Respon Aroma OPTIMASI FORMULA

32 kesesuaian atau selisih antara data aktual dan prediksi. Internally studentized residuals menunjukkan standar deviasi yang memisahkan nilai aktual dan prediksi. Residu pada respon rasa mengikuti sebaran normal karena residu pada titik uji untuk respon tersebut berada di dekat garis lurus. Nilai residu respon rasa berdasarkan analisis ragam adalah sebesar 2.98 dimana 2.58 merupakan pure error yang menunjukkan data antara titik yang direplikasi beragam. Nilai respon kesukaan rasa dapat dianalisis dengan menggunakan contour plot Lampiran 11c dan grafik tiga dimensi Gambar 13. Masing-masing titik pada contour plot memiliki nilai yang berbeda-beda tergantung pada letak dan warna daerahnya pada. Semakin biru warna daerah semakin rendah nilai kesukaannya. Semakin merah warna daerah semakin tinggi nilai kesukaannya dan kemungkinan merupakan daerah titik optimum. Rentang nilai kesukaan rasa fomula uji adalah 4.9- 7.0. Hal ini berarti respon maksimum rasa bernilai 7.0 sedangkan respon minimumnya bernilai 4.9. Contour plot atau plot kontur yang diperoleh menunjukkan bahwa semakin tinggi jumlah proporsi tepung ubi yang digunakan dalam pembuatan kukis semakin rendah nilai kesukaan terhadap rasa. Penggunaan tepung ubi yang terlalu banyak akan menyebabkan rasa ubi pada kukis terlalu terasa dan relatif kurang disukai seperti yang ditunjukkan pada formula 3 pada Tabel 11. Selain itu, kandungan gula yang tinggi pada ubi juga menyebabkan rasa kukis yang dihasilkan terlalu manis sehingga cenderung kurang disukai. Sebaliknya, penggunaan tepung ubi jalar yang rendah akan menaikkan respon rasa kukis seperti yang terlihat pada plot kontur dengan warna daerah merah Lampiran 11c. Pada daerah tersebut kemungkinan terdapat titik optimum. Analisis respon rasa dapat dilakukan dengan grafik tiga dimensinya Gambar 13. Titik M lengkung atas adalah titik dengan respon tertinggi sedangkan titik yang terendah adalah titik dengan respon terendah. Titik M ini kemungkinan menjadi titik optimum. Gambar 13. Grafik tiga dimensi respon rasa

4.3.4. Respon Aroma

Aroma merupakan odor suatu produk pangan yang dideteksi ketika komponen volatilnya masuk pada rongga nasal dan diterima oleh sistem olvaktori Meilgaard dkk 1999. Jumlah komponen volatil yang keluar dari produk pangan tersebut dipengaruhi oleh suhu dan sifat senyawanya. Selain itu, volatilitas juga dipengaruhi oleh kondisi permukaan. Semakin halus, berporos, dan lembab suatu M 33 permukaan semakin banyak komponen volatil yang dilepaskan. Sebaliknya, semakin kasar, licin, dan kering semakin sedikit komponen volatil yang dilepaskan. Respon aroma dari formula uji berdasarkan uji organoleptik berkisar antara 4.6 dan 6.9 dari skala maksimal 10.0. Respon aroma yang rendah dimiliki oleh formula dengan proporsi tepung ubi jalar yang tinggi dan proporsi tepung jagung yang rendah formula 3 pada Tabel 11. Tingginya jumlah tepung ubi menyebabkan aroma ubi pada kukis yang dihasilkan terlalu tercium dan aroma tersebut relatif kurang disukai. Sebaliknya, respon aroma yang relatif tinggi dimiliki oleh formula dengan proporsi tepung jagung yang lebih besar dari tepung ubi formula 16 pada Tabel 11 karena menghasilkan kukis dengan aroma yang lebih disukai. Menurut studi yang dilakukan oleh Wang dan Kays 2000 terhadap komponen volatil pada ubi jalar panggang Ipomoea batats L. Lam., ada 60 senyawa volatil pada sampel tersebut. Tiga senyawa seperti phenylacetaldehyde, maltol karamel, dan metylgeranate 2,6-octadienoic acid, 3,7-dimethyl-,-methylester sweet candy memiliki nilai flavor dilution tertinggi yaitu sebesar 1500. Senyawa 2-Acetyl furan kentang panggang, 2-pentyl furan floral, 2-acetylpyrrole sweet, karamel, geraniol sweet floral, and β-ionone memiliki nilai flavor dilution 1000. Menurut Wang dan Kays, timbulnya senyawa-senyawa ini kemungkinan disebabkan oleh adanya reaksi Maillard dan atau karamelisasi, degradasi Strecker dari phenylalanine, degradasi karotenoid dan lemak, dan munculnya glycosidically bound terpenes oleh pemanasan. Menurut Belitz dkk 2009, karotenoid merupakan perkusor dari komponen volatil. Degradasi oksidatif karotenoid dapat menghasilkan komponen volatil yang berpengaruh pada aroma yang dihasilkan. Degradasi komponen β-karoten yang terkandung dalam ubi jalar dan jagung akan menghasilkan senyawa β-Ionone yang bersifat volatil. Kandungan β-karoten pada ubi jalar lebih tinggi dari jagung kuning sehingga senyawa β-Ionone yang dihasilkan lebih tinggi pada kukis yang terbuat dari tepung ubi jalar yang tinggi. Hal ini yang diduga menjadi penyebab rendahnya nilai respon aroma pada kukis yang terbuat dari tepung ubi jalar. Berdasarkan hasil analisis ragam yang dilakukan dengan menggunakan peranti lunak Design Expert 7.0.0 Lampiran 10d, respon aroma memiliki model Mean. Nilai probabilitas modelnya adalah tidak ada karena modelnya Mean dimana model tersebut tidak memiliki faktor hanya konstanta saja yang berarti faktor uji tidak berpengaruh terhadap respon aroma pada taraf signifikansi 5. Nilai lack of fit model tersebut tidak signifikan dengan nilai probabilitas sebesar 0.8719 yang berarti modelnya masih dapat memodelkan respon aroma. Nilai adjusted R-square data respon aroma adalah 0.0000 karena modelnya Mean dimana nilai sum square dan df model tidak ada dan berarti data respon aroma tidak beragam. Nilai predicted R-square adalah -0.1378 yang berati data prediksi respon aroma beragam. Walaupun selisih kedua R-square kurang dari 0.2, model ini tidak bisa dikatakan in reasonable agreement karena modelnya Mean. Nilai Adeq Precision-nya dari model tersebut tidak ada. Walaupun begitu, model yang diperoleh dapat memodelkan respon aroma jika dilihat dari lack of fit yang tidak signifikan. Persamaan polinomial dari model yang terpilih berdasarkan analisis ragam dengan menggunakan peranti lunak Design Expert 7.0.0 ditunjukkan pada persamaan 6 berikut. Persamaan tersebut menunjukkan bahwa nilai respon organoleptik aroma ditentukan berdasarkan rataan dengan nilai 6.15893. Hal tersebut berarti tidak ada pengaruh faktor tepung terhadap respon aroma atau seberapa pun proporsi tepung yang digunakan akan menghasilkan nilai respon aroma yang kurang lebih sama yaitu 6.15893. Aroma = 6.15893 6 34 Penyebaran data respon organoleptik aroma ditunjukkan pada grafik Normal Plot of Residual Lampiran 11d, yaitu grafik antara normal probability dan internally studentized residuals. Normal probabilitas mengindikasikan residu mengikuti distribusi normal atau tidak. Jika grafik menunjukkan bentuk lurus seperti pada Lampiran 11d maka residu mengikuti distribusi normal. Residu adalah kesesuaian atau selisih antara data aktual dan prediksi. Internally studentized residuals menunjukkan standar deviasi yang memisahkan nilai aktual dan prediksi. Residu pada respon aroma masih mengikuti sebaran normal karena residu titik uji berada di sekitar garis lurus. Namun, terdapat beberapa data pencilan atau outlier yang terlihat pada grafik tersebyt Lampiran 11d. Nilai residu respon rasa berdasarkan analisis ragam adalah sebesar 6.22 dimana 3.30 merupakan pure error yang menunjukkan data antara titik yang direplikasi beragam. Nilai respon aroma dapat dianalisis melalui contour plot Lampiran 11d dan grafik tiga dimensi Gambar 14. Contour plot Lampiran 11d menunjukkan bahwa masing-masing titik memiliki nilai kesukaan yang sama. Nilai kesukaan yang sama tersebut ditunjukkan pada daerah yang berwarna hijau muda. Hal tersebut menunjukkan bahwa titik optimum belum terlihat karena seluruh daerah memiliki nilai yang sama. Rentang nilai respon aroma fomula yang diuji dari hasil organoleptik dalah 4.6-6.9. Hal ini berarti respon maksimum atribut rasa bernilai 6.9 sedangkan respon minimumnya bernilai 4.6. Walaupun begitu, model yang diperoleh berdasarkan analisis ragam akan menghasilkan nilai respon aroma dengan nilai yang hampir sama dengan nilai rataannya yaitu 6.15893. Hal ini menunjukkan bahwa senyawa volatil hasil pemanggangan β-Ionone yang awalnya diduga menjadi penyebab rendahnya respon aroma kukis tidak terbukti mempengaruhi respon warna kukis secara signifikan pada taraf signifikansi 5. Respon kesukaan terhadap aroma dapat juga dilihat pada grafik tiga dimensinya Gambar 14. Grafik tiga dimensi yang dihasilkan berbentuk lempengan yang mengindikasikan nilai respon di setiap titik di daerah lempengan tersebut sama. Gambar 14. Grafik tiga dimensi respon aroma

4.3.5. Respon Tektur