jaminan kebendaan merupakan jaminan tambahan. Jaminan tambahan tersebut dapat hanya berupa barang, proyek atau hak tagih yang dibiayai
dengan kredit yang bersangkutan. Tanah yang kepemilikannya didasarkan pada hukum adat yaitu tanah yang bukti kepemilikannya berupa girik,
petuk dan lain-lain yang sejenis dapat juga digunakan sebagai agunan. Bank tidak wajib meminta agunan barang yang berkaitan langsung dengan
objek yang dibiayai, yang lazim dikenal dengan agunan tambahan.
5. Hubungan Perjanjian Kredit dengan Jaminan
Perjanjian adalah suatu hubungan hukum mengenai kekayaan harta benda antara dua orang, yang memberi hak pada yang satu untuk menuntut barang
sesuatu dari yang lainnya, sedangkan orang yang lainnya ini diwajibkan memenuhi tuntutan itu.
16
Salah satu kegiatan usaha perbankan adalah perjanjian kredit. Perjanjian kredit merupakan perjanjian antara pihak bank
dengan pihak nasabah. Dengan melihat bentuk perjanjiannya, maka sebenarnya perjanjian kredit merupakan perjanjian yang tergolong dalam
perjanjian pinjam pengganti. Banyak hal mengenai perjanjian kredit yang dapat dikaitkan dengan
ketentuan hukum jaminan. Salah satunya adalah penerapan Pasal 1131 KUH Perdata yang mengatur tentang kedudukan harta seorang yang berutang untuk
menjamin utangnya. Ketentuan Pasal 1131 ini dipatuhi pada saat bank melakukan penilaian calon nasabah dan ketika melakukan penanganan kredit
bermasalah debitur.
16
Subekti, Pokok –Pokok Hukum Perdata Jakarta: PT Intermasa, 2003, h. 122
Sehubungan dengan itu hukum jaminan sangat berkaitan dengan kegiatan perbankan, terutama dalam perjanjian kredit. Dapat disimpulkan bahwa laju
pertumbuhan roda ekonomi saat ini penerapan hukum jaminan banyak ditemukan dalam kegiatan perjanjian kredit perbankan.
38
BAB III PARATE EKSEKUSI DAN PERLINDUNGAN
HUKUM TERHADAP KREDITUR
A. Hak Tanggungan di Indonesia
1. Pengertian Hak Tanggungan
Adapun yang dimaksud dengan Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, selanjutnya disebut Hak
Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk
pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur yang lain.
1
Definisi tersebut mengadung pengertian bahwa Hak Tanggungan adalah identik dengan hak jaminan, yang bilamana dibebankan atas tanah
Hak Milik, tanah Hak Guna Bangunan danatau tanah Hak Guna Usaha memberikan kedudukan utama kepada kreditur-kreditur tertentu yang akan
menggeser kreditur lain dalam hal si berutang debitur cidera janji atau wanprestasi dalam pembayaran hutangnya, dengan perkataan lain dapat
dikatakan bahwa pemegang hak tanggungan pertama lebih preferent
1
Purwahid Patrik dan Kashadi, Hukum Jaminan Edisi Revisi Dengan UUHT Semarang: Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, 2006, h. 52
terhadap kreditur-kreditur lainnya. Hal ini lebih ditegaskan lagi dalam Pasal 6 UUHT, yang mengatakan apabila debitur cidera janji
wanprestasi, pemegang hak tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual objek hak tanggungan atas kekuasaannya sendiri melalui
pelelangan umum, serta mengambil hasil penjualan objek hak tanggungan tersebut untuk pelunasan utangnya.
2. Prinsip-Prinsip Hak Tanggungan
Dalam kaitannya dengan Hak Tanggungan berikut adalah prinsip hukum jaminan yang mendasari Prinsip-Prinsip Hak Tanggungan, yaitu:
2
a. Prinsip absolutmutlak.
Jaminan dengan hak kebendaan mempunyai sifat absolut, artinya hak ini dapat dipertahankan setiap orang. Pemegang hak tersebut
berhak menuntut setiap orang yang mengganggu haknya. b.
Prinsip droit de suite. Hak kebendaan itu mempunyai zaakzgevolg atau droit de suite
yang artinya hak itu terus mengikuti bendanya di manapun juga dalam tangan siapaun juga barang itu berada.
c. Prinsip droit de preference.
Pada prinsipnya hak jaminan kebendaan memberikan kedudukan didahulukan bagi kreditur pemegang hak jaminan terhadap
kreditur lainnya. d.
Prinsip spesialitas.
2
Herowati Poesoko, Parate Executie Obyek Hak Tanggungan Inkonsistensi, Konflik Norma dan Kesesatan Penalaran dalam Undang-Undang Hak Tanggungan, Cetakan II Yogyakarta: LaksBang
PRESsindo, 2008, h. 270