Boui Engo Kai (Badan Pembantu Prajurit)

3. Boui Engo Kai (Badan Pembantu Prajurit)

a. Kebijakan Pembentukan Boui Engo Kai (Badan Pembantu Prajurit)

Pada akhir tahun 1943 Saiko Shikikan, dalam Sidang Chuo Sangiin, menanyakan bagaimana cara dan usaha untuk memperkuat peperangan di Asia Timur Raya. Chuo Sangiin mengusulkan agar “memperkukuh dan melindungi prajurit Heiho dan Peta”. Atas dasar pertimbangan tersebut, maka pemerintah Jepang melalui sidang Chuo Sangiin mengesahkan berdirinya suatu badan yang mengurus dan melindungi prajurit Heiho dan Peta maupun keluarganya, serta meyakinkan kepada masyarakat pentingnya semangat prajurit Heiho dan Peta

290 Asia Raya 5.7.2604.

291 Abdul Aziz, op.cit, hlm.43-44.

dalam barisan perang depan maupun barisan perang belakang. 292 Badan tersebut diberi nama Boui Engo Kai atau Badan Pembantu Prajurit yang resmi berdiri pada

tanggal 8 Desember 1943. Peresmian Boui Engo Kai bertepatan dengan hari pembangunan Asia Timur Raya dan pelantikan prajurit Peta se-Jawa dan Madura.

Adapun pokok maksud dan tujuan Boui Engo Kai (Badan Pembantu Prajurit), sebagaimana tertera dalam pasal 2 dari Peraturan Dasarnya, 293 yaitu:

“Tata Oesaha ini adalah daja oepaja dan perbaktian seloeroeh ra’jat Indonesia yang bermaksoed lahir dan batin menjelenggarakan segala oesaha jang berarti memperkoeat tenaga perang dengan djalan memperkoekoeh dan memperlindoengi pradjoerit Pembela Tanah Air dan Heiho dan djoega anggota Keibodan dan anggota rombongan lain-lain jang disahkan, jang tewas ataoe roesak badan dalam berboeat djasa oentoek Pembelaan Tanah Air, jang semoeanja itoe dengan ringkas dinamakan Boei Sensi (pahlawan pembelaan) serta keloearganja, agar kemenangan achir dan peperangan soetji ini lekas terjapai goena pembangoenan kema’moeran bersama di Asia Timoer Raja”.

Maksud “memperkoekoeh” adalah memberikan bekal yang lebih bagi prajurit Heiho dan Peta baik latihan fisik maupun mental agar siap dalam menghadapi perang. Sedangkan maksud ”memperlindoengi” adalah menjaga dan mengayomi dengan memberikan hak-hak istimewa bagi prajurit Heiho dan Peta maupun keluarganya. Adalah Peraturan Dasar tersebut dengan jelas terlihat tujuan pemerintah jepang dengan pembentukan Boui Engo Kai yaitu untuk mencapai kemenangan Jepang dalam perang Asia Timur Raya.

Dalam pembentukan Boui Engo Kai pada hakekatnya terdapat dua tujuan atau kepentingan yang berbeda antara pemerintah Jepang dengan tentara Heiho dan Peta. Pemerintah jepang dan rakyat Indonesia memiliki impian yang berbeda walaupun dalam setia kegiatan bekerja sama dengan baik. Menurut pemerintah

292 Prajurit, No. 5/8 Desember 1944, hlm.7.

293 Prajurit, No.13, 30 Maret 1945, hlm.12.

Jepang pembentukan Boui Engo Kai adalah merupakan salah satu alat propaganda yang sangat efektif untuk mendapatkan simpati dan bantuan dari rakyat Indonesia terutama masyarakat yang tergabung dalam Heiho dan Peta. Kegiatan-kegiatan yang diadakan seperti rapat-rapat propaganda, pertunjukan film dan sandiwara, dan penerbitan majalah Pradjoerit bertujuan untuk menyampaikan doktrin-doktrin tentang Perang Asia Timur Raya Jepang. Doktrin-doktrin yang disampaikan berisi tentang gambaran-gambaran perjuangan tentang perang Jepang di medan pertempuran yang gagah berani dan rela berkorban baik jiwa mapupun raga serta teladan-taladan tentara Jepang yang mengisyaratkan bahwa tentara perang Jepang adalah tentara yang paling hebat dan paling kuat di medan pertempuran.

Sisi lain dari tujuan pembentukan Boui Engo Kai menurut masyarakat Indonesia adalah sebagai sarana dan prasarana untuk mendapatkan bekal ilmu pengetahuan tentang peperangan, ilmu kemiliteran serta untuk mendapatkan informasi tentang perkembangan politik di dunia internasional. Ilmu-ilmu yang diperoleh tersebut dijadikan modal utama bagi masyarakat Indonesia untuk menyusun kekuatan dan memunculkan semangat nsionalisme yang nantinya diterapkan untuk balik melawan Jepang. Tujuan yang kontras tersebut tidak disadari oleh pemerintah Jepang. Sehingga dalam setiap kegiatan baik rapat-rapat propaganda maupun pertunjukan film dan sandiwara, pemerintah Jepang tidak menyadarinya bahwa kegiatan tersebut dimanfaatkan oleh masyarakat untuk menggalang semangat nasionaslime dan semangat persatuan dan kesatuan untuk mencapai Indonesia merdeka.

Pemerintah jepang mebentuk Djawa Boui Engo Kai di Jakarta yang berlaku sebagai Boui Engo Kai Pusat. Djawa Boui Engo Kai membawahi Boui

Engo Kai di tingkat Syu/Kochi. Kedudukan Boui Engo Kai di cabang syu (kresidenan) serta dengan kedudukan Boui Engo Kai di cabang Kochi yang keduanya berkedudukan sebagai Boui Engo Kai Pusat Daerah. Di bawah Boui Engo Kai tingkat syu/kochi terdapat Boui Engo Kai tingkat ken/shi (kabupaten), Boui Engo Kai tingkat son (kecamatan), dan Boui Engo Kai tingkat ku (desa).

b. Pemutaran film di Boui Engo Kai

Pemerintah Jepang mewajibkan menayangkan film-film yang terutama dianggap berguna sebagai bahan propaganda dan menghindari pikiran individualistis ala Barat. Selain itu, film yang diputar harus jelas mengandung ajaran moral dan indoktrinasi politik yang diinginkan pemerintah Jepang untuk dipertunjukkan bagi masyarakat Indonesia, khususnya anggota Boui Engo Kai. Film-film yang jelas mengandung prinsip-prinsip pemerintah disebut dengan Kokusaku Eiga (film-film kebijakan nasional) yang menerima rekomendasi khusus dari pemerintah Jepang. Kebanyakan film Jepang yang dipertunjukan di Indonesia harus bersifat “film kebijakan nasional” tersebut. 294

Kegiatan Pemutaran film yang diselenggarakan Boui Engo Kai harus melalui tahap penyensoran yang ketat dari badan sensor milik Jepang yaitu Gun Ken Etu Han . Film-film Jepang dipilih secara hati-hati dan hanya film-film yang

terutama dianggap berguna sebagai bahan propaganda saja yang diimpor. 295 Dengan kata lain, film impor adalah film yang jelas mengandung ajaran moral dan

indoktrinasi politik yang diinginkan oleh pemerintah Jepang untuk dipertunjukan bagi masyarakat Indonesia, khususnya anggota Boui Engo Kai.

294 Taufik Abdullah, op.cit, hlm.279.

295 Kan Po, No. 17, 25 April 1943.

Film-film yang jelas mengandung prinsip-prinsip pemerintah disebut dengan Kokusaka Eiga (film-film kebijakan nasional) yang menerima rekomendasi khusus dari pemerintah Jepang. Kebanyakan film Jepang yang dipertunjukkan di Indonesia harus bersifat “film kebijakan nasional” tersebut.

Ketika posisi Jepang mulai berdesakan dari berbagai frot peperangan (sejak Sepember 1944), bahan baku film lantas dihemat. Pembuatan film-film berita, penerangan dan propaganda diutamakan kembali sedangkan film-film cerita ditangguhkan. Akibat kebijakan Jepang di Indonesia tersebut, menyebabkan film-film cerita tidak diproduksi dan hanya film-film yang penuh dengan propaganda saja yang diproduksi. Film yang diproduksi antara tahun 1943-1945 adalah Berjoeang dan Ke Seberang yang disutradarai oleh Rd. Arifin, Di Desa dan Di Menara yang disutradarai oleh HB. Angin, Amat Heiho; Kemakmuran; Koeli dan Romusha yang disutradarai oleh J. Hoetagaloeng dan Indonesia Raya karya Bunka Eiga (Film Kebudayaan) dan lain-lain. 296

Film Jepang memang kurang memperhatikan segi komersial dari pembuatan film-film tersebut. Bagi pemerintah Jepang yang terpenting adalah tujuan utama Jepang tercapai yaitu penerangan dan propaganda. Terutama dalam memproduksi film non cerita yang menekankan bahwa militer Jepang bukanlah agregasor melainkan pembebasan bangsa Asia dari perbudakan bangsa-bangsa Barat.

Film yang diproduksi oleh Jepang Berjoeang dan Ke Seberang. Berjoeang adalah film yang disadur dari film Jepang dengan judul Minami no Ganbo, menceritakan tentang seorang pemuda yang rela meninggalkan keluarga. Sahabat

296 Pradjoerit, No. 13/30 Maret 1945, hal. 39.

mapun orang yang dicintainya untuk menjadi prajurit Heiho dan ikut bertempur dalam medan perang. Sedangkan Ke Seberang menggambarkan tentang prajuri ekonomi (romusha) yang bersedia dikirim ke luar Jawa untuk membangun tanah seberang; Kalimantan, Sulawesi, dan lain-lain.

Film Berjoeang dan Ke Seberang diputar di seluruh Boui Engo Kai di Jawa Pada bulan Juni sampai akhir Desember 1944. Pemutaran film yang diadakan oleh Boui Engo Kai tersebut dihadiri oleh anggota Boui Engo Kai masing-masing daerah yang merupakan gabungan antara Heiho dan Peta. Berjoeang diputar ditepatnya yang sudah ditentukan di bioskop yang dihadiri oleh anggota. Setiap keluarga mewakilkan dua orang dan akan mendapat tiket masuk dari Boui Engo Kai.