Penjelasan tersebut memberikan kesempatan bahwa bagi pihak yang kalah dalam beracara untuk melaksanakan dengan sukarela putusan yang
telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, namun apabila pihak yang kalah tidak mau untuk melaksanakannya, maka di sinilah fungsi eksekusi
tersebut yang bisa dilakukan secara paksa dengan bantuan kekuatan umum.
Namun tidak semua putusan pengadilan harus dilaksanakan. Ada beberapa jenis putusan pengadilan yang memang tidak perlu
dilaksanakan, antara lain:
11
a. Putusan yang menolak permohonan gugatan. Apabila dalam hal
penggugat tidak dapat membuktikan dalil-dalil yang dikemukakan dalam gugatannya atau bukti-buktinya dapat dilumpuhkan oleh
bukti-bukti pihak lawan, maka gugatan tersebut akan diputus dengan putusan yang menolak gugatan tersebut.
b. Putusan yang bersifat deklarator. Putusan ini adalah putusan yang
hanya menerangkan, menegaskan suatu keadaan hukum semata- mata, misalnya penetapan seorang anak angkat ataupun penetapan
bahwa seorang tersebut benar merupakan ahli waris dari seorang almarhum.
12
c. Putusan yang menciptakan suatu keadaan yang baru putusan
constitutief. Putusan tersebut merupakan suatu putusan dimana
11
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Acara Perdata di Indonesia Bandung: Sumur, 1962, h. 100
12
Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek Bandung: Mandar Maju, 1989, h. 120
hanya memberikan suatu keadaan yang baru menurut hukum, sedangkan keadaan tersebut sebenarnya memang sudah terjadi.
Misalnya putusan yang memberikan penetapan kepada suatu perseroan dalam keadaan pailit.
2. Dasar Hukum Eksekusi
Eksekusi sebagai tindakan hukum yang dilakukan terhadap pihak yang kalah dalam suatu perkara, tata caranya diatur dalam Hukum Acara
Perdata, yaitu Pasal 195 HIR – Pasal 208 HIR, 224 HIR atau Pasal 206
Rbg – Pasal 240 Rbg dan Pasal 258 Rbg. Eksekusi juga diatur dalam
Pasal 1033 RV dan Pasal 54 ayat 2 dan ayat 3 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
3. Asas-Asas Eksekusi
Prof. R. Subekti dan Ibu Retnowulan Sutantio mengalihkan istilah eksekusi executie ke dalam bahasa Indonesia dengan istilah
“pelaksanaan putusan”. Pembakuan istilah “pelaksanaan putusan” sebagai kata ganti eksekusi dianggap sudah tepat, sebab jika bertitik tolak
dari ketentuan bab kesepuluh bagian kelima HIR atau titel keempat bagian keempat RBH, pengertian eksekusi sama dengan tindakan
“menjalankan putusan” ten uitvoer legging van vonissen. Menjalankan putusan pengadilan tidak lain daripada melaksanakan isi putusan
pengadilan, yakni melaksanakan “secara paksa” putusan pengadilan
dengan bantuan alat-alat negara apabila pihak yang kalah tidak mau menjalankannya secara sukarela.
13
Pada prinsipnya hanya putusan yang berkekuatan hukum tetap yang dapat dilaksanakan putusannya. Dengan demikian, asas-asas atau aturan
hukum eksekusi adalah sebagai berikut:
14
a. Eksekusi dilaksanakan hanya terhadap putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap yang bersifat kondemnatoir;
b. Karena putusan telah berkekuatan hukum tetap, di dalamnya
mengandung hubungan hukum yang tetap dan pasti antara para pihak yang berperkara;
c. Karena hubungan hukum sudah tetap dan pasti fixed and certain,
maka mesti ditaati dan dipenuhi; d.
Cara menaati dan memenuhi hubungan hukum yang tetap dan pasti tersebut adalah dengan cara dijalankan secara sukarela atau
dengan paksa melalui bantuan alat-alat negara; e.
Kewenangan menjalankan eksekusi hanya diberikan kepada Pengadilan Negeri;
f. Eksekusi dilaksanakan atas perintah dan dalam pengawasan Ketua
Pengadilan Negeri.
4. Eksekusi Hak Tanggungan
13
Etto Sunaryanto, Sugiwanto dan Jose Ari Lukito, Eksekusi Panitia Urusan Piutang Negara Jakarta: Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara, 2006, h. 3-4
14
Ibid, h. 4