Almanak Asia-Raya 2603

b. Almanak Asia-Raya 2603

Pada awal tahun 1943 perusahaam surat kabar Asia Raya menerbitkan sebuah almanak. Almanak yang berjudul Almanak Asia-Raya 2603 ini kecil tetapi cukup tebal dengan ukuran 11 x 16 cm dan terdiri dari 258 halaman. Almanak Asia-Raya adalah satu-satunya almanak berbahasa Indonesia yang terbit di Jakarta selama masa pendudukan Jepang. 109 Almanak tersebut terdiri hanya dua kali dan pada tahun keduanya (1944) diterbitkan oleh Djawa Shinbunsha bukan oleh perusahaan Asia Raya 2603-lah yang merupakan almanak murni buatan Sendenbu . Dalam kata pengantarnya, dijelaskan bahwa almanak ini diharapkan untuk dijadikan “pedoman dan toentoetan jang oetama” bagi “oemoem, baik kaoem toea maoepoen moeda, poetera atau poeteri.” Sebelumnya diterangkan mengenai dua kewajiban, yaitu kewajiban surat kabar dan kewajiban rakyat, pertama berbunyi sebagai berikut.

KEWADJIBAN SOERAT KABAR pada oemoemnja ialah memberikan penerangan jang sebaik-baiknja kepada oemoem. Teroetama dalam zaman pantjaroba, dalam waktoe peroebahan sekarang ini, perloe sekali penerangan jang sebenar-benarnja dan seloeas-loeasnja kepada

oemoem. 110 Jika membaca surat kabar masa itu, maka jelaslah rakyat Indonesia tidak diberi

penerangan yang “sebenar-benarnja dan seloeas-loeasnja. Rakyat Jepang juga

109 Di Surabaya diterbitkan Almanak Nasional 1942 dan Almanak Soeara Asia 1944 oleh Komisi Penerbitan Almanak Nasional.

110 Almanak Asia Raya, hlm. 13.

hanya diberi tahui yang bagus-bagusnya saja dan sering diberi keterangan palsu oleh pemerintahan dan militer negaranya sendiri.

Hal ini tidak terkecuali untuk karya-karya sastra yang dimuat dalam surat kabar serta media massa lain. Hampir tidak ada yang diciptakan “sebagai- bagainja”. Artinya hanya dimuat karya sastra yang dapat membantu Jepang. Dan untuk penjelasan lebih lanjut, dibawah ini kutipan lanjutan dari kutipan di atas mengenai apa gerangan yang dimaksud kewajiban rakyat itu.

Poen perloe sekali rakjat diinsjafkan akan kewadjiban dan kedoedoekannja oentoek menjoesoen masjarakat baroe. Kewadjiban jang teroetama ialah mambantoe Pemerintah oentoek mengoeatkan barisan dibelakang garis perang. Menegoehkan semangat, tenaga dan kekoeatan agar soepaja dapat memberi sokongan jang sebaik-baiknja kepada Pemerintah oentoek mentjapai kemenangan achir dalam perang sekarang

ini. 111 Sebagaimana bagian yang dicetak miring menujukkan, rakyat Indonesia

diwajibkan untuk mendukung pemerintah Jepang secara total. Maka, dipeladjari dan achirnya dikerdjakan, dengan hati jang tegoeh dan niat jang soetji oentoek mengabdikan diri kepada soesoenan masjarakat baroe. 112

Apabila mamperhatikan isi almanak tersebut maka dapat membayangkan citra ideal bagaimana yang diharapkan dari rakyat Indonesia oleh Sendenbu pada masa itu. Di sini, akan dikutip semua semboyan yang dimuat di dalam almanak tersebut guna mengetahui arah propaganda Sendenbu. “Hidoeplah Asia Raya” (hlm.30), “Samoerai dan Ksatrija Pahlawan Asia Timoer Raya” (hlm.105), “Siap Sedia dan Giat Tjepat / Bekerja Mentjapai Asia Raja (sic)” (hlm.153),

111 Ibid.

112 Ibid.

“Bangoenan-Bangoenan Oemoem Milik Kita Bersama Haroes Kita Djaga dan Bela” (hlm.154), “Hemat dan Tjermat Pangkal Bahagia Roemah Tangga” (hlm.157), “Dai Nippon dan Indonesia Toelang Penggoeng Asia Raya” (hlm.216), “Dosa Kepada Indonesia Haroes diteboes dengan Djiwa” (hlm.224), “Dalam Keloearga Asia Raya Berdirilah Indonesia Moelia” (hlm.226), “Doea Sedjoli Nippon Indonesia Membawa Kemakmoeran Bersama” (hlm.233). semboyan- semboyan tersebut rata-rata tidak menyimpang dari kerangka haluan propaganda Sendenbu tahun 1943 yang sudah diuraikan dalam subbab “ A. 2 lahirnya Sendenhan ”. Sepintas lalu dapat diketahui bahwa yang paling ditekankan adalah gagasan “Lingkungan Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya.” Dalam hal ini dititikberatkan juga unsur kekeluargaan dan kebersamaan.

Adapun, glosarium “Arti Nama-nama Nippon dari Kantor-kantor Pemerintah dll.” Yang terdapat dalam Almanak Asia Raya 2603 berguna untuk mengetahui sebutan badan-badan Jepang pada masa itu. Misalnya, menurut almanak itu, Gunseikanbu diterjemahkan sebagai ‘Kantor Besar Balatentara.’ Sedangkan Sendenbu berarti ‘Barisan Propaganda.’ Pada masa itu, istilah-istilah bahasa Jepang itu digunakan langsung tanpa diterjemahkan.