Proses Pembebanan Hak Tanggungan

utang-piutang, karena suatu hikmah yang akan dijelaskan pada akhir nash. 8 Begitu juga dengan Pemberian Hak Tanggungan yang menyangkut tentang sebuah perjanjian utang-piutang di mana sebelumnya didahului dengan janji untuk memberikan Hak Tanggungan sebagai jaminan pelunasan hutang tertentu yang dituangkan dengan Akta Pemberian Hak Tanggungan APHT. ُ ْ عْ اب ُ بتاك ُْم ْيب ُْبتْ يْ “Hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar.” Ini merupakan tugas bagi orang yang menulis utang-piutang itu sebagai sekretaris, bukan pihak-pihak yang melakukan transaksi. Hikmah mengundang pihak ketiga, bukan salah satu dari kedua belah pihak yang melakukan transaksi, ialah agar lebih berhati-hati. Juru tulis ini diperintahkan menulisnya dengan adil dan benar, tidak boleh condong kepada salah satu pihak, dan tidak boleh mengurangi atau menambahkan sesuatu dalam teks yang disepakati itu. 9 Begitu juga dengan Pemberian Hak Tanggungan, Akta Pemberian Hak Tanggungan APHT ini dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah PPAT yang berwenang dan ditunjuk. 8 Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an: Di Bawah Naungan Al-Qur’an Surah Al Fatihah – Al Baqarah, Penerjemah Drs. As’ad Yasin, dkk Jakarta: Gema Insani, 2008, h. 391 9 Ibid PPAT termasuk ke dalam pihak ketiga yang tidak mempunyai kecondongan terhadap pihak kreditur maupun pihak debitur, dan apa yang dicatat oleh PPAT adalah sesuatu yang benar adanya menurut undang-undang yaitu pembuatan akta pemindahan hak atas tanah dan akta perbuatan hukum lainnya mengenai hak atas tanah yang terletak di daerah kerjanya. b. Pendaftaran Hak Tanggungan Pendaftaran Hak Tanggungan dilakukan oleh Kantor Pertanahan dengan membuatkan buku tanah Hak Tanggungan dan mencatatnya dalam buku tanah hak atas tanah yang menjadi objek hak tanggungan serta menyalin catatan tersebut pada sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan. Oleh karena kepastian mengenai saat didaftarkannya Hak Tanggungan tersebut adalah sangat penting, terutama bagi kreditur dalam rangka untuk memperoleh kepastian mengenai kedudukan yang diutamakan baginya disamping untuk memenuhi asas publisitas. Dengan demikian pendaftaran Hak Tanggungan tersebut merupakan syarat mutlak untuk adanya Hak Tanggungan.

6. Berakhirnya Hak Tanggungan

Berakhirnya Hak Tanggungan tertuang dalam ketentuan Pasal 18 ayat 1 UUHT, yang menyatakan bahwa hak tanggungan berakhir atau hapus karena hal sebagai berikut: 1. Hapusnya hutang yang dijamin dengan hak tanggungan. Hapusnya hutang itu mengakibatkan hak tanggungan sebagai hak accesoir menjadi hapus. Hal ini terjadi karena adanya hak tanggungan tersebut adalah untuk menjamin pelunasan dari hutang debitur yang menjadi perjanjian pokoknya. Dengan demikian, hapusnya hutang tersebut juga mengakibatkan hapusnya hak tanggungan. 2. Dilepaskannya hak tanggungan tersebut oleh pemegang hak tanggungan. Dilepaskannya hak tanggungan tersebut oleh pemegang hak tanggungan apabila debitur atas persetujuan kreditur pemegang hak tanggungan menjual objek hak tanggungan untuk melunasi hutangnya, maka hasil penjualan tersebut akan diserahkan kepada kreditur yang bersangkutan dan sisanya dikembalikan kepada debitur. Untuk menghapuskan beban hak tanggungan, pemegang hak tanggungan memberikan pernyataan tertulis mengenai dilepaskannya hak tanggungan tersebut kepada pemberi hak tanggungan debitur. Dan pernyataan tertulis tersebut dapat digunakan oleh kantor pertanahan dalam mencoret catatan hak tanggungan tersebut pada buku tanah dan sertifikat hak tanah yang menjadi objek hak tanggungan yang bersangkutan sebagaimana dimaksud pada Pasal 22 UUHT. 3. Pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan suatu penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri. Hal ini dapat dilaksanakan apabila objek hak tanggungan dibebani lebih dari satu hak tanggungan. Dan tidak terdapat kesepakatan diantara para pemegang hak tanggungan dan pemberi hak tanggungan tersebut mengenai pembersihan objek hak tanggungan dan beban yang melebihi harga pembeliannya, apabila pembeli tersebut membeli benda tersebut dari pelelangan umum. 4. Hapusnya hak atas tanah yang dibebani hak tanggungan. Alasan hapusnya hak tanggungan yang disebabkan karena hapusnya hak atas tanah yang dibebani hak tanggungan adalah sebagai akibat tidak terpenuhinya syarat objektif sahnya perjanjian, khususnya yang berhubungan dengan kewajiban adanya objek tertentu, yang salah satunya meliputi keberadaan dari sebidang tanah tertentu yang dijaminkan.

B. Tinjauan Umum tentang Eksekusi Hak Tanggungan

1. Pengertian Eksekusi

Eksekusi sebagai tindakan hukum yang dilakukan oleh pengadilan kepada pihak yang kalah dalam suatu perkara merupakan aturan dan tata cara lanjutan dari proses pemeriksaan perkara. Oleh karena itu eksekusi tiada lain dari pada tindakan yang berkesinambungan dari keseluruhan proses hukum acara perdata. Eksekusi merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisah dari pelaksanaan tata tertib beracara yang terkandung dala HIR atau RBG. 10 10 M. Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata Jakarta: Sinar Grafika, 2005, h. 1 Penjelasan tersebut memberikan kesempatan bahwa bagi pihak yang kalah dalam beracara untuk melaksanakan dengan sukarela putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, namun apabila pihak yang kalah tidak mau untuk melaksanakannya, maka di sinilah fungsi eksekusi tersebut yang bisa dilakukan secara paksa dengan bantuan kekuatan umum. Namun tidak semua putusan pengadilan harus dilaksanakan. Ada beberapa jenis putusan pengadilan yang memang tidak perlu dilaksanakan, antara lain: 11 a. Putusan yang menolak permohonan gugatan. Apabila dalam hal penggugat tidak dapat membuktikan dalil-dalil yang dikemukakan dalam gugatannya atau bukti-buktinya dapat dilumpuhkan oleh bukti-bukti pihak lawan, maka gugatan tersebut akan diputus dengan putusan yang menolak gugatan tersebut. b. Putusan yang bersifat deklarator. Putusan ini adalah putusan yang hanya menerangkan, menegaskan suatu keadaan hukum semata- mata, misalnya penetapan seorang anak angkat ataupun penetapan bahwa seorang tersebut benar merupakan ahli waris dari seorang almarhum. 12 c. Putusan yang menciptakan suatu keadaan yang baru putusan constitutief. Putusan tersebut merupakan suatu putusan dimana 11 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Acara Perdata di Indonesia Bandung: Sumur, 1962, h. 100 12 Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek Bandung: Mandar Maju, 1989, h. 120