kedepannya agar semua anak di Indonesia bisa mendapatkan pendidikan yang sebagaimana mestinya.
Program ini juga belum sepenuhnya sempurna dilihat dari jangka umur yang diwajibkan dari umur 7 – 15 tahun, dirasakan anak SD dan SMP, yang
tingkat kematangannya belum sempurna. Sehingga dianggap belum pantas dan siap untuk masuk kedunia kerja dan terjun kemasyarakat. Setelah di tingakt SMP
diharapkan melanjutkan kembali ke SMA apabila ingin melanjutkan ke perguruan tinggi maupun ke SMK untuk mendapatkan keterampilan dan pengalaman kerja
yang lebih. Ini menjadi tugas kita semua tidak hanya pemerintah, guna menciptakan SDM yang berkualitas.
Walaupun telah dicanangkan pemerintah program wajib belajar 9 tahun dan penyediaan bantuan, namun masih ada terdapat anak-anak yang mengalami
purus sekolah. Masalah putus sekolah ini dialami oleh anak yang berada di pendidikan SMP dan SMA, kendalanya saat ini wajib belajar hanya pada usia 15
tahun atau tingkat SMP. Dilihat dari permasalahan tersebut tahun 2015 pemerintah akan mencanangkan program wajib belajar 12 tahun dengan tujuan ,
dapat mengurangi jumlah masyarakat indonesia yang buta huruf, tidak dapat membaca,putus sekolah, serta menulis yang sebagian dari masyarakat Indonesia
masih banyak yang mengalami hal demikian. Pemerintah berharap kedepannya tidak akan ada lagi masyarakat Indonesia yang mengalami buta huruf dan anak
yang putus sekolah Infomania, 2013.
2.3.3 Faktor-faktor Penyebab Timbulnya Anak Putus Sekolah
Jika dilihat mengapa anak putus sekolah tentunya tidak akan terlepas dari beberapa hal yang mempengaruhi sehingga tidak dapat menyelesaikan sekolah,
Universitas Sumatera Utara
wajar saja terjadi karena anak dihadapkan oleh beberapa kendala, baik yang datang dari diri sendiri maupun yang datang dari luar diri anak.
Menurut Sukamdinata dalam Suyanto, 2010:342 menyatakan penyebab anak putus sekolah adalah kesulitan ekonomi atau karena orang tua tidak mampu
menyediakan biaya bagi sekolah anak-anaknya. Disamping itu, tidak jarang terjadi orang tua meminta anaknya untuk membantu pekerjaan orang tua. Di daerah
perkotaan, anak-anak di bawah usia bekerja di pabrik-pabrik untuk membantu ekonomi orang tua. Adapun di daerah pedesaan, selain di sektor pertanian dan
perkebunan, biasanya anak-anak bekerja disektot industry kecil, sektor informal, dan perdagangan tradisional. Kemiskinan menyebabkan ketidakmampuan
keluarga dalam memenuhi kebutuhan pokok. menurut Johannes Muller mengemukakan kemiskinan dan ketimpangan struktur institusional adalah
variabel utama yang menyebabkan kesempatan masyarakat khususnya anak-anak untuk memperoleh pendidikan menjadi hambatan.
Terdapat beberapa profil rumah tangga miskin yaitu: 1.
Sosial demografi yang meliputi rata-rata jumlah anggota rumah tangga, persentase wanita sebagai kepala rumah tangga, rata-rata usia kepala
rumah tangga dan pendidikan kepala rumah tangga. 2.
Kemampuan membaca dan menulis, tingkat pendidikan 3.
Sumber penghasilan utama 4.
Tempat tinggal perumahan yang dilihat dari luas lantai, jenis lantai, jenis atap, jenis dinding, jenis penerangan, sumber air, jenis jamban, status
pemilik rumah tinggal Sub Direktorat Analisis Statistik :2008 Faktor kekerasan yang terjadi disekolah dapat menyebabakan anak putus
sekolah, dimana dampak kekerasan, baik kekerasan fisik, kekerasan seksual,
Universitas Sumatera Utara
maupun kekerasan psikologis atau juga dikenal dengan kekerasan verbal sangat berpengaruh pada kondisi psikologisemosional anak. Biasanya anak anak akan
mengalami ganguan kepribadian, sering menyendiri, menarik diri dari pergaulan temam sebaya, kehilangan kepercayaan diri, dihantui perasaan takut jika
berhadapan dengan guru, semangat dan motivasi belajar menurun, dan daya kreatifitas berkurang. Semua hal tersebut, tentu akan berpengaruh pada
menurunnya prestasi belajar anak yang berujung pada ketidakinginan anak untuk sekolah Huraerah, 2007 : 107.
Selain menurut ahli diatas, ada beberapa faktor yang mendorong terjadinya anak putus sekolah yang sering dijumpai di lingkungan masyarakat yaitu faktor
Individu, keluarga, lingkungan masyarakat dan lingkungan sekolah A.
Faktor Individu Faktor individu yang mempengaruhi anak putus sekolah antara lain:
1. Kurangnya Minat Anak untuk Bersekolah
Meyebabkan anak putus sekolah bukan hanya disebabkan latar belakang pendidikan orangtua, juga lemahnya ekonomi keluarga tetapi
juga datang dari dirinya sendiri yaitu kurangnya minat anak untuk bersekolah atau melanjutkan sekolah. Anak usia wajib belajar semestinya
menggebu-gebu ingin menuntut ilmu pengetahuan namun karena sudah terpengaruh oleh lingkungan yang kurang baik terhadap perkembangan
pendidikan anak, sehingga minat anak untuk bersekolah kurang mendapat perhatian sebagaimana mestinya, adapun yang menyebabkan anak kurang
berminat untuk bersekolah adalah : anak kurang mendapat perhatian dari orangtua terutama tentang pendidikannya,juga karena kurangnya orang-
orang terpelajar sehingga yang mempengaruhi anak kebanyakan adalah
Universitas Sumatera Utara
orang yang tidak sekolah sehingga minat anak untuk sekolah sangat kurang. Anak seusia wajib belajar sudah kenal mengenal bahkan sudah
mampu untuk mencari uang terutama untuk keperkuannya sendiri seperti jajan . Hal ini tentu akan mempengaruhi terhadap cara dan sikap anak
dalam bertindak dan berbuat. Selain itu tinggi rendahnya minat untuk meneruskan sekolahnya juga dipengaruhi oleh prestasi belajar anak itu
sendiri. Anak yang berpresatsi belajarnya rendah tentu tidak naik kelas. Artinya anak tetap tinggal dikelas, dengan harapan agar anak dapat
meningkatkan presatasinya. Anak didik yang gagal dalam belajar dan tidak naik kelas ada dua kemungkinan yang terjadi pada dirinya. Pertama anak
akan merasa malu terhadap teman-teman dan dan guru disekolah karena ia tidak bisa seperti teman-temannya, maka ia malas pergi kesekolah. Kedua
yaitu kegagalan dalam belajar akan menjadi cambuk baginya untuk belajar lebih giat dan rajin agar agar dapat menandingi teman-temannya dan kalau
bisa lebih baik atau lebih tinggi dari teman-temannya semula. Yang sering terjadi adalah kemungkinan pertama ,bila gagal dalam belajar maka anak
akan malas pergi kesekolah dan meninggalkan sekolahnya yang belum selesai.
2. cacat fisikmental
Faktor cacat fisikmental pada anak akan berdampak terhadap pendidikan anak perlu dipahami terlebih dahulu gangguan pada otak yang
dapat menyebabkan terhambatnya proses penerimaan informasi pada anak sehingga IQ anak yang dimiliki anak sangat rendah sehingga dapat
memungkinkan anak putus sekolah B.
Faktor Keluarga
Universitas Sumatera Utara
Faktor keluarga yang mempengaruhi anak putus sekolah anatara lain: 1.
Ekonomi Keluarga Mereka yang putus sekolah ini kebanyakan berasal dari keluarga
ekonomi lemah, dan berasal dari keluarga yang tidak teratur. Akibat tekanan kemiskinan dan latar belakang sosial orang tua yang kebanyakan
kurang atau bahkan tidak berpendidikan, di daerah pedesaan kerap terjadi anak-anak relatif ketinggalan dibandingkan dengan teman-temannya dan
tidak jarang pula anak kemudian putus sekolah di tengah jalan karena orang tuanya tidak memiliki biaya yang cukup untuk menyekolahkan
anak. Anak-anak dari keluarga pedesaan umunya hanya memiliki fasilitas belajar yang pas-pasan misalnya buku tulis yang kumal, tas yang
sederhana, dan orang tua anak bersikap acuh tak acuh pada urusan sekolah anak, sehingga anak sendiri kemudian tidak pernah merasakan bahwa
sekolah itu memang penting bagi masa depannya. Di lingkungan rumah tangga, anak-anak dari keluarga miskin terpaksa ikut bekerja dan mencari
nafkah. Kurangnya pendapatan keluarga menyebabkan orangtua terpaksa
bekerja keras mencukupi kebutuhan pokok sehari-hari,sehingga pedidikan anak kurang terperhatikan dengan baik dan bahkan nmembantu orangtua
dalam mencukupi keperluan pokok untuk makan sehari-hari misalnya anak membantu orangtua kesawah karena dianggap meringankan beban
orangtua, anak diajak ikut orangtua ketempat kerja yang jauh dan meninggalkan sekolah dalam waktu yang cukup lama. Dan apalagi yang
menjadi buruh tanpa tujuan untuk membantu pekejaan orangtua, setelah merasa enaknya membelanjakan uang hsil usaha sendiri akhirnya tidak
Universitas Sumatera Utara
terasa sekolahnya ditinggalkan begitu saja, anak perempuan disuruh mengasuh adiknya diwaktu ibu sibuk bekerja.
2. Perhatian Orang Tua
Rendahnya perhatian orang tua terhadap anak dapat disebabkan karena kondisi ekonomi keluarga atau rendahnya pendapatan orang tua si
anak sehingga perhatian orang tua lebih banyak tercurah pada upaya untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Persentase anak yang tidak dan putus
sekolah karena rendahnya kurangnya perhatian orang tua. Dalam keluarga miskin cenderung timbul berbagai masalah yang berkaitan dengan
pembiayaan hidup anak, sehingga mengganggu kegiatan belajar dan kesulitan mengikuti pelajaran. Banyak sekali anak yang putus sekolah ini
diakibatkan karena keadaan dirumahnya, biasanya dialami pada masa SMP dan SMA, karena pada masa itu anak sedang mencari jati dirinya sendiri,
sehingga sangat sulit untuk dinasehati orang tunya. Itu berakibat hubungan sang orang tua dengan anak menjadi tidak harmonis lagi.
3. Latar Belakang Pendidikan Orang Tua
Pendidikan orang tua yang hanya tamat sekolah dasar apalagi tidak tamat sekolah dasar, hal ini sangat berpengaruh terhadap cara berpikir
orang tua untuk menyekolahkan anaknya, dan cara pandangan orang tua tentu tidak sejauh dan seluas orang tua yang berpendidikan lebih tinggi.
Orangtua yang hanya tamat sekolah dasar atau tidak tamat cenderung kepada hal-hal tradisional dan kurang menghargai arti pentingnya
pendidikan. Mereka menyekolahkan anakknya hanya sebatas bisa membaca dan menulis saja, karena mereka beranggapan sekolah hanya
membuang waktu,tenaga dan biaya, mereka juga beranggapan terhadap anak lebih baik ditujukan kepada hal-hal yang nyata bagi mereka, lagi pula
Universitas Sumatera Utara
sekolah harus melalui seleksi dan ujian yang di tempuh dengan waktu yang panjang dan amat melelahkan. Latar belakang pendidikan orang tua
yang rendah merupakan suatu hal yang mempengaruhi anak sehingga menyebabkan anak menjadi putus sekolah. Akan tetapi ada juga orang tua
yang telah mengalami dan mengenyam pendidikan sampai ke tingkat lanjutan dan bahkan sampai perguruan tinggi tetapi anaknya masih saja
putus sekolah. 4.
Jumlah Saudara Besarnya jumlah saudara dimana dalam kaitannya dengan putus
sekolah, semakin tinggi jumlah saudara semakin besar kemungkinan anak putus sekolah. Dalam hal ini, semakin banyak anggota keluarga maka
beban yang akan ditanggung oleh kepala rumah tangga juga akan semakin besar. Semakin besar beban yang ditanggung oleh kepala rumah tangga,
maka semakin besar kemungkinan anak untuk drop out sekolah. Keikutsertaan orangtua terhadap keluarga berencana dapat menekan
terjadinya proses drop out anak usia sekolah. 5.
Perceraian Dari segi perceraian, menurut berbagai penelitian yang dilakukan
di dalam maupun luar negeri, anak-anak dari keluarga yang bercerai menunjukkan penyesuain diri yang lebih buruk dibandingkan anak-anak
dari keluarga yang tidak bercerai. Dibandingkan anak-anak dari keluarga yang utuh,anak-anak keluarga yang bercerai lebih memiliki
kecenderungan untuk mengalami masalah akademis, menunjukkan masalah sosial pada anak seperti kenakala remaja, memiliki hubungan
intim yang kurang baik dan pada akhirnya anak putus sekolah
Universitas Sumatera Utara
C. Faktor Lingkungan Masayarakat
Faktor lingkungan masyarakat yang mempengaruhi anak putus sekolah antara lain:
1. Budaya Masayarakat
Pandangan masyarakat yang maju tentu berbeda dengan masyarakat yang keterbelakangan dan tradisional, masyarakat yang maju
tentu pendidikan mereka maju pula, demikian pula anak-anak mereka akan menjadi bertambah maju pula pendidikannya dibanding dengan orang tua
mereka. Maju mundurnya suatu masyarakat, bangsa dan negara juga ditentukan dengan maju mundurnya pendidikan yang dilaksanakan. Pada
umumnya masyarakat yang terbelakang atau dengan kata lain masyarakat tradisional mereka kurang memahami arti pentingnya pendidikan,
sehingga kebanyakan anak-anak mereka tidak sekolah dan jika sekolah kebanyakan putus di tengah jalan. Hal tersebut bisa terjadi karena mereka
beranggapan sekolah sangat sulit, merasa tidak mampu, buang waktu banyak, lebih baik bekerja sejak anak-anak ajakan membantu orangtua,
tujuan sekolah sekedar bisa membaca dan menulis, juga karena anggapan mereka tujuan akhir dari sekolah adalah untuk menjadi pegawai negeri, hal
ini tentu karena kurang memahami arti, fungsi, dan tujuan pendidikan nasional. Masyarakat yang tradisional jika mereka memahami fungsi dan
tujuan pendidikan nasional pada akhirnya akan menjadi masyarakat yang maju dan berkembang. Masyarakat yang terpencil atau masyarakat yang
tradisional juga beranggapan bahwa sekolah itu pada dasarnya sedikit sekali yang sesuai dengan kehendak mereka, misalnya begitu lulus sekolah
langsung mendapatkan pekerjaan, sekolah hendaknya tidak memerlukan biaya yang banyak, dan tidak memerlukan waktu yang sama
Universitas Sumatera Utara
2. Teman Sebaya
Pengaruh dari teman sebaya siswa lebih cepat masuk dalam jiwanya. Teman sebaya yang baik akan berpengaruh baik terhadap diri
anak, begitu juga sebaliknya teman sebaya yang jelek pasti mempengaruhi yang bersifat buruk juga. Anak putus sekolah disebabkan oleh kegiatan
bermain dengan teman sebayannya meningkat pesat, karena waktu dan kesempatan anak untuk bermain relatif longgar. Karena hal ini didasari
oleh adanya persamaan-persamaan antara individu yang satu dengan individu yang lain. Bagaimanapun juga adanya pergaulan ini mempunyai
pengaruh terhadap sikap, tingkah laku, dan cara bertindak. Dimana pengaruh tersebut ada yang bersifat positif dan yang bersifat negatif.
Bersifat positif yaitu bergaul dan berteman dengan orang yang berpendidikan dan berilmu pengetahuan yang lebih dari anak tersebut,akan
mendapatkan manfaat kapada anak dan akan membantu dan memotivasi anak dalam belajar menuntut ilmu. Bila anak menemukan kesulitan akan
mudah bertanya atau minta bimbingan kepada mereka yang lebih tahu. Selain itu,bergaul dengan orang yang berpengetahuan juga mendatangkan
ketentraman,karena anak akan dapat di terima oleh lingkungan dimana anak tinggal. Dengan demikian terjalin kerja sama bantu membantu antara
sesamanya didalam mensukseskan pembangunan,khususnya dalam bidang pendidikan. Sedangkan bersifat negatif yaitu Bergaul dengan orang yang
dapat mendatangkan pengaruh negatif. Pengaruh negatif tersebut misalnya bila seorang anak didik mempunyai teman sepergaulan mayoritas tidak
sekolah, maka sedikit banyaknya akan mempengaruhi kepada si anak. Khususnya yang berhubungan dengan kelangsungan dan kelancaran
pendidikan anak disekolah,atau akan mengganggu belajar anak dirumah,
Universitas Sumatera Utara
seperti temannya mengajak jalan-jalan,ngbrol-ngobrol hingga tidak ingat waktu belajar. Bila anak bergaul dengan anak yang tidak bermoral atau
berakhlak yang tidak baik, maka pada suatu saat nanti akan terpengaruh dan turut melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak baik, disebabkan
setia kawan yang dapat menjerumuskan anak . Dan akhirnya akan mengganggu pelajar di sdekolah,kemudian putus sekolah.
D. Faktor Anak Bekerja
Tersedianya sumber local yang dapat menjadi lahan pekerjaan bagi anak, pola rekrutmen yang mudah. Dari ketersedian sumber lokal
menyebabkan anak meninggalkan bangku sekolah. Ditinjau dari sisi penawaran faktor utama anak bekerja karena bencana alam, buta huruf,
ketidakberdayaan, kurangnya pilihan untuk bertahan hidup, kemiskinan orang tua yang membuat semakin buruknya keadaan yang dihadapi oleh
keluarga sehingga mereka terpaksa meletakakan anaknya ke dunia kerja, serta keinginan anak untuk mendapatkan uang sendiri untuk keperluannya
sendiri. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, UNICEF Indonesia,
Lembaga Penelitian SMERU, 2012.
2.3.4 Resiko Anak Putus Sekolah