BAB LIMA PULUH DUA PIPER

BAB LIMA PULUH DUA PIPER

TIDAK BANYAK YANG PIPER INGAT tentang sisa malam itu. Mereka menceritakan kisah mereka dan menjawab jutaan pertanyaan dari para pekemah lain, tapi akhirnya Chiron melihat betapa lelahnya mereka dan memerintahkan mereka untuk tidur. Rasanya enak sekali tidur di kasur sungguhan, dan Piper begitu letih sehingga dia langsung terlelap. Alhasil, dia tidak sempat mencemaskan bagaimana TIDAK BANYAK YANG PIPER INGAT tentang sisa malam itu. Mereka menceritakan kisah mereka dan menjawab jutaan pertanyaan dari para pekemah lain, tapi akhirnya Chiron melihat betapa lelahnya mereka dan memerintahkan mereka untuk tidur. Rasanya enak sekali tidur di kasur sungguhan, dan Piper begitu letih sehingga dia langsung terlelap. Alhasil, dia tidak sempat mencemaskan bagaimana

Seminggu lalu, Piper bakalan meninju muka Drew atau bersembunyi kembali ke balik selimut. Kini dia teringat para Cyclops di Detroit, Medea di Chicago, Midas yang mengubahnya jadi emas di Omaha. Saat melihat Drew, yang dulu membuatnya sebal, Piper malah tertawa. Ekspresi sombong Drew langsung lenyap. Drew mundur, kemudian teringat bahwa dia semestinya marah. "Apa yang kau —" "Kutantang kau," kata Piper. "Bagaimana kalau tengah hari di arena? Kau boleh memilih senjatamu." Piper bangkit dari tempat tidur, meregangkan badan dengan santai, dan memandangi teman-teman sepondoknya sambil berseri-seri. Dia melihat Mitchell dan Lacy, yang membantunya mengemasi perbekalan untuk misi. Mereka tersenyum ragu-ragu, pandangan mata mereka berpindah-pindah dari Piper ke Drew seolah sedang menonton pertandingan tenis yang sangat menarik. "Aku kangen kalian!" Piper mengumumkan. "Kita akan bersenang-senang ketika aku sudah jadi konselor senior." Muka Drew jadi merah padam. Bahkan para centeng terdekat-nya terlihat agak gugup. Ini tidak ada dalam naskah mereka. "Kau —" Drew terbata. "Dasar penyihir kecil jelek! Akulah yang paling lama di sini. Kau tidak boleh —)) "Menantangmu?" ujar Piper. "Tentu saja boleh. Aturan perkemahan: aku sudah diakui oleh Aphrodite. Aku sudah menyelesaikan satu misi. Satu misi lebih banyak daripada yang pernah kauselesaikan. Jika aku merasa bisa melakukan pekerjaan yang lebih baik, aku boleh menantangmu. Kecuali kau mau langsung mundur. Benar tidak, Mitchell?" "Benar sekali, Piper." Mitchell nyengir. Lacy jingkrak-jingkrak seperti sedang bermain lompat tali. Segelintir anak lain mulai nyengir, seolah mereka menikmati perubahan warna di wajah Drew. "Mundur?' pekik Drew. "Kau gila!" Piper mengangkat bahu. Kemudian secepat ular ditariknya Katoptris dari bawah bantal, dicabutnya belati itu dari sarungnya, dan ditodongkannya ujung senjata itu ke bawah dagu Drew. Anak-anak yang lain mundur dengan cepat. Seorang cowok menabrak meja rias dan menyebabkan timbulnya kepulan serbuk merah muda. "Duel, kalau begitu," kata Piper riang. "Kalau kau tak mau menunggu sampai tengah hari, sekarang juga boleh. Kau sudah menjadi diktator di pondok ini, Drew. Silena Beauregard lebih bijak. Esensi Aphrodite adalah cinta dan kecantikan. Bersikap mencintai. Menyebarkan kecantikan. Bersenang-senang. Teman baik. Budi baik. Bukan cuma berpenampilan bagus. Silena berbuat keliru, tapi pada akhirnya dia berjuang demi teman-temannya. Itulah sebabnya dia menjadi seorang pahlawan. Aku akan memperbaiki segalanya, dan aku punya firasat Ibu akan berpihak padaku. Mau mencari tahu?" Drew jadi juling ketika melihat bilah belati Piper. Sedetik berlalu. Kemudian dua detik. Piper tak peduli. Dia bahagia dan percaya diri seratus persen. Perasaannya pasti tampak di senyumnya. "Aku mundur," gerutu Drew. "Tapi kalau kaupikir aku bakal melupakan ini, McLean —" "Oh, kuharap kau tidak lupa," kata Piper. "Nah, sekarang larilah ke paviliun makan, dan jelaskan pada Chiron mengapa kita telat. Ada pergantian kepemimpinan." Drew mundur ke pintu. Para centeng terdekatnya sekalipun tidak mengikutinya. Dia hendak pergi ketika Piper berkata, "Oh iya, Drew, Sayang?" Si mantan konselor menoleh ke belakang dengan enggan.

"Kalau-kalau kaukira aku bukan putri sejati Aphrodite," kata Piper, "jangan berani-berani memandangi Jason Grace. Dia mungkin belum tahu, tapi dia milikku. Jika kau coba-coba mendekatinya, akan kupasang kau ke katapel dan kutembakkan kau ke seberang Selat Long Island." Drew berputar begitu cepat sampai-sampai dia menabrak kosen pintu. Kemudian dia pun lenyap. Pondok tersebut jadi sunyi. Para pekemah lain menatap Piper. Mengenai bagian yang ini, Piper tidak yakin. Dia tidak mau orang- orang takut padanya sebagai pimpinan. Dia tidak seperti Drew, tapi dia tidak tahu apakah mereka bakal menerimanya. Kemudian, secara spontan, para pekemah Aphrodite bersorak begitu lantang sehingga pasti terdengar di seluruh perkemahan. Mereka menggiring Piper ke luar pondok, membopongnya di bahu mereka, dan menggendongnya sampai ke paviliun makan —masih mengenakan piama, rambutnya masih kusut, tapi Piper tidak peduli. Perasaannya tak pernah sebaik ini. *** Sorenya, Piper sudah mengganti bajunya dengan pakaian perkemahan yang nyaman dan memimpin pondok Aphrodite untuk melalui aktivitas pagi mereka. Dia sudah siap menikmati waktu senggang. Gairah yang Piper rasakan berkat kemenangannya telah berkurang karena dia ada janji di Rumah Besar. Chiron menemuinya di beranda depan dalam sosok manusia, kaki dimasukkan ke kursi rodanya. "Masuklah, Sayang. Video konferensi sudah siap." [ 554 ] PIPER Satu-satunya komputer di perkemahan ada di kantor Chiron, dan seisi ruangan itu ditamengi pelat perunggu. "Demigod dan teknologi tidak cocok," Chiron menjelaskan. "Telepon, SMS, bahkan berselancar di Internet —semua ini dapat menarik perhatian monster. Bahkan, musim gugur ini di Cincinnati, kami harus menyelamatkan seorang pahlawan muda yang mencari informasi tentang gorgon lewat Google dan memperoleh lebih daripada yang dia inginkan, tapi lupakan saja itu. Di sini di perkemahan, kau terlindungi. Walau begitu kita berusaha berjaga-jaga. Kau hanya boleh bicara beberapa menit." "Paham," kata Piper. "Terima kasih, Pak Chiron." Chiron tersenyum dan menggelindingkan kursi rodanya ke luar kantor. Piper ragu-ragu sebelum memencet tombol panggil. Kantor Chiron berantakan, tapi terasa nyaman. Salah satu dinding ditutupi kaus dari aneka konvensi — KUDA PONI PESTA '09 VEGAS, KUDA PONI PESTA '10 HONOLULU, dll. Piper tidak tahu apa kuda poni pesta itu, tapi dinilai dari noda-noda, bekas terbakar, dan lubang senjata di kaus-kaus tersebut, pertemuan mereka pastilah lumayan liar. Di rak di atas meja Chiron terdapat radio model lama beserta kaset yang diberi label "Dean Martin" dan "Frank Sinatra" serta "Lagu-lagu Top 40-an." Chiron sudah tua sekali sehingga Piper jadi bertanya-tanya apakah itu berarti 1940-an, 1840-an, atau mungkin cuma tahun 40 M. Tapi sebagian besar ruang di dinding kantor ditempeli foto demigod, seperti balai penghargaan. Salah satu foto yang masih baru menunjukkan seorang cowok remaja berambut gelap dan bermata hijau. Karena dia berdiri bergandengan dengan Annabeth, Piper mengasumsikan cowok itu pasti Percy Jackson. Di foto-foto yang lebih lama, dia mengenali orang-orang terkenal: pebisnis, atlet, bahkan sejumlah aktor yang dikenal ayahnya. "Tak bisa dipercaya," gumam Piper.

Piper bertanya-tanya apakah fotonya kelak akan terpampang di dinding itu. Untuk pertama kalinya, dia merasa menjadi bagian dari sesuatu yang lebih besar daripada dirinya sendiri. Demigod sudah beredar selama berabad-abad. Apa pun yang Piper lakukan, dia melakukannya untuk mereka semua. Piper

menarik napas dalam-dalam dan menelepon. Layar video menyala. Gleeson Hedge sedang menyeringai kepada Piper dari kantor ayahnya. "Sudah lihat berita?" "Susah melewatkannya," kata Piper. "Kuharap Bapak tahu apa yang Bapak lakukan." Chiron telah menunjukkan berita di koran kepada Piper saat makan siang. Kepulangan ayahnya yang misterius entah dari mana telah menjadi berita utama. Asisten pribadi ayahnya, Jane, telah dipecat karena menutup-nutupi hilangnya dia dan tidak memberi tahu polisi tentang itu. Staf baru telah dipekerjakan dan dipilih sendiri oleh "pelatih pribadi" Tristan McLean, Gleeson Hedge. Menurut koran tersebut, Pak McLean mengaku tidak ingat apa-apa tentang peristiwa sepanjang minggu terakhir, dan media menyambar cerita itu dengan antusias. Sebagian berpendapat bahwa kejadian itu merupakan taktik marketing pintar untuk sebuah film —mungkin McLean akan berperan sebagai penderita amnesia? Sebagian berpendapat dia telah diculik teroris, atau penggemar sinting, atau secara heroik telah melarikan diri dari pencari tebusan berkat keahlian bertarung ala Raja Sparta yang hebat. Apa pun kebenarannya, Tristan McLean jadi lebih tenar dibandingkan sebelumnya. "Semuanya berjalan lancar," janji Hedge. "Tapi jangan khawatir. Kami akan menjauhkannya dari sorotan publik hingga kira-kira sebulan ke depan supaya gosipnya mereda. Ayahmu harus [ 556 ] PIPER„ mengerjakan hal-hal yang lebih penting —misalnya beristirahat, dan berbicara kepada putrinya." "Jangan keenakan di Hollywood sana, Gleeson," kata Piper. Hedge mendengus. "Kau bercanda? Orang-orang ini membuat Aeolus tampak waras. Aku akan kembali secepat mungkin, tapi ayahmu harus pulih dulu. Dia laki-laki yang baik. Oh iya, omong-omong, aku sudah membereskan perkara kecil yang satu lagi itu. Jagawana di Area Teluk baru saja menerima hadiah anonim berupa helikopter baru. Dan pilot yang membantu kita? Dia mendapat tawaran yang sangat menggiurkan untuk menerbangkan Pak McLean." "Makasih, Gleeson," kata Piper. "Untuk segalanya." "Yah, mau bagaimana lagi. Aku tak berusaha bertindak hebat. Keluar secara alami begitu saja. Omong-omong soal istana Aeolus, perkenalkan asisten baru ayahmu." Hedge menyingkir dan muncullah cantik yang menyeringai ke kamera. "Mellie?" Piper memperhatikan baik-baik, namun jelas wanita itu adalah dia: sang aura yang telah menolong mereka kabur dari puri Aeolus. "Kau bekerja untuk ayahku sekarang?" "Hebat, kan?" "Apa dia tahu kau ini — kautahu —roh angin?" "Oh, tidak. Tapi aku suka sekali pekerjaan ini. Tugas-tugas-nya—mmm—enteng." Piper mau tak mau tertawa. "Aku senang. Selamat ya. Tapi di mana —" "Tunggu sebentar." Mellie mengecup pipi Gleeson. "Sini, Kambing Tua. Jangan terus-terusan memenuhi layar." "Apa?" tuntut Hedge. Tapi Mellie menggiringnya pergi dan berseru, "Pak McLean? Sudah tersambung!" Sedetik kemudian, ayah Piper muncul. seorang wanita muda

Dia menyeringai lebar. "Pipes!" Dia terlihat luar biasa —kembali seperti semula dengan mata cokelatnya yang berbinar-binar, janggut setengah hari, senyum percaya diri, dan rambut yang baru dipangkas, seolah siap untuk syuting sebuah adegan. Piper lega, tapi dia juga merasa agak sedih. Kembali seperti semula bukanlah sesuatu yang didambakan Piper. Dalam benaknya, Piper menyalakan sebuah jam. Pada panggilan telepon normal semacam ini, di hari kerja, Piper jarang mendapat perhatian ayahnya lebih dari tiga puluh detik. "Hai," kata Piper. "Ayah baik-baik saja?" "Sayang, aku sungguh minta maaf karena sudah membuatmu khawatir gara-gara menghilang. Aku tak tahu ..." Senyum ayahnya lenyap, dan Piper bisa tahu dia sedang mencoba mengingat-ingat —menangkap kenangan yang seharusnya ada di sana,

tapi tak ada. "Aku tak yakin apa yang terjadi, sejujurnya. Tapi aku baik-baik saja. Pak Pelatih Hedge amat membantu, seperti anugerah dari dewa saja." "Anugerah dari dewa," ulang Piper. Pilihan kata yang aneh. "Dia memberitahuku tentang sekolah barumu," kata Ayah. "Aku minta maaf karena Sekolah Alam Liar ternyata tidak cocok, tapi kau benar. Jane salah. Aku bodoh karena sudah mendengarkannya." Sisa sepuluh detik, mungkin. Tapi paling tidak ayahnya terdengar tulus, seolah dia benar-benar merasa menyesal. "Ayah tak ingat apa-apa?" ujar Piper, agak sedih. "Tentu aku ingat," kata ayahnya. Bulu kuduk Piper merinding. "Ayah ingat?" "Aku ingat bahwa aku menyayangimu," kata ayahnya. "Dan aku bangga padamu. Apa kau senang di sekolah barumu?" Piper berkedip. Dia tidak boleh menangis sekarang. Setelah semua yang sudah dia lalui, konyol jika menangis. "Iya, Yah. [ 558 ] PIPED, Tempat ini lebih mirip perkemahan, bukan sekolah, tapi ya, menurutku aku bakalan senang di sini." "Telepon aku sesering yang kaubisa," kata ayahnya. "Dan pulanglah saat Natal. Dan Pipes ..." "Ya?" Ayahnya menyentuh layar seakan untuk menggapai ke seberang. "Kau seorang perempuan muda yang menakjubkan. Aku kurang sering menyampaikan itu kepadamu. Kau sangat mengingatkanku pada ibumu. Dia pasti bangga. Dan Kakek Tom" —ayahnya terkekeh—"dia selalu mengatakan kau memiliki suara terkuat dalam keluarga kita. Kau akan bersinar melampauiku suatu hari nanti, kautahu. Mereka akan mengingatku sebagai ayah Piper McLean, dan itu adalah anugerah terbaik yang dapat kubayangkan." Piper berusaha menjawab, tapi dia khawatir bakal sesenggukan. Dia semata-mata menyentuh jari-jari ayahnya di layar dan mengangguk. Mellie mengucapkan sesuatu di latar belakang, dan ayah Piper mendesah. "Studio menelepon. Maafkan aku, Sayang." Dan dia kedengarannya betul-betul kesal karena harus pergi. "Tak apa-apa, Yah," Piper berhasil berucap. "Aku sayang Ayah." Ayahnya berkedip. Kemudian layar pun padam. Empat puluh lima detik? Mungkin semenit penuh. Piper tersenyum. Perubahan kecil, tapi setidaknya positif. *** Di halaman utama, Piper menemukan Jason sedang bersantai di bangku, sebuah bola basket terjepit di antara kedua kakinya. Dia

berkeringat sesudah olahraga, namun terlihat tampan mengenakan kaus kutung jingga dan celana pendek. Aneka bekas luka dan memar dari misi mereka sudah mulai sembuh, berkat perawatan medis dari pondok Apollo. Lengan dan tungkainya berotot dan cokelat terbakar matahari —menggiurkan seperti biasa. Rambut pirang cepaknya memantulkan sinar matahari sore sehingga kelihatannya berubah jadi emas, ala Midas. "Hei," kata Jason. "Bagaimana jadinya?" Piper butuh sedetik untuk memfokuskan perhatian pada pertanyaan Jason. "Hmm? Oh, iya. Lancar." Piper duduk di sebelah Jason dan mereka menonton para pekemah yang mondar-mandir. Dua cewek Demeter sedang mengerjai dua cowok Apollo —menumbuhkan rumput di sekeliling pergelangan kaki mereka saat mereka menembak ke keranjang. Di toko perkemahan, anak-anak Hermes sedang memajang papan pengumuman berbunyi: SEPATU TERBANG BEKAS, MASIH BAGUS, DISKON 50% HARI INI! Anak-anak Ares sedang memasang kawat berduri baru di sekeliling pondok mereka. Pondok Hypnos sedang mengorok. Hari yang normal di perkemahan. Sementara itu, anak-anak Aphrodite sedang memperhatikan Piper dan Jason, tapi berpura-pura cuek. Piper lumayan yakin dia melihat uang bertukar tangan, seolah mereka sedang bertaruh untuk terjadinya sebuah ciuman. "Tidurmu nyenyak?" tanya Piper kepada Jason. Jason

memandang Piper seolah gadis itu membaca pikirannya. "Tidak juga. Mimpi." "Tentang masa lalumu?" Jason mengangguk. Piper tidak mendesaknya. Jika Jason ingin bicara, maka tak apa-apa, tapi Piper mengenal Jason dengan baik sehingga merasa [ 560 1 PIPEk, tidak baik memaksakan topik tersebut. Piper bahkan tidak khawatir bahwa pengetahuannya mengenai Jason terutama didasarkan pada ingatan palsu. Kau bisa melihat kemungkinan-kemungkinan, ibunya berkata. Dan Piper bertekad untuk mewujudkan kemungkinan-kemungkinan itu menjadi kenyataan. Jason memutar bola basketnya. "Kembalinya ingatanku bukan kabar bagus," Jason memperingatkan. "Ingatanku tidak bagus untuk —untuk satu pun dari kita." Piper cukup yakin Jason hendak berkata untuk kita —maksudnya mereka berdua, dan dia bertanya-tanya apakah Jason teringat kepada seorang gadis dari masa lalunya. Tapi Piper tidak membiarkan hal itu mengusiknya. Tidak di hari musim dingin yang cerah seperti ini, sementara Jason berada di sampingnya. "Akan kita pecahkan," Piper berjanji. Jason memandangi Piper dengan bimbang, seakan dia sangat ingin memercayai Piper. "Annabeth dan Rachel akan datang untuk pertemuan besok malam. Aku barangkali sebaiknya menunggu sampai saat itu untuk menjelaskan ..." "Oke." Piper mencabut rumput di dekat kakinya. Dia tahu hal-hal berbahaya tengah menanti mereka berdua. Dia harus bersaing dengan masa lalu Jason, dan mereka mungkin tak bakalan selamat dalam perang melawan para raksasa. Tapi saat ini, mereka berdua masih hidup, dan Piper bertekad untuk menikmati saat-saat ini. Jason mengamati Piper dengan waswas. Tato di lengan bawahnya berwarna biru pucat di bawah terpaan sinar matahari. "Suasana hatimu sedang baik. Kok kau bisa seyakin itu bahwa semua bakal berjalan lancar?" "Karena kau akan memimpin kita," kata Piper apa adanya. "Aku rela mengikutimu ke mana pun juga." Jason berkedip. Kemudian pelan-pelan, dia tersenyum. "Berbahaya mengucapkan hal seperti itu."

"Aku cewek yang berbahaya." "Kalau itu, aku percaya." Jason bangun dan mengebas celana pendeknya. Dia mengulurkan tangan kepada Piper. "Leo bilang dia ingin menunjukkan sesuatu pada kita di hutan. Kau mau ikut?" "Aku talc bakalan melewatkannya." Piper memegangi tangan Jason dan berdiri. Selama sesaat, mereka terus bergandengan. Jason menelengkan kepala. "Kita sebaiknya cepat-cepat." "Iya," kata Piper. "Tunggu sebentar." Piper melepaskan tangan Jason, dan mengeluarkan selembar kartu dari sakunya —kartu nama perak yang diberikan Thalia kepada Piper untuk Pemburu Artemis. Piper menjatuhkan kartu itu ke api abadi terdekat dan memperhatikannya terbakar. Tak bakalan ada yang patah hati di pondok Aphrodite mulai sekarang. Yang satu itu adalah upacara akil balig yang tidak mereka perlukan. Di seberang halaman rumput, teman-teman sepondoknya kelihatan kecewa karena mereka tidak menyaksikan terjadinya ciuman. Mereka mulai mencairkan taruhan. Tapi talc apa-apa. Piper penyabar, dan dia bisa melihat banyak kemungkinan bagus. "Ayo pergi," katanya kepada Jason. "Ada petualangan yang harus kita rencanalcan."