perolehan pengembalian yang diharapkan expected return dari kegiatan usahatani paprika hidroponik secara aktual, yaitu sebesar Rp 49.491.654,89 dengan rata-rata luasan greenhouse 1.093,32 m 2 , atau sebesar Rp 45.267.309,56 untuk luasan 1.000 m 2 Lampiran 11. Sementara pendapatan atas biaya total yang diperoleh dari usahatani paprika selama satu periode tanam dengan luasan 1.000 m 2 adalah sebesar 35.067.498,82 Tabel 6. Tingkat risiko produksi yang dihadapi anggota kelompok tani paprika “Dewa Family” lebih tinggi dibandingkan dengan risiko produksi yang dihadapi oleh PT. Kusuma Satria Dinasari Wisatajaya Batu, Malang Setyarini 2011 dalam mengusahakan paprika hidroponik. Berdasarkan analisis risiko produksi yang dilakukan Setyarini 2011, menunjukkan tingkat risiko paprika sebesar 0,15 atau 15 persen dari nilai produktivitas yang diperoleh. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan jumlah dan luas greenhouse yang diusahakan, dimana kelompok tani p aprika “Dewa Family” memiliki 38 unit greenhouse untuk membudidayakan paprika dengan total luasan mencapai 51.386 m 2 . Sedangkan, pada PT. Kusuma Satria Dinasari Wisatajaya Batu, Malang hanya melakukan usaha paprika pada lima unit greenhouse dengan total luasan 3.107 m 2 . Sehingga kemungkinan terjadinya risiko di masing-masing greenhouse yang dimiliki kelompok tani paprika “Dewa Family” akan lebih besar dibandingkan dengan PT. Kusuma Satria Dinasari Wisatajaya Batu, Malang. Selain itu, PT. Kusuma Satria Dinasari Wisatajaya Batu, Malang sudah berbentuk perusahaan sehingga manajemen atau pengelolaannya lebih baik dan terkontrol. 90 Namun, jika dibandingkan dengan penelitian risiko cabai lainnya yang ditanam secara konvensional atau dilahan terbuka, tingkat risiko yag dihadapi anggota kelompok tani paprika “Dewa Family” jauh lebih rendah. Dari hasil penelitian Mandasari 2012 mengenai risiko cabai merah di Desa Perbawati Sukabumi, tingkat risiko yang dihadapi petani sebesar 0,629 atau 62,9 persen dari nilai produktivitas yang diperoleh. Perbedaan cara berbudidaya sangat mempengaruhi hasil produksi yang diperoleh. Dimana para petani di Desa Perbawati Sukabumi dalam melakukan budidaya cabai merah di lahan terbuka sangat dipengaruhi oleh kondisi cuaca dan iklim karena tidak ada naungan untuk melindungi tanamannya. Sehingga tingkat risikonya jauh lebih besar dibandingkan dengan budiaya paprika yang sudah dilakukan di dalam greenhouse yang lebih aman terhadap terpaan sinar matahari dan air hujan.

6.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Paprika Hidroponik di