2.8. Malonaldehida
Menurut Bird dan Draper 1984, malonaldehida MDA merupakan produk hasil oksidasi lipid dalam tubuh. Malonaldehida juga merupakan produk
yang dihasilkan oleh radikal bebas melalui reaksi ionisasi di dalam tubuh dan sebagai
produk samping
biosintesis prostaglandin.
Tingginya kadar
malonaldehida dapat dipengaruhi banyak hal, antara lain tingginya kadar peroksidasi lipid dimana malonaldehida sebagai produk akhirnya. Selain itu
dipengaruhi juga oleh terjadinya dekomposisi asam amino, kompleks karbohidrat, pentosa, heksosa, dan biosintesis prostaglandin. Status antioksidan yang tinggi
biasanya diikuti oleh penurunan kadar malonaldehida. Analisa malonaldehida merupakan analisa radikal bebas secara tidak
langsung dan merupakan analisa yang cukup mudah untuk menentukan jumlah radikal bebas yang terbentuk. Analisa radikal bebas secara langsung sangat sulit
dilakukan, karena radikal ini sangat tidak stabil dan cenderung untuk merebut elektron senyawa lain agar lebih stabil. Reaksi ini berlangsung sangat cepat
sehingga pengukurannya sangat sulit bila dalam bentuk senyawa radikal bebas Helliwel dan Gutteridge 1999.
Konsentrasi malonaldehida dalam material biologi telah digunakan secara luas sebagai indikator dari kerusakan oksidatif
pada lemak tak jenuh sekaligus merupakan indikator keberadaan radikal bebas. Menurut Conti et al. 1991, malonaldehida melakukan reaksi
pertambahan nukleofilik nucleophillic addiction reaction dengan asam tiobarbiturat TBA membentuk senyawa MDA-TBA. Senyawa ini berwarna
merah jambu yang dapat diukur intensitas menggunakan spektrofluorometer atau spektrofotometer pada panjang gelombang 532 nm Conti et al. 1991. Inilah yang
merupakan dasar analisis metode dengan metode TBA. Reaksi malonaldehida dengan asam tiobarbiturat dilihat pada Gambar 6.
Pengukuran kadar MDA tubuh dilakukan dengan metode TBA. Dalam penentuan kadar MDA, digunakan 1,1,3,3-tetraetoksipropana TEP sebagai
standar. Senyawa ini menghasilkan malonaldehida melalui hidrolisis asam. Pada suasana asam, TEP terhidrolisis dan menghasilkan hemiasetal dan etanol.
Hemiasetal yang terbentuk kemudian terdekomposisi menjadi etanol dan malonaldehida. Perlakuan pemanasan bertujuan untuk menghidrolisis peroksida
lipid sehingga semua MDA yang terikat dapat dibebaskan dan bereaksi dengan TBA.
Gambar 6 Reaksi malondialdehid dengan asam tiobarbiturat Halliwel dan Gutteridge 1999
Beberapa penelitian yang berhubungan dengan manfaat minyak sawit maupun suplemen karotenoid dan vitamin E terhadap kadar malonaldehida
diantaranya telah dilaporkan. Oluba et al. 2009 menyebutkan bahwa pemberian suplemen minyak sawit secara signifikan menurunkan tingkat peroksidasi lipid
pada hati tikus yang diberi diet 5 kolesterol, dibandingkan dengan tingkat peroksidasi lipid pada hati tikus yang diberi diet 5 kolesterol tanpa minyak
sawit. Alias et al. 2002 juga menyebutkan bahwa konsumsi minyak sawit pada komunitas Aborigin grup Tual Post Treatment di Kuala Lipis, Pahang selama
18 bulan menurunkan kadar peroksidasi lipid MDA secara signifikan dibandingkan grup Sinderut Post Grup Kontrol. Meskipun demikian, ada
penelitian yang menyebutkan bahwa adanya vitamin E maupun beta-karoten dalam minyak sawit bisa jadi tidak menghambat peroksidasi lipid. Hal ini dapat
dilihat dari penelitian Kamsiah et al. 2001 yang menyebutkan bahwa terjadi kenaikan kadar malonaldehida plasma pada tikus percobaan dengan pemberian
minyak sawit merah yang diberi perlakuan panas.
2.9. Enzim Xantin Oksidase
Enzim xantin oksidase EC 1.17.3.2 merupakan suatu kompleks enzim yang terdiri atas 1332 residu asam amino, molibdenum HO
2
SMo, FAD, dan
Fe
2
S
2
sebagai pusat reaksi redoks, dengan bobot molekul sebesar 275 000 Dalton membentuk 2 subunit yang saling setangkup Hart et al. 1970. Xantin oksidase
merupakan enzim yang bereaksi pada akhir proses katabolisme purin, yang mengkatalisis konversi hipoxantin menjadi xantin serta xantin menjadi asam urat
Gambar 7. Dalam kondisi normal, xantin oksidase berada dalam bentuk prekursor,
yaitu xantin dehidrogenase. Pada kondisi iskemia dan hipoksia, xantin dehidrogenase diubah menjadi xantin oksidase mengalami reaksi oksidasi
sulfhidril bersifat reversibel , atau modifikasi proteolitik bersifat ireversibel Zhang et al. 2010. Perubahan enzim tersebut lebih menggunakan oksigen
molekuler daripada NAD
+
sebagai penangkap elektron, sehingga pada proses lebih lanjut akan menyebabkan terjadinya pembentukan anion superoksida dan
hidrogen peroksida Haidari et al. 2009. Hidrogen peroksida lebih lanjut dapat bereaksi dengan ion logam seperti Fe
2+
dalam reaksi Fenton maupun bereaksi dengan O
2-
dan OH
-
dalam reaksi Haber Weiss. Lebih jauh, hasil reaksi tersebut akan menghilangkan keseimbangan antara status antioksidan dan prooksidan
tubuh, sehingga menimbulkan keadaan stres oksidatif Hayden dan Tyagi 2004.
Gambar 7 Pembentukan asam urat oleh xantin oksidase Anonim 1997
Reaksi enzimatik oleh xantin oksidase dianggap sebagai sumber penting dari pembentukan radikal bebas oksigen secara in vivo Chambers et al. 1985;
Landmesser et al. 2002. Enzim ini terlibat dalam pathogenesis cedera reperfusi