kemungkinan anaknya terpengaruh dari teman-teman anaknya, karena terbukti saat ini anak belaiu sudah merokok pada hal dahulunya ketika bersama dengan
beliau dikampung ia adalah anak yang baik dan penurut. Beliau juga mengatakan bahwa beliau ingin menyekolah anaknya kembali,
tetapi tergantung kemauan anak saja masih ingin sekolah atau tidak karena saat ini anak beliau setelah putus sekolah anaknya bekerja sebagai kernek di kapal
pengangkut barang di Ajibata parapat, dan beliau juga menuturkan tidak ingin memaksakan kehendak beliau terhadap anaknya.
5.2 Analisis Data
Putus sekolah merupakan proses berhentinya siswa secara terpaksa dari suatu lembaga pendidikan tempat anak belajar. Putus sekolah dan berbagai
masalah yang terkait di dalamnya sudah tidak dapat dianggap hal biasa lagi karena menyangkut semua pihak. Seorang anak hendaknya memperoleh perlindungan
yang baik di masa hidunya. Peningkatan jumlah anak putus sekolah merupakan suatu hal yang harus ditanggapi secara serius oleh pemerintah maupun pihak-
pihak lain. Anak putus sekolah adalah keadaan dimana anak mengalami keterlantaran karena sikap dan perlakuan orang tua yang tidak memberikan
perhatian yang layak terhadap proses tumbuh kembang anak tanpa memperhatikan hak–hak anak untuk mendapatkan pendidikan yang layak.
Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan maka diperoleh beberapa faktor yang menyebabkan anak putus sekolah di Kelurahan Sipolha Horisan
Kecamatan Pematang Sidamanik Kabupaten Simalungun. Adapun faktor yang mempengaruhi anak putus sekolah di Kelurahan Sipolha Horisan Kecamatan
Pematang Sidamanik Kabupaten Simalungun adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
1.
Faktor Keluarga
Anak yang putus sekolah ini kebanyakan berasal dari keluarga ekonomi lemah, dan berasal dari keluarga yang tidak teratur. Akibat tekanan kemiskinan
dan latar belakang sosial orang tua yang kebanyakan kurang atau bahkan tidak berpendidikan, di daerah pedesaan kerap terjadi anak-anak relatif ketinggalan
dibandingkan dengan teman-temannya dan tidak jarang pula anak kemudian putus sekolah di tengah jalan karena orang tuanya tidak memiliki biaya yang cukup
untuk menyekolahkan anak. Kurangnya pendapatan keluarga menyebabkan orangtua terpaksa bekerja keras mencukupi kebutuhan pokok sehari-hari,sehingga
pedidikan anak kurang terperhatikan dengan baik dan bahkan membantu orang tua dalam mencukupi keperluan pokok untuk makan sehari-hari misalnya anak
membantu orang tua kesawah karena dianggap meringankan beban orang tua, anak diajak ikut orang tua ketempat kerja yang jauh dan meninggalkan sekolah
dalam waktu yang cukup lama. Dan apalagi yang menjadi buruh tanpa tujuan untuk membantu pekejaan orangtua, setelah merasa enaknya membelanjakan uang
hsil usaha sendiri akhirnya tidak terasa sekolahnya ditinggalkan begitu saja, anak perempuan disuruh mengasuh adiknya diwaktu ibu sibuk bekerja.
Besarnya jumlah saudara dimana dalam kaitannya dengan putus sekolah, semakin tinggi jumlah saudara semakin besar kemungkinan anak putus sekolah.
Dalam hal ini, semakin banyak anggota keluarga maka beban yang akan ditanggung oleh kepala rumah tangga juga akan semakin besar.
Seperti hasil kutipan wawancara dengan Mordhekai Senglistron Sinaga informan I yang mengalami putus sekolah sejak berada dibangku kelas 1
semester genap menurut penuturan Moerdhekai Senglistron Sinaga
Universitas Sumatera Utara
“ karena orang tua saya tidak sanggup lagi menyekolahkan saya orang tua saya hanya bekerja sebagai petani yang tidak menentu
penghasilannya dan adik saya saat ini masih sekolah dan membutuhkan biaya yang banyak, saya tidak ingin menyusahkan orang tua saya lagi.
Lebih baik saya membantu orang tua saya bekerja diladang supaya bisa bantu orang tua saya memnuhi kebutuhan sehari-hari kami dan kebutuhan
sekolah adik saya. Karena adik dibawah saya banyak , kami 5 bersaudara dan adik paling kecil masih ada yang balita.”
Tidak hanya itu saja rendahnya perhatian orang tua terhadap anak yang disebabkan oleh kondisi ekonomi keluaraga atau rendahnya pendapatan keluarga
serta kesehatan orang tua yang menyebabkan anak putus sekolah Dalam keluarga miskin cenderung timbul berbagai masalah yang berkaitan dengan pembiayaan
hidup anak, sehingga mengganggu kegiatan belajar dan kesulitan mengikuti pelajaran.
Sama halnya yang dilakukan oleh informan oelh informan III yakni Rindi Sartika “saya putus sekolah bukan karena keinginan saya sendiri, saya masih
ingin sekolah tetapi karena kondisi kakek saya yang sakit sehingga menyuruh saya untuk berhenti sekolah supaya bisa jaga kakek dirumah.
Saya tinggal sama kakek dan nenek saya bersama dengan kakak dan adik saya, mama sama papa pergi ke Pekanbaru katanya mau cari pekerjaan
disana, tapi setelah orang tua saya pergi tidak pernah ada kabar dan kami anaknya pun tidak pernah ditanya. Kakek saya sudah sakit keras dan
nenek pun sudah tua , terkadang nenek menjual pisang dan hasilnya untuk biaya berobat kakek dan terpaksa saya yang harus membantu nenek untuk
mencari uang dengan bekerja di ladang orang untuk biaya hidup kami”
Universitas Sumatera Utara
Jadi dengan kata lain faktor keluarga juga yang menyebabkan anak putus sekolah, sehingga para anak ini terpaksa membantu orang tua untuk
memcukupkan kebutuhan rumah tangga.
2.
Faktor Lingkungan masyarakat
Pandangan masyarakat yang maju tentu berbeda dengan masyarakat yang keterbelakangan dan tradisional, masyarakat yang maju tentu pendidikan mereka
maju pula, demikian pula anak-anak mereka akan menjadi bertambah maju pula pendidikannya dibanding dengan orang tua mereka. Maju mundurnya suatu
masyarakat, bangsa dan negara juga ditentukan dengan maju mundurnya pendidikan yang dilaksanakan. Pada umumnya masyarakat yang terbelakang atau
dengan kata lain masyarakat tradisional mereka kurang memahami arti pentingnya pendidikan. Terlihat dari 5 informan seperti penuturan informan IV yakni Eko
Hendra Sinaga “orang tua, abang saya dan masyarakat di sekitar lingkungan sini banyak
marah terhadap kelakuan saya, dan banyak masyarakat sini yang menyuruh saya untuk sekolah, masyarakat selalu menasehati saya
pendidikan itu penting apa lagi untuk zaman sekarang supaya masa depan lebih baik”
Hal yang senada dikatakan oleh Ibu Nurmian Damanik Informan Tambahan VI “saya membanting tulang bekerja diladang untuk menyekolahkan anak
saya, menasehatinya agar tetap sekolah supaya anak saya dapat tamat sekolah walaupun harus mengutang ketetangga tetapi kenyataanya ia
justru menghancurkan harapan saya dengan mengucapkan tidak ingin
Universitas Sumatera Utara
sekolah, saya kecewa dan sia-sia sudah yang saya lakukan untuk memperjuangkan anak saya tetap sekolah”
Jadi hasil wawancara dengan ibu Nurmian Damanik diatas dapat disimpulkan masyarakat di Kelurahan Sipolha Horisan masih menganggap betapa
pentingnya pendidikan, sehingga masyarakat menginginkan anak nya sekolah lebih tinggi agar mendapatkan kehidupan yang layak dan dapat memperbaharui
kehidupan keluarga dan memiliki kehidupan yang lebih baik. Selain itu pengaruh dari teman sebaya juga berpengaruh baik terhadap diri
anak, begitu juga sebaliknya teman sebaya yang jelek pasti mempengaruhi yang bersifat buruk juga. Anak putus sekolah disebabkan oleh kegiatan bermain dengan
teman sebayanya meningkat pesat, karena waktu dan kesempatan anak untuk bermain relatif longgar. Karena hal ini didasari oleh adanya persamaan-persamaan
antara individu yang satu dengan individu yang lain. Bagaimanapun juga adanya pergaulan ini mempunyai pengaruh terhadap sikap, tingkah laku, dan cara
bertindak. Dimana pengaruh tersebut ada yang bersifat positif dan yang bersifat negatif. 3 dari 5 informan mendapatkan pengaruh dari teman sebayanya yang
memnyebabkan dampak yang negatif terhadap anak seperti hasil kutipan wawancara dengan Mordhekai Senglistron Sinaga informan I
“awal saya dahulunya anak pendiam dan penurut pada nasehat orang tua ketika saya masih tinggal bersama dengan orang tua saya, tetapi ketika
saya telah sekolah disiantar saya diajak teman-teman saya bolos sekolah alias cabut dari sekolah hanya untuk main-main dan nongkrong di pajak
horas” Hal yang sama juga yang dikatakan oleh Edi Siadari Informan X
Universitas Sumatera Utara
“ketika saya sekolah saya bandal sering berantam dengan teman saya, saya juga sering cabut dari sekolah bersama dengan teman-teman satu
sekolah saya dan kami selalu nongkrong dan merokok” Faktor lingkungan masyrakat terutama teman sebaya anak menjadi faktor
penyebab anak putus sekolah. Akibat terlalu bebasnya dan tidak ada pemantauan dari orang tua sehingga anak-anak akan mudah terpengaruh terhadap teman yang
memberikan dampak yang negatif terhadap anak.
3.
Faktor Anak bekerja
Tersedianya sumber local yang dapat menjadi lahan pekerjaan bagi anak, pola rekrutmen yang mudah. Dari ketersedian sumber lokal menyebabkan anak
meninggalkan bangku sekolah. Ditinjau dari sisi penawaran faktor utama anak bekerja karena bencana alam, buta huruf, ketidakberdayaan, kurangnya pilihan
untuk bertahan hidup, kemiskinan orang tua yang membuat semakin buruknya keadaan yang dihadapi oleh keluarga sehingga mereka terpaksa meletakakan
anaknya ke dunia kerja, serta keinginan anak untuk mendapatkan uang sendiri untuk keperluannya sendiri. Seperti yang dikatakan oleh Zogaya Damanik
Informan II “saya dahulu sering bolos sekolah, malas belajar dan disaat saya
membolos terkadang saya narik angkot di Pematang siantar membawa angkot Sinar Siantar punya keluarga saya tujuan saya ingin mendapatkan
uang yang banyak lebih enak bekerja dari pada sekolah dan hasil yang saya dapatkan dari narik angkot tidak saya beri sama orang tua tetapi
untuk kantong sendiri dan saya narik angkot tidak diketahui oleh orang
Universitas Sumatera Utara
tua ku. Saat ini saya tidak narik angkot lagi tapi kerja di Koperasi Saroha dimasukkan sama paman saya, dari pada mengangur”
Dari hasil wawancara dengan Zogaya Damanik disimpulkan ketersedian sumber local menjadi penyebab anak meninggalkan bangku sekolah. Kerana telah
dapat menghasilkan uang yang banyak sehingga anak melupakan kewajibannya untuk sekolah.
4.
Faktor Individu
Faktor Individu merupakan faktor yang berasal dari anak itu sendiri, dimana anak usia wajib belajar semestinya menggebu-gebu ingin menuntut ilmu
pengetahuan namun karena sudah terpengaruh oleh lingkungan yang kurang baik terhadap perkembangan pendidikan anak, rendahnya minat untuk meneruskan
sekolahnya menyebabkan anak malas untuk belajar serta anak akan selalu membolos dari sekolahnya sehingga menyebabkan anak berkeinginan untuk
berhenti sekolah. Hal ini dapat juga dipengaruhi oleh prestasi belajar anak itu sendiri. Anak didik yang gagal dalam belajar dan tidak naik kelas ada dua
kemungkinan yang terjadi pada dirinya. Yang sering terjadi adalah kemungkinan pertama ,bila gagal dalam belajar maka anak akan malas pergi kesekolah dan
meninggalkan sekolahnya yang belum selesai. 4 dari 5 informan faktor individu anak yaitu kurangnya minat anak yang menyebabkan anak putus sekolah hal ini
dialami oleh informan 1,2,4 dan 5. Seperti hasil penuturan informan I yakni Mordhekai Senglistron Sinaga
“saya putus sekolah karena saya sering sekali tidak masuk sekolah alias membolos, saya dahulu waktu sekolah suka main-main sama teman satu
Universitas Sumatera Utara
sekolah karena menurut saya belajar disekolah membosankan, lebih enak main-main”
Sama juga yang dikatakan oleh Zogaya Damanik informan II “saya sering malas untuk pergi kesekolah selalu membolos ke sekolah
alias sering tidak masuk sekolah, saya paling malas juga untuk belajar, kalau belajar itu tidak enak lebih enak jika narik angkot dapat uang dan
kerja” hal yang senada juga yang dikatakan oleh Edi Siadari informan IV
“saya di sekolah bandal dan sering berantam dengan teman disekolah, saya pun sering malas pergi kesekolah karena saya malas belajar.
Saya pun tidak ada minat untuk belajar” Dapat disimpulkan bahwa faktor dari dalam diri anak yaitu kurangnya
minat anak untuk sekolah yang menyebabkan anak meninggalkan sekolahnya tanpa menamatkan dirinya.
5.3 Keterbatasan Penelitian