Dari Pasukan Pena ke Barisan Propaganda

a. Dari Pasukan Pena ke Barisan Propaganda

100 Seobagijo, I.N, 1983, Mr. Sudjono Mendarat dengan Pasukan Jepang di Banten 1942. Jakarta: Gunung Agung, hlm. 164.

Bibit Sendenhan dimulai sejak Insiden Manchuria pada tahun 1931. Setelah mendirikan negara Manchuria, Jepang semakin terpojokkan di dunia internasional. Maka pemerintahan dan militer Jepang memutuskan untuk

membentuk sebuah komite ini diresmikan oleh kabinet Koki Hirota 101 pada bulan Juli 1936 dengan nama Komite Penerangan Kabinet (Naikaku Joho Iinkai).

Kemudian, komite tersebut diubah menjadi Bagian Penerangan Kabinet (Naikaku Johobu ) pada 25 September 1937. Komite-komite yang disebut di atas masih bersifat menghubungkan seksi-seksi penerangan yang ada di Departemen Luar Negeri, Departemen Dalam Negeri, Departemen AD, dan Departemen AL.

Pada masa kabinet Fumimaro Konoe kedua (Juli 1940-Juni 1941), Naikaku Johobu diubah lagi menjadi Dinas Penerangan Kabinet (Naikaku Johokyoku ; selanjutnya disingkat Johokyoku) yang menyatukan tugas-tugas yang menyangkut penerangan serta porpaganda yang selama ini diurus keemapat departemen tadi. Hal ini diputuskan dalam konfrensi kabinet pada 13 Agustus 1940 dan diresmikan pada 5 (6?) Desember 1940. Johokyoku ini melaksanakan tugas penerangan, pemberitaan, penyensoran, operasi propaganda, dan

sebagainya. 102 Johokyoku diawasi langsung oleh perdana menteri dan terdiri dari lima bagian. Seksi Ketiga Bagian Kelima Johokyoku-lah yang bertugas

membimbing oraganisasi sastra, seni rupa, musik, dan budaya lainnya. Kepala seksinya Kajin (pencipta tanka) Zushi Hachiro (nama sebenarnya adalah Shiro

101 Sesudah perang, ia akan dihukum mati sebagai penjahat kelas A.

Tomio Sakuramoto, 1993, Bunkajin Tachi no ditoasenso: PK Buati ga Iku (Perang Asia Timur Raya bagi Budayawan: Pasukan PK Maju), Tokyo: Aoki-shoten, (Seterusnya dirujuk sebagai Sakuramoto, Bunkajin), hlm. 56-51., dan Shireru Hayashi, 1993, Nihon No Rekishi 25: Taiheiyo Senso (Sejarah Jepang 25: Perang Pasifik), Tokyo:n Chuo Koron Sha,hlm. 325.

Inoue). Inoue ini sangat dibenci di kalangan sastrawan, karena ia menekan mereka seenaknya atas dukungan penuh oleh Bagian Berita Militer. 103

Kabinet Konoe kedua tersebut mengumandangkan Gerakan Orde Baru (Shintaisei Undo). Untuk mengawalinya, kabinet itu membubarkan semua partai, dan sebagi gantinya pada 12 Oktober 1940 mendirikan Taisei Yokusankai (Persatuan Pembantu Pemerintah Kekaisaran) yang diketahui Konoe sendiri. Badan ini merupakan organisasi massa yang dikontrol langsung oleh pemerintah, yang kemudian dijadikan model buat Jawa Hokokai (Himpoenan Kebaktian Rakjat di Djawa). Di Taisei Yokusankai terdapat juga Sendenbu (Bagian Propaganda) Ypkusankai. Misalnya dengan dibantu Johokyoku, Sendenbu ini mendirikan Nihon Senden Bunka Kyokai (Lembaga Budaya Periklanan Jepang) yang mengontrol dunia periklanan swasta untuk kepentingan negara pada bulan Mei 1941. 104 Gerakan Orde Baru yang diluncurkan kabinet Konoe tersebut menyebar ke segala bidang, termasuk bidang sastra, dan menjadi populer

semboyan “Jangan Ketinggalan Bus (yang bernama Orde Baru)”. 105 Pada 23 Agustus 1938, satu tahun setelah Perang Jepang-Cina meletus,

Naikaku Johobu mengadakan pertemuan dengan dua belas orang sastrawan. Semua sastrawan menyatakan keinginan untuk ikut tentara, kecuali novelis Riichi Yokomitsu yang mengundurkan diri. Akhirnya, Naikaku Johobu memutuskan untuk mengikut sertakan 22 orang sastrawan (yang tentu pro-pemerintah) ke

Tomio Sakuramoto,1995, Nihon Bungaku Hokokukai: Dai Toa Senso-ka no Bungakusha-tachi (Nihon Bungaku Hokokukai: para Sastrawan di Bawah Perang Asia timur Raya), Tokyo: Aoki-shoten, (Seterusnya dirujuk sebagai Sakuramoto, Nihon), hlm. 44-45., Sakuramoto, Bunkajin, hlm. 109.

104 Sakuramoto, Bunkajin, hlm. 157-158.

105 Sakuramoto, Nihon, hlm. 10., untuk mengetahui Jawa Hokokai secara ringkas, baca “Pedoman Djawa Hookookai, Himpoenan Kebaktian Rakjat”, 1 Halaman. (The Nishijima

Collection, (JV 20) ).

medan perang di Cina. 106 Rombongan ini dinamai Pen Butai oleh media massa dan sebutan ini menjadi popular di masyarakat luas. 107 Butai berarti ‘pasukan’ sedangkan pen berarti ‘pena’. Jadinya “pasukan pena” (selain ini, ada juga yang seperti Rekodo Butai (pasukan piringan hitam) yang beranggotakan penggubah lagu seperti Nobuo Iida yang akan dikirim juga ke Jawa). Pengurus “Pasukan Pena” ini adalah sastrawan Kan Kikuchi, ketua Bungeika Kyokai (Lembaga Sastrawan Jepang).

Novelis Shiro Ozaki adalah salah seorang anggota “Pasukan Pena” tersebut. Dalam novelnya Bungaku Butai (Pasukan Pena) (1939), ia menuliskan mereka diberi keterangan oleh seorang Kolonel seperti berikut.

Sebenarnya tidak ada pesan apa-apa dari pihak militer. Kalian hanya diharap melihat apa adanya di sana. Kalau nanti kalian tidak menulis apa-apa juga tidak masalah. Jadi, tidak ada tanggung jawab khusus bagi kalian.

Kenyataannya, penjelasan ini merupakan tipuan agar para sastrawan bersedia ikut. Sebelumnya sudah ditentukan tugas “sastrawan wamil (sastrawan yang diwajib militerkan)” ini, yaitu memberitakan perjuangan militer Jepang di Cina kepada rakyat Jepang supaya meningkat keinginan rakyat Jepang untuk bersatu untuk maju. Hal ini tercantum dalam “Jugun Bungeika Kodo Keikaku Hyo (Jadwal Rencana Kegiatan Sastra Wamil)” buatan Hodobu (Barisan Berita)

militer. 108 Belakangan reportage mereka semuanya dikirim ke Jepang dan dimuat

Masao Kume, Teppei Kataoka, Matsutaro Kawaguchi, Shiro Ozaki, Fumio Tanba, Akira Asano, kunio Kishida, Sonosuke Sato, Kosaku Takii, Takao Nakaya, Kyuya Fukada, Uio Tomasiwa, Fumiko Hayashi, Kyoji Shirai (AD), Kan Kikuchi, Eiji Yoshikawa, Harou Sato,Seijiro Kojima, Heisuke Sugiyama, Komatsu Kitamura, Hiroshi Hamamoto, Nobuko Yoshiya (AL). Lohat Sakuramoto, Bunkajin, hlm. 15.

107 Ryuji Takasi, 1976, Pen to Senso (Pena dan Perang), Tokyo: Seiko Shobo.

108 Sakuramoto, Bunkajin, hlm. 12-21.

di berbagai media massa. Berarti, mereka hanya diharapkan untuk berpropaganda kepada rakyat Jepang sendiri bukan kepada rakyat Cina.