Promosi Film Bagian dari Seni Iklan

E. Promosi Film Bagian dari Seni Iklan

1. Iklan Surat Kabar

Surat kabar setempat diterbitkan sampai 3 Maret 1942 dan mulai dimbil alih oleh jepang pada 7 Maret 1942. Sendenhan mengambil alih juga To-indo Nippo [Harian Hindia Belanda], yakni satu-satunya surat kabar berbahasa Jepang yang ada di Indonesia sejak sebelum Perang. Dengan memanfaatkan kantor dan percetakan (kemudian hari pindah ke bekas kantor perusahaan surat kabar berbahasa Belanda Jaw Bode), mereka menerbitkan nomor perdana surat kabar Sekido Ho [Berita Katulistiwa] pada 9 Maret 1942. Surat kabar ini memuat warta berita dari siaran Tokyo sebagai berita utama. 297 Kemudian, pada tanggal 3 April

1942 Sekido ho diubah namanya menjadi Unabara [Samudra], dan surat kabar ini

297 Michida, Tatakau, hlm. 195-197.

terbit sebanyak 230 nomor sampai 6 Desember 1942. Dalam surat kabar ini, Pemimpin Sendenhan Machida yang cukup perhatian kepada menulis esai berseri tanpa nama (no.60 – no.188) selain menulis puisi (no.31). Sejak terbitnya Unabara ini, kegiatan berpropaganda menjadi lebih terorganisasi dan pengkontrolan terhadap segala media masa mulai diperkeras. Sebagai kebijakan pemerintah militer, segala organ opini masyarakat di jawa diberhentikan untuk sementara dan kemudian diberanguslah sebagian besar surat kabar yang terbit di Jawa tanpa kejelasan atas delik apa.

298 Menurut I. J. Brugmans dan kawan-kawan, terdapat delapan surat kabar berbahasa “Melayu” yang diterbitkan (kembali) pada masa itu. Pertama-tama,

diterbitkan Asia Raya 29 April 1942. Selain itu, di Batavia terbit juga pembangoen sebagai pengganti Pemandangan dan Kung Yung Pao yang melanjutkan Hong Po yang dahulu. Tidak lama kemudian, pada 1 juni1942 Tjahaja diterbitkan di Bandung. Sesudah itu, Sinar Matahari terbit di Yogyakarta sedangkan Sinar Baroe diterbitkan di Semarang. Di Surabaya pada 17 Juni 1942 Soerabiasch Handelsblad [Surat Kabar Perniagaan Surabaya] dipaksa untuk selanjunya diterbitkan dalam bahasa “melayu” dengan nama Pewarta Perniagaan. Kemudian, di Surabaya Juga terbit Soeara Asia yang akan menyerapa Pewarta

Perniagaan. 299 Menurut Omisawa, kepala Seksi surat kabar Sendenhan, pernyataan atau

pembredelan surat kabar tersebut dimaksud untuk mempermudah pengawasan

298 Brugmans, dkk., op.cit., hlm. 200.

299 Selain Koran-koran tersebut, ada juga Koran illegal. Salah satunya adalah Merah Putih di Surakarta, Tanoguchi, “Janarisuto”, hlm. 291., Wartini Santoso (ed.), 1984, Katalog Surat

Kabar, Jakarta: Perpustakaan Nasional. (Seterusnya dirujuk sebagai Santoso, Katalog Surat Kabar ) hlm. X.

terhadap dunia opini. Katanya, hal itu juga masih merupakan hasil kompromi, karena semula ia berharap hanya satu surat kabar yang ada di Jawa. Namun pengawasan yang ketat mengakibatkan monotonnya semua artikel di surat kabar-

surat kabar. 300 Tentu saja, kepada wartawan juga diadakan pengawasan. Setelah Jepang menyerah, ditemukan dokumen “Sepuluh perintah untuk Wartawan” di

kediaman H Shimizu di Jakarta. Misalnya, perintah ke delapan dari dokumen tersebut berbunyi, “Ia (wartawan) harus sama sekali berusaha untuk melaksanakan slogan ‘Asia untuk orang Asia’ dan harus sadar mengenai tugas hati untuk

kemerdekaan Asia Timur Raya.” 301 Dari Bandung U. Tomisawa pindah ke Batavia. Namun, ia bingung harus

memulai dari apa. Abdullah Alatas, 302 seorang indo Arab yang menjadi asisten setia Tomisawa di Bandung menyarankan untuk membuat surat kabar berbahasa

Indonesia. “dan, kalau bikin, namanya lebik baik Asia Raya saja,” lanjutnya. 303 Tomisawa yang sudah mengkhawatirkan monotonnya artikel di surat kabar tadi langsung menyetujui idenya. Tomisawa sadar bahwa lebik baik mengkontrol dari dalam dari pada menekan dari luar. Lalu ia merundingkan ide tersebut dengan ahli percetakan Toshio Kurosawa yang mengelola bekas pabrik percetakan Jawa Bode. Ide itu langsung disetujui A.Asano, Y.Nakatani, T.Ichiki, H.Shimizu, dan filsuf Norio Shimizu juga mendukung. Kemudian, Tomisawa memilih pemimpin

300 Tomisawa, “Genchi-ji Shibun (Koran Bahasa Stempat)” dalam Majalah Bungei Nihon (Juni 1944), (Seterusnya dirujuk sebagai Tomisawa, “Genchi-ji”)., Kartini Santoso (ed.), 1983,

Katalog Terbitan Indonesia Pendudukan Jepang 1942-1945, Jakarta: Perpustakaan Nasional, hlm. iii.

301 Brugmans, dkk., op.cit., hlm. 201.

302 Tomisawa menulis esai berseri mengenai Alatas yang berjudul “Indonesia no Asa (Pagi Harinya Indonesia)” dalam surat kabar Tokyo Asahi Shinbun (19-23 Januari 1943).

303 Tomisawa, “Jawa”,hlm. 101., Asano, hlm. 147.

Parindra (partai Indonesia Raya) Soekadjo Wiliano Poeranoto sebagai editor kepala.

Akhirnya Asia Raya diterbitkan oleh Sendenhan pada 29 April 1942, bertepatan dengan tenchu setsu (hari kelahiran kaisar Jepang). Tomisawa menjadi presiden direktur Asia Raya. Alatas menjadi direktur operasi. Sementara, itu pemimpin redaksi adalah Ichiki; penulis editorial adalah Oya, Asano, Tomisawa,

da N.Shimizu; penerjemah adalah Y.nakatani, Sanoesi Pan, Boetami, A.Oki juga ikut membantu Tomisawa. Tomisawa menulis artikel di nomor perdana yang berjudul “dari Hati ke Hati’ (terjemahan Y.Nakatani). 304 Katanya, di Singapura

sampai-sampai diterbitkan “tanda bukti rakyat baik (ryminsho)” yang membuktikan si pemilik adalah rakyat yang kooperatif pada Jepang. Asia raya ini “terjual laris sebagai semacam jimat, karena kalau membawa itu orang tersebut pasti dianggap pro Jepang.” 305 Selain surat kabar, perusahahaan Asia Raya juaga menerbitkan buku-buku. Menurut catatan Kitahara, pada saat 10 Juli 1942, sudah diterbitkan sebuah kamus Jepang-Indonesia susunan abe serta sebuah bacaan

bahasa Jepang karya Asano dan sedang dicetak kumpulan sajak oki. 306 Pada 3 September 1942 Sendenhan menunjukkan haluan dasar tentang

pengkontrolan terhadap surat kabar dalam “konsep Pengawasan Sura Kabar Pusat [Chuo shinbun Tosei An]”. Dengan ini mereka memperkuat pengontrolan

terhadap surat kabar bahasa Jepang, bahasa Indonesia, maupun Bahasa cina. 307

304 Tomisawa, Jawa, hlm. 98-107, 109-111, 119-120, 143., Tomisawa, “Genchi-ji”, Asano, Ensei, hlm. 151., Asano, Jawa, hlm. 60-69., Machida, Tatakau, hlm. 199, 201-207.

305 Ibid., hlm. 206-207.

306 Kitara, Uki, hlm. 64., Mengenai buku Asano yang berjudul Nippon-go no Hon, Asano, Jawa, hlm. 108-125, 174-181.

Sementara itu, pada 10 September 1942 Markas Besar Kekaiaran memerintahkan perusahaan surat kabar Jepang, Asahi Shinbunsha, mengenai halauan untuk mengemudiakan surat kabat berbahasa Jepang di Jawa dan membimbing surat kabat setempat :

Dengan memanfaatkan pengalaman serta kemampuan anda hingga kini dan memberikan tenaga kerja, bahan material, serta dana, diharapkan untuk mendirikan dan mengelola sebuah perusahaan surat kabar dibawah pengawasan Militer; berbakti pada pelaksanaan pemerintahan militer setempat; berusaha supaya kebudayaan Jepang berekspansi dan bersemarak; menyuluh orang Jepang setempat dan mendidik orang jepang setempat; membimbing atau langsung mengeelola surat kabat berbahasa setempat maupun asing. 308

Dengan keluarnya perintah ini, Asahi Shinbunsha akan menerbitkan surat kabar yang bernama Jawa Shionbun [Surat kabar Jawa] pada 8 Desember mengingat kao Sai (ulang tahun pecahnya Perang Asia timur raya) pertama. 309

Tidak lama kemudian, pada 16 Desember 1942 didirikan Jawa Shinbukai yang mengontrol masalah persurat kabaran di Jawa atas inisiatif Asahi Shinbusha. 310 Setelah urusan persurat kabaran diserahkan kepada Asahi

Shinbunsha, sejak 1 januari 1943 Jawa Shinbunsha memulai usaha penyebarluasan bahasa Jepang dengan menerbitkan majalah dwi-bahasa (bahasa

Indonesia dan Jepang) Djawa Baroe. 311 Sejak 1 Januari 1944 mereka juga

307 Sendenbu, “Chuo Shibun Tosei An (Konsep Pengawasan Surat Kabar Pusat)” (tulisan tangan), 3 September 1942, (The Nishijima Collection, (JV24), Machida, Tatakau, hlm. 199.

308 Ibid., hlm. 197.

309 Jawa Nenkan, hlm. 176. Mengeni alas an mengapa Asahi Shinbunsha yang ditunjuk sebagai pengelola surat kabar di Jawa, baca Taniguchi, “Janarisuto”, hlm. 273-274.

310 “Osamu Seirei (Oendng-oendang Osamu) No.51” dalam Osamu Kanpo (No.13), hlm. 2-3. atau “Osamu Serei No.51” dalam Kan Po (No.32), hlm. 4-6.

Machida, Tatakau, hlm. 199., Dalam penyebarluasan bahasa Indonesia, Jawa Shibunkai juga berperan penting. Taniguci, op.cit., hlm. 286-291. Selain itu, lembaga itu membawa perubahan dalam pengejaan bahasa Indonesia, yaitu dari “oe” ke “u”, Ibid., hlm. 281- 282.

Salah satu hal penting yang menyangkut persurat kabaran selain isi berita yang selalu dikontrol oleh Pemerintah Jepang adalah mengenai kebijakan tentang

iklan didalam surat kabar yang harus dipersetujui oleh dewan redaksi. 313 dari kebijakan tersebut termuatlah berbagai macam iklan yang tampil dalam surat

kabar. Diantaranya adalah iklan perekrutan kepegawaian pemerintah, berbagai macam iklan komersil untuk umum, dan iklan tentang Penyelenggaraan Film waktu pemutaran dan tempat diputarnya film. Maka dijadikanlah surat kabar sebagai alat promosi yang paling tepat untuk mengenalkan Film.

Dapat dikatakan bahwa untuk mengenalkan tentang film harus adanya daya pendukung yang sesuai sebagai alat promosi yang tepat walaupun kadang kalanya dilakukan dengan alat pengeras suara sebagai pemberitahuan pengumuman tentang film. Tentu saja ini adalah cara tepat Jepang mengiklankan film sebagai alat promosi yang tepat . Misalnya, dalam surat kabar Asia Raya dan surat kabar lainnya yang ada di Jawa, hampir disetiap nomor dimuat iklan dan artikel synopsis singkat tentu saja di tambahi gambar tentang film-film yang akan diputar.

2. Peran “Pasukan Kuas” Di Sendenhan

Seksi seni rupa di Sendenhan disebut “pasukan kuas (efude butai)” oleh Machida. Perkataan ini menunjukkan bahwa seksi ini terutama bertugas di bidang

312 Iklan “Kana Djawa Sjinboen” dalam Daja Baroe (no.24. 15.12.2603), hlm. 8., Dengan adanya iklan ini, diketahui adalah salah satu ingatan bahwa machida berkata Kana Djawa Sjinboen

diterbitkan sejak 8 Desember 1943. lihat Machida, Tatakau, hlm. 199.

313 Kan Po no. 14 tahoen ke II Boelan 3-2603 313 Kan Po no. 14 tahoen ke II Boelan 3-2603

lain-lain. Bahkan mereka juga membuat buku pelajaran bagi orang Indonesia. 314 Oleh karena lukisan-lukisan yang telah disiapkan di Jepang dan Taiwan

ditenggelamkan oleh kapal perang Amerika, Huston, maka anggota Seksi seni rupa sendenhan mendarat di Banten dengan tangan kosong. Meskipun demikian, dalam perjalanan ke Batavia, mereka sempat menggambarkan lukisan dinding di berbagai tempat. Paling aktif pada waktu itu adalah komikus Ryuichi Yokoyama

dan Saseo Ono. 315 Di

ditulis besar- besaran”BELSATOELAH [sic] BANGSA ASIA!” Orang Indonesia yang melihat tulisan itu berteriak-teriak “Hidoep Nippon!” dengan mengangkat jempol.

dinding-dinding

bangunan,

[..] Semboyan tersebut tentu maih bersifat agak murni pada awal perang Asia Timur Raya. Memang pembangunan “lingkungan Kemakmuran Bersama Asia timur Raya” itu cita-cita yang eenaknya(?), tetapi pemikiran untuk membebaskan penjajahan Eropa dan membimbing mereka untuk menentukan jalan meraka sendiri itu masih berkuasa sampai menjelang perang.

Misi Sendenhan juga menitik beratkan pemikiran seperti itu, maka wajar saja pertam-tama kami memasang semboyan tersebut. Akan tetapi “bantulah jepang sepenuhnya untuk pelaksanaan perang.” Walhail,

Sendenhan menghadapi dilemma seperti buah simalakama. 316

Para “Pasukan Kuas” membuat Poster-poster itu dibuat semenarik mungkin dengan gambar secara besar-besar dan permainan warna mencolok sehingga memikat yang melihat. Poster-poster film itu juga dibuat dengan tujuan

314 Machida, Pasukan Budaya yang Berperang.op.cit, hlm238-240.

315 Ibid, hlm.236.

316 Machida, “Monumen Kertas” Seorang Militer: Pedang dan Pena, op.cit. hlm.182- 183.

mempropagandakan para pemuda untuk bergabung mendaftar Peta. Sebuah poster yang sangat popular dan sering dimuat disurat kabar dan majalah adalah poster yang menggambarkan seorang prajurit bersenjata dan biasanya di dalamnya terdapat tulisan yang bertemakan mengajak, misalnya “Berjoeang Tentara

Pembela Tanag Air, Ikoetlah”. 317