Asas-Asas Pemberian Kredit Jaminan dalam Perjanjian Kredit Perbankan.
Jaminan perorangan dalam Pasal 1820 KUH Perdata disebut sebagai penanggungan utang. Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa jaminan
perorangan adalah suatu perjanjian dengan mana pihak ketiga, guna kepentingan pihak si berpiutang kreditur, mengikatkan diri untuk
memenuhi perikatan si berutang manakala orang tersebut tidak memenuhinya. Pelaksanaan perjanjian selalu dibuat oleh pihak ketiga yang
menjamin terpenuhnya kewajiban membayar kredit tersebut, baik diketahui maupun tidak diketahui oleh debitur.
2. Jaminan kebendaan.
Mengingat Pasal 8 UU Perbankan, yang berbunyi: a.
Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan
analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau
mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan.
b. Bank Umum wajib memiliki dan menerapkan pedoman
perkreditan dan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia.
Menurut UU Perbankan, jaminan dan agunan merupakan dua unsur yang berbeda. Jaminan pokok merupakan keyakinan, sedangkan jaminan
tambahan adalah sesuatu yang dapat menguatkan keyakinan bank, yaitu agunan. Dengan demikian jelas bahwa yang dimaksud dengan agunan atau
jaminan kebendaan merupakan jaminan tambahan. Jaminan tambahan tersebut dapat hanya berupa barang, proyek atau hak tagih yang dibiayai
dengan kredit yang bersangkutan. Tanah yang kepemilikannya didasarkan pada hukum adat yaitu tanah yang bukti kepemilikannya berupa girik,
petuk dan lain-lain yang sejenis dapat juga digunakan sebagai agunan. Bank tidak wajib meminta agunan barang yang berkaitan langsung dengan
objek yang dibiayai, yang lazim dikenal dengan agunan tambahan.