Resiko Anak Putus Sekolah

seperti temannya mengajak jalan-jalan,ngbrol-ngobrol hingga tidak ingat waktu belajar. Bila anak bergaul dengan anak yang tidak bermoral atau berakhlak yang tidak baik, maka pada suatu saat nanti akan terpengaruh dan turut melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak baik, disebabkan setia kawan yang dapat menjerumuskan anak . Dan akhirnya akan mengganggu pelajar di sdekolah,kemudian putus sekolah. D. Faktor Anak Bekerja Tersedianya sumber local yang dapat menjadi lahan pekerjaan bagi anak, pola rekrutmen yang mudah. Dari ketersedian sumber lokal menyebabkan anak meninggalkan bangku sekolah. Ditinjau dari sisi penawaran faktor utama anak bekerja karena bencana alam, buta huruf, ketidakberdayaan, kurangnya pilihan untuk bertahan hidup, kemiskinan orang tua yang membuat semakin buruknya keadaan yang dihadapi oleh keluarga sehingga mereka terpaksa meletakakan anaknya ke dunia kerja, serta keinginan anak untuk mendapatkan uang sendiri untuk keperluannya sendiri. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, UNICEF Indonesia, Lembaga Penelitian SMERU, 2012.

2.3.4 Resiko Anak Putus Sekolah

Sekolah sebagai satuan pendidikan dapat berperan dengan maksimal dalam kehidupan masyarakat, maka masyarakat dapat tercerdaskan dan terangkat harkat dan martabatnya. Namun, kini masih banyak masyarakat yang putus sekolah yang tentunya menjadi hambatan dalam ‘pengikisan’ pengangguran dan pembangunan ekonomi. Universitas Sumatera Utara Selain itu, Halik 2013, menyebutkan akibat yang ditimbulkan bagi anak putus sekolah adalah : 1. Akibat putus sekolah dalam kehidupan sosial ialah semakin banyaknya jumlah kaum pengangguran dan mereka merupakan tenaga kerja yang tidak terlatih. Sedangkan masalah pengangguran ini di negara kita merupakan masalah yang sudah sedemikian hebatnya, hingga merupakan suatu hal yang harus ditangani lebih serius. Secara empiris telah terjadi kekurang-sepadanan antara supply persediaan dan demand permintaan keluaran pendidikan. Dalam arti lain, adanya kekurangcocokan kebutuhan dan penyediaan tenaga kerja, dimana friksi profil lulusan merupakan akibat langsung dari perencanaan pendidikan yang tidak berorentasi pada realitas yang terjadi dalam masyarakat. Pendidikan dilaksanakan sebagai bagian parsial, terpisah dari konstelasi masyarakat yang terus berubah. Pendidikan diposisikan sebagai mesin ilmu pengetahuan dan teknologi, cenderung lepas dari konteks kebutuhan masyarakat secara utuh. 2. Anak-anak yang putus sekolah dapat pula mengganggu keamanan. Karena tidak ada kegiatan yang menentu, sehingga kadang-kadang dapat menimbulkan kelompok-kelompok pemuda liar. Anak-anak nakal dengan kegiatannya yang bersifat negatif, seperti mencuri, memakai narkoba, mabuk mabukan, menipu, menodong, dan sebagainya. Produktifitas anak putus sekolah dalam pembangunan tidak seluruhnya dapat mereka kembangkan, padahal semua anak Indonesia memiliki potensi untuk maju. 3. Menjadi subjek dan objek kriminalitas seperti ; kenakalan remaja, tawuran, kebut-kebutan di jalan raya, minum–minuman dan Universitas Sumatera Utara perkelahian, akibat lainnya juga adalah perasaan minder dan rendah diri, banyak orang yang menganggur. Itu dikarenakan banyak sekali anak yang tidak mempunyai ijasah, maupun tidak adanya pembekalan skiil bagi mereka yang putus sekolah. Hanya dengan generasi penerus yang terdidik dan cerdas serta bermoral, maka hari depan bangsa bisa dibayangkan titik terangnya. Namun pendidikan di Indonesia semakin lama semakin mahal. Kehidupan masa depan sang anak tidak terjamin karena tidak dibekali oleh pengetahuan dan keterampilan yang cukup, bahkan jika anak menjadi objek kriminalitas akan semakin membuat resah orang tua karena kelakuan semakin bebas dan membuat malu orang orang tua dan keluarga karena putus sekolah dan membuat masayarakat sekitar anak resah Halik, 2011.

2.4 Pendekatan Penyelesaian Anak Putus Sekolah