30 Contour plot
atau plot kontur yang diperoleh Lampiran 11b menunjukkan bahwa semakin tinggi jumlah tepung ubi yang digunakan dalam pembuatan kukis semakin rendah nilai respon warna.
Kukis yang dihasilkan dari penggunaan tepung ubi yang terlalu banyak akan memiliki warna yang gelap sehingga kurang disukai formula 3 dan 13 pada Lampiran 8. Warna gelap dapat disebabkan
oleh warna tepung ubi awal yang sudah gelap. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, menurut Antarlina 1998 warna gelap pada tepung ubi jalar disebabkan oleh kandungan fenol yang tinggi pada
ubi jalar sehingga pada proses pembuatan pengupasan dan pemotongan terjadi proses pencoklatan enzimatis. Kandungan gula pereduksi pada ubi jalar yang bereaksi dengan asam amino dari bahan
lain seperti telur pada waktu pemanggangan menyebabkan terjadinya reaksi Maillard yang menghasilkan warna yang gelap pada kukis. Selain itu, warna gelap tersebut juga dapat disebabkan
oleh proses karamelisasi akibat adanya pemanasan gula pada suhu tinggi Belitz dkk 2009. Contour plot
atau plot kontur yang diperoleh Lampiran 11b menunjukkan bahwa semakin tinggi jumlah tepung jagung yang digunakan semakin tinggi respon warna kukisnya. Penggunaan
tepung jagung yang tinggi dapat menaikkan tingkat kesukaan terhadap atribut warna hingga batas tertentu seperti yang terlihat pada plot kontur dengan warna daerah merah Lampiran 11b. Oleh
karena itu, daerah optimum yang menghasilkan kukis dengan warna yang disukai adalah daerah yang memiliki formula yang tersusun atas kombinasi tepung jagung yang tinggi dengan tepung terigu dan
tepung ubi jalar yang relatif rendah seperti pada formula 11 dan 16 Tabel 11. Analisis respon optimum juga dapat dilakukan pada grafik tiga dimensinya Gambar 12. Titik M adalah titik dengan
respon tertinggi sedangkan titik yang terendah adalah titik dengan respon terendah. Titik M tersebut kemungkinan titik yang optimum.
Gambar 12. Grafik tiga dimensi respon warna
4.3.3. Respon Rasa
Salah satu atribut sensori adalah rasa. Menurut Meilgaard dkk 1999, rasa atau taste adalah persepsi asin, asam, manis, pahit yang disebabkan oleh substansi terlarut di dalam mulut. Menurut
Kemp dkk 2009, rasa merupakan respon yang melibatkan persepsi dari substansi non-volatil yang ketika larut dalam air, minyak, atau saliva dideteksi oleh reseptor rasa pada taste buds yang terletak
M
31 pada permukaan lidah serta area lain di mulut dan kerongkongan. Sensasi yang dihasilkan dapat
dibagi menjadi lima kualitas rasa yang berbeda yaitu asin, manis, asam, pahit, dan umami. Respon rasa dari formula uji berkisar antara 4.9 dan 7.0 dari skala maksimal 10.0. Respon
yang rendah dimiliki oleh formula kukis dengan proporsi tepung ubi jalar tinggi dan tepung jagung rendah formula 3 pada Tabel 11. Tingginya jumlah tepung ubi menyebabkan rasa ubi pada kukis
yang terlalu terasa dan rasa tersebut relatif kurang disukai. Selain itu, kandungan gula yang tinggi pada ubi juga menyebabkan rasa kukis yang dihasilkan terlalu manis sehingga cenderung kurang
disukai. Menurut Tewe dkk 2003, kandungan total gula pada ubi jalar berkisar 3.68 - 10.40 g100 g basis kering. Kandungan gula pada ubi jalar tersebut lebih tinggi dari jagung yang hanya sekitar 1.9
g100 g Watson 2003. Hal tersebut yang kemungkinan menyebabkan respon kesukaan rasa yang relatif tinggi dimiliki oleh formula kukis dengan proporsi tepung jagung yang lebih besar dari proporsi
tepung ubi formula 16 pada Tabel 11 karena menghasilkan kukis yang tidak terlalu manis sehingga lebih disukai.
Berdasarkan hasil analisis ragam data dengan menggunakan peranti lunak Design Expert 7.0.0 Lampiran 10c, respon rasa memiliki model Reduced Quadratic. Interaksi tepung jagung dan tepung
ubi dimasukkan ke dalam model agar mengurangi nilai residual sehingga meningkatkan nilai F yang pada akhirnya akan probabilitasnya akan signifikan. Nilai probabilitas modelnya adalah 0.0474 yang
menunjukkan modelnya signifikan dan berarti faktor dalam model tersebut mempengaruhi respon rasa secara nyata pada taraf signifikansi 5. Nilai lack of fit model tersebut tidak signifikan dengan nilai
probabilitas sebesar 0.9939 yang berarti model yang diperoleh dapat memodelkan respon rasa dengan baik. Nilai adjusted R-square data respon rasa adalah 0.3389 dan predicted R-square adalah -0.1182.
Nilai predicted R-square yang negatif berarti prediksi respon rasa beragam. Selisih kedua R-square tersebut
lebih dari 0.2 sehingga model not in reasonable agreement dan berarti data respon rasa sangat beragam. Data respon rasa memiliki presisi yang cukup baik dengan nilai Adeq Precision-nya lebih
dari 4 yaitu 5.401. Dengan demikian, secara keseluruhan model yang diperoleh masih dapat memodelkan atribut rasa jika dilihat dari model yang signifikan, lack of fit yang tidak signifikan, dan
presisinya. Persamaan polinomial dari model yang terpilih berdasarkan analisis ragam dengan
menggunakan peranti lunak Design Expert 7.0.0 ditunjukkan pada persamaan 5. Persamaan tersebut menunjukkan bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap respon rasa kukis yang dihasilkan
adalah faktor tepung terigu karena memiliki nilai konstanta yang tinggi yaitu sebesar 0.077684. Faktor tepung jagung memiliki nilai konstanta lebih rendah yaitu sebesar 0.062771. Faktor ubi jalar
juga memiliki efek meningkatkan respon kesukaan tetapi nilai konstanta yang lebih rendah. Interaksi tepung jagung dan tepung ubi juga menaikkan kesukaan terhadap rasa karena memiliki konstanta yang
bernilai positif + yaitu 3.72938E-004. Rasa
= 0.077684x + 0.062771y + 0.049402z + 3.72938E-004yz 5
Keterangan: x= tepung terigu y= tepung jagung
z= tepung ubi Penyebaran data respon rasa ditunjukan oleh grafik Normal Plot of Residual Lampiran 11c,
yaitu grafik antara normal probability dan internally studentized residuals. Normal probability mengindikasikanapakah residu mengikuti distribusi normal atau tidak. Jika grafik menunjukkan
bentuk lurus seperti Lampiran 11c maka residu mengikuti distribusi normal. Residu adalah
32 kesesuaian atau selisih antara data aktual dan prediksi. Internally studentized residuals menunjukkan
standar deviasi yang memisahkan nilai aktual dan prediksi. Residu pada respon rasa mengikuti sebaran normal karena residu pada titik uji untuk respon tersebut berada di dekat garis lurus. Nilai
residu respon rasa berdasarkan analisis ragam adalah sebesar 2.98 dimana 2.58 merupakan pure error yang menunjukkan data antara titik yang direplikasi beragam.
Nilai respon kesukaan rasa dapat dianalisis dengan menggunakan contour plot Lampiran 11c dan grafik tiga dimensi Gambar 13. Masing-masing titik pada contour plot memiliki nilai yang
berbeda-beda tergantung pada letak dan warna daerahnya pada. Semakin biru warna daerah semakin rendah nilai kesukaannya. Semakin merah warna daerah semakin tinggi nilai kesukaannya dan
kemungkinan merupakan daerah titik optimum. Rentang nilai kesukaan rasa fomula uji adalah 4.9- 7.0. Hal ini berarti respon maksimum rasa bernilai 7.0 sedangkan respon minimumnya bernilai 4.9.
Contour plot atau plot kontur yang diperoleh menunjukkan bahwa semakin tinggi jumlah proporsi
tepung ubi yang digunakan dalam pembuatan kukis semakin rendah nilai kesukaan terhadap rasa. Penggunaan tepung ubi yang terlalu banyak akan menyebabkan rasa ubi pada kukis terlalu terasa dan
relatif kurang disukai seperti yang ditunjukkan pada formula 3 pada Tabel 11. Selain itu, kandungan gula yang tinggi pada ubi juga menyebabkan rasa kukis yang dihasilkan terlalu manis sehingga
cenderung kurang disukai. Sebaliknya, penggunaan tepung ubi jalar yang rendah akan menaikkan respon rasa kukis seperti yang terlihat pada plot kontur dengan warna daerah merah Lampiran 11c.
Pada daerah tersebut kemungkinan terdapat titik optimum. Analisis respon rasa dapat dilakukan dengan grafik tiga dimensinya Gambar 13. Titik M lengkung atas adalah titik dengan respon
tertinggi sedangkan titik yang terendah adalah titik dengan respon terendah. Titik M ini kemungkinan menjadi titik optimum.
Gambar 13. Grafik tiga dimensi respon rasa
4.3.4. Respon Aroma