Jumlah Penduduk Gambaran Umum Desa Eretan-Wetan

apresiasi positif dari masyarakat adalah pesta laut atau yang dikenal dengan istilah nadran. Nadran adalah satu tradisi budaya yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat pesisir, secara harfiah kata nadran terambil dari bahasa Arab dari akar kata Nadara yang berarti Kaul, janji atau nadar. Masyarakat pesisir, dan Eretan khususnya memahami nadran sebagai manivestasi rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia dan rizki-Nya yang berlimpah dari laut sehingga perlu adanya pegejawantahan atau simbolisasi rasa syukur. Biasanya perayaan nadran dilakukan dengan melakukan larung umbi rampe ke tengah-tengah laut yang selanjutnya diperebutkan oleh para nelayan sebagai simbolisasi berebut rizki Allah dari laut. b. Simbatan Banyak masyarakat luar Eretan yang memahami bahwa karakter masyarakat pesisir dikenal sebagai masyarakat yang temperamen, keras, lagi suka tawuran. Padahal sebenarnya masyarakat pesisir memiliki budaya dan tradisi kerja sama dan semangat gotong royong yang kuat, hal ini bisa kita dapati dalam banyak tradisi dan istilah-istilah masyarakat nelayan yang menggambarkan adanya kebutuhan dan jalinan kerja sama antara yang satu dengan yang lain, pola kerja sama ini sudah demikian melembaga dalam hampir setiap pekerjaan yang sifatnya massal, seperti menangkap ikan, menarik perahu, resepsi, atau saat menyelengarakan acara adat dan keagamaan, istilah yang paling populer untuk pola gotong royong ini di masyarakat Eretan dikenal dengan istilah Simbatan. Istilah ini berasal dari kata simbatsambat yang secara sederhana dapat diartikan meminta memberi bantuan.Tradisi ini juga banyak berkembang pada masyarakat sederhana yang bersikap komunal kesukuan atau masyarakat pedesaan. Tradisi gotong royong ini dalam masyarakat sunda dikenal dengan istilah sambat sinambat, biasanya dilakukan ketika akan megerjakan sawah, membangun rumah, menyelenggarakan perhelatan seperti pesta perkawinan atau sunatan, sementara di masyarakat Bali istilah ini dikenal dengan Subak. Dan masih banyak lagi budaya- budaya serta tradisi khas masyarakat pesisir pantura baik pada bidang seni musik seperti tarlingan atau seni teater seperti sandiwara dsb. 63

B. Sejarah Pondok zakat Al-ikhlas

1. Sejarah Pondok zakat Al-ikhlas

Usaha untuk mendirikan lembaga amil zakat sudah lama dilakukan, baik perorangan atau melalui lembaga keagamaan seperti masjid, maupun yang formal atau semi formal yang difasilitasi oleh pemerintah atau MUI Majelis Ulama Indonesia desa, namun demikian hasilnya belum banyak terlihat. Kegigihan untuk menangani zakat di kalangan muslim Eretan dapat dimaklumi, karena menunaikan zakat adalah kewajiban setiap muslim, bahkan zakat merupakan salah satu sendi atau rukun Islam yang ketiga setelah syahadat dan sholat. Seorang muslim harus merasakan manis atau pahitnya sesuatu yang terjadi di dalam masyarakat, bukan bersikap acuh dan tak peduli. Banyak di jelaskan dalam banyak ayat dan hadis yang menekankan keterikatan iman dengan rasa senasib dan sepenanggungan, satu di antaranya adalah surat al- hasyr ayat 9. yang artinya “Mereka mengutamakan orang lain atas diri mereka sendiri sekalipun mereka membutuhkan atas apa yang mereka 63 Casmin, op. cit., h. 4-5 berikan itu ”. Pendidikan kejiwaan untuk merasakan senasib dan sepenanggungan di antara masyarakat dapat menciptakan hubungan yang serasi di antara mereka, yang salah satu cerminannya adalah kesediaannya mengulurkan tangan sebelum diminta oleh yang membutuhkan, atau kesediaan berkorban demi kepentingan orang banyak. Setiap pribadi muslim bertanggung jawab untuk menyucikan jiwa dan harta dirinya, kemudian keluarganya. Dengan memberikan perhatian minimal terhadap pendidikan anak-anak, istri dan keluarga, baik dari segi jasmani maupun rohani, bila memungkinkan dengan menyantuni orang yang membutuhkan, yang tentunya tanggung jawab tersebut mengandung konsekwensi biaya dan pendanaan. Seorang muslim berkewajiban pula menciptakan rasa aman menghadapi masa depan diri dan keluarganya. Firman Allah: “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap kesejahteraannya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar ” QS. Al-Nisa : 9 Dari keluarga, kewajiban beralih kepada seluruh anggota masyarakat, sehingga dikenal adanya kewajiban timbal balik antara pribadi dan masyarakat, serta masyarakat terhadap pribadi. Kewajiban tersebut- sebagaimana halnya setiap kewajiban-melahirkan hak-hak tertentu yang sifatnya adalah keserasian dan keseimbangan di antara keduanya. Islam sebagai agama yang bersifat paripurna, di dalamnya mengajarkan ajaran keseimbangan dan jalan moderasi bagi umat manusia.