Syarat Sahnya Perjanjian Tinjauan Umum tentang Perjanjian.

“Perjanjian-perjanjian adalah apa yang mereka sepakati, berupa sumpah atau yang lainnya.” 5 Dengan kata lain, selain butuh kesepakatan perjanjian juga membutuhkan sebab yang halal sehingga dapat terlaksana. Jika perjanjian sudah dilandaskan dengan sebab yang halal, maka perjanjian tersebut haruslah dipenuhi secara keseluruhan. Keempat syarat tersebut haruslah dipenuhi oleh para pihak dan apabila syarat-syarat sahnya perjanjian tersebut telah dipenuhi, maka melihat pada Pasal 1338 KUH Perdata, perjanjian tersebut mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan kekuatan suatu undang-undang.

3. Asas-Asas dalam Perjanjian

Asas-asas yang terdapat dalam perjanjian, terdiri dari: a. Asas kebebasan berkontrak. Asas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan Pasal 1338 KUH Perdata yang berbunyi: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang- undang bagi mereka yang membuatnya”. Dari pasal tersebut dapat dibuat kesimpulan bahwa pada dasarnya setiap orang boleh membuat suatu perjanjian secara bebas yang berisi dan berbentuk apapun, asal tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan atau ketertiban umum. Adapun 5 Abdullah Bin Muhammad Bin Abdurrahman Bin Ishaq Alu Syaikh, Tafsir Ibnu Katsir Jilid 3, Penerjemah M. Abdul Ghoffar, Jakarta: Pustaka Imam Asy- Syafi’i, 2008, h. 2 kebebasan untuk membuat perjanjian itu terdiri dari beberapa hal yaitu: a. Kebebasan untuk mengadakan atau tidak mengadakan perjanjian. b. Bebas untuk mengadakan perjanjian dengan siapa saja. c. Bebas untuk menentukan isi perjanjian yang dibuatnya. d. Kebebasan untuk menentukan bentuk perjanjian. e. Kebebasan untuk menentukan terhadap hukum mana perjanjian itu akan tunduk. b. Asas konsensualisme Asas ini berkaitan dengan lahirnya suatu perjanjian. Kata konsensualisme berasal dari kata consensus yang berarti sepakat. Hal ini menjelaskan bahwa pada asasnya suatu perjanjian timbul sejak saat tercapainya konsensus atau kesepakatan yang bebas antara para pihak yang melakukan perjanjian. Asas ini mempunyai arti yang terpenting, yaitu bahwa untuk melahirkan perjanjian adalah cukup dengan dicapainya kata sepakat mengenai hal-hal pokok dari perjanjian tersebut, dan bahwa perjanjian sudah lahir pada saat tercapainya kesepakatan. c. Asas kekuatan mengikat hukum. Berdasarkan asas ini kedua belah pihak terikat oleh kesepakatan dalam perjanjian yang mereka buat. Para pihak harus melaksanakan apa yang telah mereka sepakati, sehingga perjanjian itu berlaku sebagai undang-undang. d. Asas itikad baik. Semua perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik, seperti yang tercantum dalam Pasal 1338 KUH Perdata. Jadi dalam perikatan yang dilahirkan dari perjanjian, maka para pihak bukan hanya terikat oleh kata-kata perjanjian itu dan oleh kata-kata perundang-undangan mengenai perjanjian itu, melainkan juga oleh itikad baik. e. Asas kepribadian personality Asas kepribadian berarti isi perjanjian hanya mengikat para pihak secara personal, tidak mengikat pihak-pihak lain yag tidak memberikan kesepakatannya. Seseorang hanya dapat mewakili dirinya sendiri dan tidak dapat mewakili orang lain dalam membuat perjanjian. Perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya. Hal ini tercantum dalam Pasal 1315 dan 1340 KUH Perdata.

4. Berakhirnya Perjanjian

Suatu perjanjian pada umumnya berakhir apabila tujuan itu telah tercapai, dimana masing-masing pihak telah memenuhi prestasi yang diperjanjikan sebagaimana yang merupakan kehendak bersama dalam mengadakan perjanjian tersebut. Selain cara berakhirnya berjanjian seperti yang disebutkan di atas, terdapat beberapa cara lain untuk mengakhiri perjanjian, yaitu: 6 1. Ditentukan dalam perjanjian oleh para pihak. Misalnya dalam perjanjian itu telah ditentukan batas berakhirnya perjanjian dalam waktu tertentu. 2. Undang-undang menentukan batas berlakunya perjanjian. Misalnya Pasal 1250 KUH Perdata yang menyatakan bahwa hak membeli kembali tidak boleh diperjanjikan untuk suatu waktu tertentu yaitu tidak boleh lebih dari 5 tahun. 3. Para pihak atau undang-undang dapat menentukan bahwa dengan terjadinya peristiwa tertentu maka perjanjian akan berakhir. Misalnya apabila salah satu pihak meninggal dunia maka perjanjian akan menjadi hapus Pasal 1603 KUH Perdata yang menyatakan bahwa perhubungan kerja berakhir dengan meninggalnya si buruh. 4. Karena persetujuan para pihak. 5. Pernyataan penghentian pekerjaan dapat dikarenakan oleh kedua belah pihak atau oleh salah satu pihak hanya pada perjanjian bersifat sementara. 6. Berakhirnya perjanjian karena putusan hakim. 7. Tujuan perjanjian sudah tercapai. 8. Karena pembebasan utang.

B. Tinjauan Umum tentang Hukum Jaminan

6 Gunawan Widjaja, Memahami Prinsip Keterbukaan dalam Hukum Perdata Jakarta: PT RajaGrafinfo Persada, 2006, h. 387