Asas dapat dibaginya hutang tidak dapat mengakibatkan dapat dibaginya hak tanggungan, hak fidusia, hipotek dan hak gadai walaupun
telah dilakukan pembayaran sebagian. 4.
Asas inbeziittstelling. Barang jaminan gadai harus berada pada penerima gadai.
5. Asas horizontal.
Bangunan dan tanah bukan merupakan satu kesatuan. Hal ini dapat dilihat dalam penggunaan hak pakai, baik tanah negara maupun tanah
hak milik. Bangunannya milik dari yang bersangkutan atau pemberi tanggungan, tetapi tanahnya milik orang lain, berdasarkan hak pakai.
C. Jaminan dalam Perjanjian Kredit Perbankan.
1. Pengertian Kredit dan Perjanjian Kredit
Istilah kredit berasal dari bahasa Latin credere yang berarti kepercayaan dalam bahasa Inggris faith dan trust. Dapat dikatakan
dalam hubungan ini bahwa kreditur yang memberi kredit, lazimnya bank dalam hubungan perkreditan dengan debitor nasabah, penerima
kredit mempunyai kepercayaan, bahwa debitur dalam waktu dengan syarat-syarat yang telah disetujui bersama, dapat mengembalikan
membayar kembali kredit yang bersangkutan.
12
Kredit pada masa sekarang bukanlah menjadi hal yang baru. Kredit telah menjadi model perjanjian yang lazim di masyarakat terutama dalam
hal jual beli. Konsep dari kredit tersebut adalah memberikan pinjaman
12
Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2001, h. 236
uang untuk digunakan oleh seseorang yang kemudian dikembalikan setelah waktu tertentu beserta bunganya. Pemberian pinjaman tersebut
umumnya digunakan untuk modal usaha. Pemberian kredit ini dapat dilakukan dengan atau tanpa jaminan, yang mana berupa hipotek, gadai,
hak tanggungan dan fidusia. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yang dimaksud dengan kredit adalah sebagai berikut:
“Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank
dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi
utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”.
Dengan demikian secara singkat dapat dikatakan bahwa pemberian kredit adalah salah satu bentuk penyaluran dana. Berdasarkan ketentuan
UU Perbankan tersebut maka secara yuridis dapat dirinci dan dijelaskan unsur-unsur kredit adalah sebagai berikut:
13
1. Penyediaan uang sebagai hutang oleh pihak bank;
2. Tagihan yang dapat dipersamakan dengan penyediaan uang sebagai
pembiayaan, misalnya pembiayaan pembuatan rumah atau pembelian kendaraan;
3. Kewajiban pihak peminjam debitur melunasi hutangnya menurut
jangka waktu disertai pembayaran bunga;
13
Abdul Kadir Muhammad dan Rilda Murniati, Segi Hukum Lembaga Keuangan dan Pembiayaan Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004, h. 59
4. Berdasarkan persetujuan pinjam meminjam uang antara bank dan
peminjam debitur dengan persyaratan yang disepakati bersama. Sementara untuk perjanjian kredit, perjanjian ini adalah jenis
perjanjian yang tidak diatur dalam KUH Perdata. Perjanjian kredit merupakan suatu bentuk perjanjian yang berkembang dalam masyarakat,
sesuai dengan asas kebebasan berkontrak yang diatur dalam Pasal 1338 KUH Perdata. Pada hakikatnya, perjanjian kredit merupakan bentuk
perjanjian pinjam meminjam, dalam hal ini adalah pinjam meminjam uang. Perjanjian pinjam meminjam yang diatur dalam KUH Perdata
didefinisikan sebagai suatu perjanjian dengan ana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang
yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam
dan keadaan yang sama pula.
2. Asas-Asas Pemberian Kredit
Pemberian kredit oleh bank kepada nasabah atau debitur tentunya memiliki asas atau prinsip. Pada dasarnya ada 2 prinsip utama yang
menjadi pedoman dalam pemberian kredit, yaitu:
14
1. Prinsip kepercayaan.
Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa pemberian kredit oleh bank kepada nasabah debitur selalu didasarkan pada kepercayaan. Bank
mempunyai kepercayaan bahwa kredit yang diberikannya bermanfaat
14
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2005, h. 61
bagi nasabah debitur sesuai dengan peruntukannya, dan terutama sekali bank percaya nasabah debitur yang bersangkutan mampu
melunasi utang kredit beserta bunga dalam jangka waktu yang telah ditentukan.
2. Prinsip kehati-hatian.
Bank dalam menjalankan kegiatan usahanya, termasuk pemberian kredit kepada nasabah debitur harus selalu berpedoman dan
menerapkan prinsip kehati-hatian. Prinsip ini antara lain diwujudkan dalam bentuk penerapan secara konsisten berdasarkan itikad baik
terhadap semua persyaratan dan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pemberian kredit oleh bank yang bersangkutan.
3. Bentuk Perjanjian Kredit
Perjanjian kredit merupakan kesepakatan para pihak, dengan demikian maka bentuknya juga tergantung kepada para pihak yang mengikatkan
dirinya dalam perjanjian. Suatu perjanjian kredit dapat dibuat secara lisan atau tertulis, asalkan pada pokoknya telah memenuhi syarat-syarat dalam
membuat perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Praktik yang lazim pada masyarakat sekarang dalam membuat
perjanjian kredit adalah secara tertulis. Hal ini dikarenakan dari sudut pembuktian perjanjian secara lisan sulit untuk dijadikan sebagai alat
pembuktian apabila dikemudian hari terjadi masalah. Berbeda dengan perjanjian yang dibuat secara tertulis, yang lebih memudahkan para pihak
dalam mengingat isi perjanjian termasuk mengenai hak dan kewajiban