Budaya dan Karakteristik Masyarakat Eretan-Wetan

berikan itu ”. Pendidikan kejiwaan untuk merasakan senasib dan sepenanggungan di antara masyarakat dapat menciptakan hubungan yang serasi di antara mereka, yang salah satu cerminannya adalah kesediaannya mengulurkan tangan sebelum diminta oleh yang membutuhkan, atau kesediaan berkorban demi kepentingan orang banyak. Setiap pribadi muslim bertanggung jawab untuk menyucikan jiwa dan harta dirinya, kemudian keluarganya. Dengan memberikan perhatian minimal terhadap pendidikan anak-anak, istri dan keluarga, baik dari segi jasmani maupun rohani, bila memungkinkan dengan menyantuni orang yang membutuhkan, yang tentunya tanggung jawab tersebut mengandung konsekwensi biaya dan pendanaan. Seorang muslim berkewajiban pula menciptakan rasa aman menghadapi masa depan diri dan keluarganya. Firman Allah: “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap kesejahteraannya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar ” QS. Al-Nisa : 9 Dari keluarga, kewajiban beralih kepada seluruh anggota masyarakat, sehingga dikenal adanya kewajiban timbal balik antara pribadi dan masyarakat, serta masyarakat terhadap pribadi. Kewajiban tersebut- sebagaimana halnya setiap kewajiban-melahirkan hak-hak tertentu yang sifatnya adalah keserasian dan keseimbangan di antara keduanya. Islam sebagai agama yang bersifat paripurna, di dalamnya mengajarkan ajaran keseimbangan dan jalan moderasi bagi umat manusia. Islam tidak hanya mengajarkan kesalehan individu tetapi islam juga menuntut kita untuk saleh secara sosial. Banyak dijelaskan dalam al- qur’an maupun sunnah nabi tentang kewajiban-kewajiban sosial kita terhadap sesama, bahkan kita dianggap belum beriman selagi kita belum peduli dengan sesama kita dan mencintai mereka seperti mencintai diri kita sendiri, terlebih pada mereka yang hidup dalam kekurangan. Dalam bahasa yang lebih tegas, al- qur’an mengecap pendusta agama bagi mereka yang tidak mau menyantuni fakir-miskin yang kekurangan juga tidak mau tahu soal keberadaan anak-anak yatim Q.S Al-Maun 1-3. Dalam pelacakan penulis, informasi tertulis tentang lembaga organisasi atau badan zakat di Eretan sangat minim, kalau tidak dikatakan tidak ada sama sekali. Untuk menelusuri informasi tentang keberadaan lembaga amil zakat yang pernah ada di desa Eretan dan usaha-usaha yang pernah dilakukan, penulis berusaha menelusurinya dari pelaku sejarah dan nara sumber yang tahu keberadaannya, sehingga kemungkinan informasi dan tulisan saya tentang masalah ini terbatas sampai masa dari nara sumber atau pelaku sejarah yang masih hidup saat buku ini ditulis. Dalam diskusi penulis dengan salah satu nara sumber yang juga pelaku sejarah, Ustadz Sufyan Tsauri, BA Ketua DKM Al-Ikhlas periode 1983-2004. Beliau mengatakan bahwa pada masa pemerintahan Kuwu Safrudin Yuafi Alm 1988-1997, pemerintah desa saat itu memfasilitasi para ulama dan umara dalam satu tim melakukan studi banding tentang tata cara pengelolaan zakat ke Desa Putuk Rejo kecamatan Gondang Legi kota Malang Jawa Timur, yang dari kabarisunya desa ini dapat membangun rumah sakit dari dana zakat yang berasal dari penduduknya. Karena tidak ada koordinasi sebelumnya dengan pemerintah desa Putuk Rejo saat itu, Tim yang terdiri dari Safrudin Yuafi Alm, Suyatno Alm, Sopyan Tsauri dan Ta’ardjo ini tidak bisa bertemu dengan pihak pemdes Putuk Rejo, karena hari ahadlibur. Program ini dilanjutkan pada masa pemerintahan Kuwu Nano Suwarno 1998-2008 melakukan studi banding dengan tujuan desa yang sama. Saat itu tim terdiri dari Bapak Patoni Kaharudin Alm sebagai ketua, dengan anggota Nano Suwarno, Sopyan Tsauri, Saefudin Zuhri, dan Sumarso. Dari studi banding yang kedua ini didapat informasi kalau desa Putuk Rejo yang berada di Propinsi Jawa Timur ini berpenduduk 6000 jiwa, sebagaian besar dari penduduknya adalah suku Madura, dengan mata pencaharian sebagai petani. Di desa Putuk Rejo ini ada lembaga musyawarah yang melibatkan aparat pemerintah desa, tokoh agama dan masyarakat yang bernama MUAD Musyawarah Ulama dan Aparat Desa yang merumuskan kebijakan-kebijakan pengelolaan zakat. Musyawarah yang melibatkan pihak pemdes, ulama dan tokoh masyarakat ini diadakan satu bulan sekali. Dari musyawarah rapat ini dapat dirumuskan kebijakan dalam pengelolaan dan pengalokasian zakat untuk masyarakat. Informasi yang didapat dari studi banding ini bahwa dari seluruh dana yang masuk, 25 untuk alokasi pendidikan masyarakat, sementara yang 70 untuk pembangunan fisik dan santunan sosial bagi fakir-miskin, sisanya yang 5 untuk bagian amilin. Hasil dari studi banding ke desa putuk rejo ini, karena beberapa alasan belum dapat diterapkan di desa Eretan, hal ini dikarenakan karakter dan SDM masyarakatnya yang berbeda. Badan Zakat resmi bentukan pemerintah desa pun dalam setiap periodenya selalu ada, tercatat dalam investigasi penulis dua kepengurusan Badan Amil Zakat, Infaq, dan Shodaqah BAZIS desa Eretan yang terakhir adalah BAZIS desa Eretan periode 1999-2004 dengan ketua H. Suharto, kemudian dilanjutkan periode setelahnya 2004-2008 dengan ketua Dasuki Dinussalam. Pada prakteknya Bazis desa saat itu hanya mengelola zakat fitrah saat hari raya idul fitri, sementara zakat mal belum tergarap secara maksimal sehingga keberadaannya sebagai lembaga pengelola dana zakat, infaq, dan shodaqah