beta karoten plasma tidak dapat dijadikan indikator penentuan status vitamin A responden. Linder 1992 mengungkapkan bahwa kadar beta karoten pada
serumplasma umumnya menggambarkan konsumsi sehingga nilainya dapat bervariasi pada setiap individu. Hal ini dikarenakan tidak adanya sekresi dari
tempat penyimpanan beta karoten untuk tetap menjaga konsentrasi pada serum tetap konstan seperti pada retinol.
Dari 6 responden yang mengalami penurunan kadar beta karoten, ada 1 responden yang mengalami penurunan drastis, yaitu responden B3. Penelitian
Gadizza 2012 pada responden yang sama juga menunjukkan penurunan kadar retinol plasma hingga kadarnya dibawah batas normal. Hal ini diduga terjadi
akibat adanya inflamasi pada responden tersebut. Dugaan tersebut dibuktikan pula pada penelitian Nursalim 2012 yang menggunakan responden penelitian yang
sama yang menyatakan bahwa responden B3 mengalami peningkatan protein penanda inflamasi CRP.
Dalam hubungan dengan bioavailibilitas dalam tubuh, minyak sawit mentah memiliki bioavailibilitas yang tinggi, karena terdapat dalam bentuk
terlarut dalam minyak dissolved in oil. Menurut Rao 2000, karotenoid pada minyak sawit merah lebih mudah diserap, dengan efisiensi penyerapan sebesar
98, dibandingkan dengan karotenoid pada tanaman lain. Karotenoid pada minyak sawit mentah tidak terikat dalam matriks pangan. Proses pemasakan juga
dapat meningkatkan kemampuan ekstraksi beta karoten dari matriks pangan. Penelitian Rock et al. 1998 menunjukkan konsumsi harian selama 4 minggu
untuk wortel dan bayam yang diolah menghasilkan peningkatan dalam plasma beta karoten pada wanita, dimana jumlah tersebut setara dengan 3 kali jumlah
konsumsi beta-karoten yang sama dari sayuran mentah. Menurut Dimitrov et al. 1988, pemberian beta karoten menghasilkan
berbagai variasi pada kadar plasma darah. Pengamatan serupa dilaporkan oleh Stich et al. 1986 pada kajian yang berhubungan dengan kadar beta karoten
dalam sel mukosa manusia setelah pemberian beta karoten secara oral. Variasi tersebut kemungkinan berkaitan dengan jenis makanan Goodman et al. 1966.
Beta karoten dapat dinonaktifkan oleh mukosa saluran pencernaan atau oleh konstituen makanan, seperti sulfida dan asam, dalam kondisi tertentu
Dimitrov et al. 1988. Untuk mikronutrien yang larut lemak seperti beta karoten, ketiadaan atau kelebihan lemak dapat menghasilkan kadar yang bervariasi.
4.7. Hasil Analisa Malonaldehida
Malonaldehida merupakan produk akhir yang diproduksi selama kerusakan lipid akibat adanya radikal bebas. Malonaldehida menyebar dan
meningkatkan peradangan sel, mempengaruhi permeabilitas pembuluh darah, menyebabkan agregasi platelet sehingga menyebabkan inflamasi dan menurunkan
aktivitas imun Wills 1987. Perhitungan uji malonaldehida plasma didasarkan pada metode
MDA-TBA menggunakan instrument spektrofotometer. Metode ini merupakan metode yang paling banyak digunakan untuk mengukur keberadaan radikal bebas
dan peroksidasi lipid, karena mempunyai kepekaan yang cukup tinggi, mudah diaplikasikan untuk berbagai sampel dan berbagai tahap oksidasi lipid, dan
biayanya cukup terjangkau. Kadar malonaldehida dihitung dari hasil plotting kurva
standar yang
dihitung menggunakan
standar TEP
1,1,3,3 tetraetoksipropana. Persamaan regresi linear yang didapatkan adalah
Y = 0.970x + 0.007.
Tabel 13 Data kurva kalibrasi TEP Kons
nmolml 0,02
0,04 0,06
0,2 0,4
Absorbansi 0,022
0,045 0,068
0,226 0,384
Nilai koefisien relasi r dari persamaan pada Tabel 13 adalah 0,992.Nilai r yang mendekati 1 menunjukkan bahwa kurva tersebut linier dan ada hubungan
antara konsentrasi larutan TEP dengan serapan. Hasil pengukuran terhadap kadar malonaldehida plasma darah terhadap
responden diambil darah menunjukkan penurunan pada sebelum dan sesudah intervensi dengan minyak sawit mentah, yaitu dari 0,482±0,237 nmolml menjadi
0,408±0,19 nmolml. Gambar 12 menunjukkan penurunan kadar malonaldehida terjadi pada 13 responden, dimana rata-rata penurunan sebesar 0,184 nmolml.
Jumlah beta karoten dari MSMn yang dikonsumsi 13 responden tersebut berkisar
antara 1,328 – 6,509 mg beta karotenhari. Sementara itu, ada 2 responden yang
tidak menunjukkan penurunan kadar malonaldehida, yaitu responden D10 dan B2 Gambar 12. Hasil uji statistik menyebutkan bahwa pengukuran tersebut berbeda
nyata pada uji t 10.
Gambar 12 Kadar malonaldehida responden sebelum dan sesudah
konsumsi minyak sawit mentah Penurunan kadar MDA plasma menunjukkan adanya penghambatan oleh
antioksidan di minyak sawit mentah. Penelitian Alias et al. 2002 pada kaum Aborigin di Malaysia menunjukkan penurunan terhadap kadar malonaldehida
setelah konsumsi selama 18 bulan. Kandungan beta karoten diduga mampu menghambat proses peroksidasi lipid yang diinduksi oleh radikal bebas atau
oksigen singlet. Penelitian Bendich dan Olson 1989 menyebutkan bahwa beta karoten menunjukkan efek proteksi membran lipid, LDL Low Density
Lipoprotein dan lipid hati dari oksidasi yang diinduksi oleh radikal bebas karbon tetraklorida. Penelitian lain menunjukkan bahwa kadar MDA plasma juga
menurun pada 40 wanita muda sehat yang berumur 26 tahun setelah mengonsumsi minyak linola nabati yang di dalamnya mengandung alfa dan tokoferol yang
bersifat antioksidan Lemcke 2000. Menurut Bellivelle 1996 dan Lunec 1990 bahwa tinggi rendahnya kadar MDA plasma tergantung pada status antioksidan
dalam tubuh. Hal ini disebabkan karena radikal bebas akan dinetralkan menjadi produk yang lebih stabil. Status antioksidan yang tinggi biasanya diikuti oleh
penurunan kadar MDA plasma Zakaria et al. 1996.
0.2 0.4
0.6 0.8
1
D1 D2
D3 D4
D5 D6
D7 D8
D9 D10
D11 B1
B2 B3
B4 B5
B6 B7
B8 B9
B10 B11
K adar
M D
A n
m olm
l
Responden
Sebelum konsumsi MSM Sesudah konsumsi MSM
Hasil pengamatan Gambar 12 juga menunjukkan ada 7 responden yang mengalami kenaikan malonaldehida pada saat sebelum dan sesudah
mengkonsumsi minyak sawit mentah, dengan rata-rata kenaikan sebesar 0,11 nmoll. Kenaikan tersebut dihubungkan dengan ketidakseimbangan jumlah
asupan antioksidan yang masuk ke tubuh responden dengan stress oksidatif yang diterima responden, sehingga kadar malonaldehida mengalami peningkatan.
Frekuensi konsumsi juga dapat mempengaruhi pengukuran malonaldehida. Hal ini dapat dilihat pada responden B1, B5, dan B8, yang setelah dilakukan wawancara
ternyata pernah beberapa kali tidak mengkonsumsi minyak sawit mentah, dengan alasan lupa atau tidak memasak. Namun demikian, faktor ini belum bisa dijadikan
patokan, mengingat ada pula beberapa responden yang diwawancara pernah tidak mengkonsumsi minyak sawit mentah responden D6, B7, dan B9, tetapi
mengalami penurunan kadar malonaldehida setelah intervensi selama 2 bulan. Karotenoid tertentu yang mempunyai struktur kimia khusus mampu
menetralkan atau memadamkan aktivitas radikal bebas terutama singlet oksigen dengan cara menghamburkan energi ke seluruh molekul karotenoid. Supaya dapat
memadamkan singlet oksigen tersebut, molekul karotenoid harus memiliki sedikitnya 9 ikatan rangkap dengan ikatan tunggal diantara ikatan rangkap.
Susunan tersebut dinamakan conjugated double bond, dimana beta karoten memiliki ikatan tersebut. Energi dari singlet oksigen dipindahkan ke beta karoten
dan dilepaskan ke semua ikatan tunggal dan rangkap, kemudian dilepaskan sebagai panas dan molekul beta karoten akan kembali ke bentuk semula. Pada saat
itu singlet oksigen telah diubah menjadi oksigen normal. Beta karoten tidak rusak oleh pemindahan energi dan mampu mengulangi proses yang sama dengan singlet
oksigen lain Suwandi 1991. Meskipun banyak penelitian yang melaporkan efek penghambatan
karotenoid terhadap produk oksidasi lipid, namun saat ini ada pula beberapa penelitian melaporkan pula efek prooksidan karotenoid antara lain pada kondisi
tekanan oksigen yang tinggi, konsentrasi karotenoid tinggi serta status sel dengan oksidasi kronik. Hal tersebut antara lain dilaporkan Anderson et al. 1993 yang
mana suplementasi β-karoten dengan dosis tinggi meningkatkan peroksidasi lipid
pada hati, ginjal dan otak mencit yang dipapar methyl mercuric choride. Aktivitas