PENENTUAN TITIK MAKSIMUM SUBSTITUSI

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. PEMBUATAN TEPUNG UBI JALAR

Pembuatan tepung ubi jalar dalam penelitian ini dilakukan sebanyak empat kali. Tepung ubi jalar yang dihasilkan digunakan sebagai bahan baku pembuatan kukis pada tahap optimasi formula dan proses. Rincian data masing-masing pembuatan tepung ubi jalar tersebut ditunjukkan pada Tabel 7. Pada Tabel 7 terlihat bahwa rendemen tepung yang dihasilkan dengan basis bobot ubi sebelum dikupas cukup rendah yaitu 5.96-8.34. Rendemen pada pembuatan ke-1 dan ke-2 lebih kecil dari rendemen pada pembuatan ke-3 dan ke-4. Kecilnya rendemen tersebut terjadi karena kehilangan bobot saat proses pembuatan tepung ke-1 dan ke-2 lebih besar dari kehilangan bobot pada pembuatan tepung ke-3 dan ke-4. Kehilangan bobot tersebut terjadi saat pengupasan, pengeringan, dan pengayakan. Kehilangan bobot yang tinggi pada pengupasan dapat disebabkan oleh lamanya pengupasan dengan peeler yang terlalu lama sehingga banyak kulit dan daging ubi yang ikut terbuang. Selain itu, kehilangan bobot pada proses pengupasan juga dapat disebabkan oleh banyaknya bagian ubi yang harus dibuang karena rusak saat penyimpanan. Kehilangan bobot saat pengeringan disebabkan oleh kandungan air ubi yang tinggi pada ubi jalar. Menurut Hanafi 1999, kadar air ubi jalar sebesar 60.32-76.19. Sebagian air pada ubi jalar tersebut hilang saat proses pengeringan ubi sawut. Ubi sawut mengalami penurunan bobot hingga 77-78 akibat proses pengeringan. Kehilangan bobot saat pengayakan disebabkan oleh tepung hasil penggilingan dengan disk mill masih kasar sehingga banyak yang tidak lolos ayakan 100 mesh dan tidak dapat digiling kembali sehingga dibuang. Tabel 7. Data pembuatan tepung ubi jalar Bahan Pembuatan ke- 1 2 3 4 Ubi belum dikupas kg 105.480 76.323 151.921 54.980 Ubi kupas kg 83.473 48.208 121.929 42.028 Ubi sawut kg 76.518 56.428 121.820 41.570 Ubi kering kg 17.710 12.870 28.575 9.180 Total tepung kg 16.215 10.455 26.540 5.590 Tepung 100 mesh kg 6.290 4.285 13.520 4.585 Rendemen 5.96 5.61 8.90 8.34

4.2. PENENTUAN TITIK MAKSIMUM SUBSTITUSI

Titik maksimum substitusi tepung pada penelitian ini merupakan suatu tingkat substitusi dimana bahan pensubstitusi tepung jagung atau tepung ubi jalar masih dapat mensubstitusi tepung terigu dengan karakteristik kukis overall, rasa, warna, aroma, dan tekstur yang masih disukai konsumen panelis. Penentuan titik maksimum ini dilakukan untuk mendapatkan titik maksimum substitusi yang akan dijadikan input atau masukan awal pada tahap selanjutnya, yaitu tahap optimasi formula. Penentuan titik maksimum ini dilakukan pada masing-masing tepung pensubstitusi tepung jagung dan tepung ubi jalar dengan uji rating hedonik. Score sheet uji tersebut ditunjukkan pada 22 Lampiran 1. Tingkat substitusi yang diujikan adalah 50, 60, 70, 80, 90, dan 100 untuk masing-masing tepung. Respon sensori yang diujikan adalah overall, rasa, warna, aroma, dan tekstur. Hasil penilaian atribut sensori kukis untuk masing-masing tepung pensubtitusi pada masing- masing tingkat substitusi 50, 60, 70, 80, 90, dan 100 ditunjukkan pada Gambar 8 dan 9. Gambar kukis hasil substitusi ditunjukkan pada Lampiran 2. Rekapitusi data penilaian organoleptik tersebut ditunjukkan pada Lampiran 3 dan 4. Kedua gambar tersebut Gambar 8 dan 9 menunjukkan bahwa kukis yang disubstitusi dengan tepung jagung lebih disukai panelis daripada kukis yang disubstitusi oleh tepung ubi jalar. Hal ini terlihat dari nilai kesukaan untuk semua respon sensori kukis yang disubstitusi dengan tepung jagung lebih tinggi dari nilai respon sensori kukis yang disubstitusi dengan tepung ubi jalar. Hasil penilaian sensori tersebut kemudian dideskripsikan dan dianalisis ragamnya dengan uji ANOVA yang dilanjutkan dengan uji Duncan dengan software SPSS 16.0. Analisis ini dilakukan untuk melihat apakah score masing-masing respon berbeda nyata atau tidak pada taraf signifikansi α 5. Gambar 8. Score penilaian sensori kukis substitusi dengan tepung jagung Gambar 9. Score penilaian sensori kukis substitusi dengan tepung ubi jalar 5 5,5 6 6,5 7 7,5 8 40 50 60 70 80 90 100 S core ra ta an pe neri m aa n pane li s Tingkat substitusi terigu oleh tepung jagung Overall rasa warna aroma Tekstur 4 4,5 5 5,5 6 6,5 7 7,5 8 40 50 60 70 80 90 100 S core ra ta an penerim aa n pane li s Tingkat substitusi terigu oleh tepung ubi Overall Rasa Warna Aroma Tekstur 23 Nilai respon kesukaan hasil uji organoleptik kemudian dideskripsikan dengan menggunakan acuan Labelled Affective Magnitude LAM scale Kemp dkk 2009. Skala tersebut ditunjukkan pada Gambar 10. Nilai yang diperoleh dari uji organoleptik Tabel 8 dikalikan dengan 10 untuk mendapatkan kisaran nilai yang sama dengan kisaran nilai Labelled Affective Magnitude LAM scale yaitu 0-100. Deskripsi kesukaannya disesuaikan dengan deskripsi yang ada pada skala tersebut. Hasil pencocokan nilai dengan skala LAM menunjukkan bahwa nilai kesukaan panelis terhadap respon aroma baik pada kukis yang disubstitusi dengan tepung jagung maupun tepung ubi jalar berada dalam kelompok like slightly dan like moderately. Nilai kesukaan panelis terhadap respon rasa pada kukis yang disubstitusi dengan tepung ubi jalar berada dalam rentang neither like or dislike dan like moderately sedangkan nilai kesukaan panelis terhadap respon rasa pada kukis yang disubstitusi dengan tepung jagung berada dalam rentang like slightly dan like very much. Nilai kesukaan panelis terhadap respon warna pada kukis yang disubstitusi dengan tepung ubi jalar berada dalam rentang kesukaan dislike slightly dan like moderately sedangkan kukis yang disubstitusi dengan tepung jagung berada pada rentang kesukaan like moderately dan like very much. Nilai kesukaan panelis terhadap respon tekstur baik pada cookies yang disubstitusi dengan tepung jagung maupun tepung ubi jalar berada dalam kelompok like slightly dan like moderately. Nilai kesukaan panelis terhadap respon overall kukis yang disubstitusi dengan tepung ubi berada dalam rentang kesukaan like slightly dan like moderately . Nilai kesukaan panelis terhadap respon overall kukis yang disubstitusi dengan tepung jagung berada pada rentang kesukaan like slightly dan like moderatly. Hasil ringkasan analisis ragam dengan menggunakan software SPSS 16.0 ditunjukkan pada Tabel 8. Hasil analisis ragam tersebut menunjukkan bahwa masing-masing score respon sensori untuk masing-masing tepung tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 5 yang berarti perbedaan tingkat substitusi tidak mempengaruhi respon sensori yang menyebabkan perbedaan kesukaan respon sensori secara nyata pada taraf signifikansi 5. Hasil analisis ragamnya secara lengkap ditunjukkan pada Lampiran 5 dan 6. Oleh karena kukis hasil substitusi, baik dengan tepung jagung maupun tepung ubi jalar, pada tingkat substitusi 50, 60, 70, 80, 90, dan 100 tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 5 dan formula dengan tingkat substitusi 100 masih disukai secara organoleptik, maka tingkat substitusi yang dipilih sebagai titik maksimum substitusi untuk masing- masing tepung pensubstitusi adalah tingkat subtitusi 100. Titik maksimum ini selanjutnya digunakan sebagai batasan untuk menentukan titik pada tahap optimasi formula dengan menggunakan peranti lunak Design-Expert 7.0.0 dengan mixture design.

4.3. OPTIMASI FORMULA