BAB DUA PULUH JASON

BAB DUA PULUH JASON

JIKA AULA DEPAN DINGIN, RUANG singgasana sama seperti lemari es penyimpan daging. Kabut bergantung di udara. Jason menggigil, dan napasnya berasap. Di sepanjang dinding, permadani gantung warna ungu menunjukkan pemandangan berupa hutan bersalju, pegunungan tandus, dan gletser. Jauh di atas, larik cahaya warna-warni —aurora borealis—berdenyar-denyar di sepanjang langit-langit. Lapisan es menutupi lantai, jadi Jason harus melangkah dengan hati-hati. Di seluruh ruangan terdapat patung es berbentuk pendekar seukuran aslinya —sebagian berbaju zirah Yunani, sebagian abad

pertengahan, sebagian berbaju kamuflase modern —semuanya membeku dalam posisi menyerang yang bermacam-macam, pedang terangkat, senjata api terkokang dan terbidik. Setidaknya Jason mengira itu adalah patung. Lalu dia berusaha melangkah ke antara dua penombak Yunani, dan mereka bergerak dengan kegesitan luar biasa, sendi-sendi mereka berderak dan menyemburkan kristal es saat mereka menyilangkan tombak mereka untuk mengadang Jason. Dari ujung aula, suara seorang pria berkumandang, sepertin dalam bahasa Prancis. Ruangan itu demikian panjang dan berkabui sampai-sampai Jason tidak bisa melihat ujung yang satu lagi; tapi apa pun yang diucapkan pria tersebut, para penjaga es menurunkaii tombak mereka. "Tidak apa-apa," kata Khione. "Ayahanda telah memerintahka mereka untuk tidak membunuhmu sekarang." "Hebat," kata Jason. Zethes menohok punggung Jason dengan pedangnya. "Tenth lah bergerak, Jason Junior." "Tolong jangan panggil aku begitu." "Ayahku bukan pria yang sabar," Zethes memperingatka n, "dan Piper yang cantik, sayangnya, cepat sekali kehilangan tata rambut ajaibnya. Barangkali nanti aku bisa meminjaminya sesuatu dari koleksi produk rambutku yang beraneka ragam." "Makasih," gerutu Piper. Mereka terus berjalan, dan kabut tersibak sehingga menampak-kan seorang pria di singgasana es. Dia bertubuh kekar, mengenakan setelan putih necis yang sepertinya dipintal dari salju dan memiliki sayap berwarna ungu gelap yang terkembang ke kiri dan ke kanan. Rambut gondrong dan janggut panjangnya dilapisi kerak es, ja di Jason tidak tahu apakah rambutnya beruban atau semata-mata putih karena es. Alisnya yang terangkat membuatnya kelihatan marah, tapi matanya berbinar-binar lebih hangat daripada mata anak perempuannya —seakan dia mungkin saja memiliki selera humor yang tersembunyi di bawah kebekuan permanen ii Setidaknya Jason harap begitu. "Bienvenu," kata sang raja. "Je suis Boreas le Roi. Et vous?" Khione sang Dewi Salju hendak berbicara, tapi Piper melangkah maju dan membungkuk hormat.

Tapi penghinaan terakhir adalah pertempuran melawan Typhon musim panas lalu ..." Boreas melambaikan tangan, dan selapis es bagaikan TV layar datar muncul di udara. Kilasan peristiwa sebuah pertempuran berkedip-kedip di permukaannya —raksasa yang dilingkupi awan badai, mengarungi sungai untuk menuju kaki langit Manhattan Sosok-sosok mungil yang berpendar —para dewa, tebak Jason- mengerumuninya laksana tawon marah, menghajar sang monster dengan petir dan api. Akhirnya sungai tersebut meluber dan memunculkan pusaran air mahabesar, dan sosok berasap itu pun tenggelam di bawah gelombang serta menghilang. "Raksasa badai, Typhon," Boreas menjelaskan. "Kali pertan a para dewa mengalahkannya, pada zaman dahulu kala, dia tidak mati dalam damai. Kematiannya membebaskan sejumlah besar roh badai —angin liar yang tak mematuhi siapa pun. Aeolus-lah yang bertugas untuk melacak mereka semua dan mengurung mereka dalam bentengnya. Dewa-dewi lain — mereka tidak membantu. Mereka bahkan tidak minta maaf karena sudah merepotkan. Aeolus memerlukan waktu berabad-abad untuk melacak semua roh badai, dan wajar saja hal ini membuatnya kesal. Lalu, musim panas lalu, Typhon dikalahkan lagi —" "Dan kematiannya lagi-lagi membebaskan sekawai ventus, terka Jason. "Yang membuat Aeolus semakin marah." " C'est vrai," Boreas mengiyakan. "Tapi, Paduka," ujar Piper, "para dewa tidak punya pilihan selain melawan Typhon. Dia hendak menghancurkan Olympus! Lagi pula, kenapa demigod yang dihukum karena itu?" Sang raja mengangkat bahu. "Aeolus tidak dapat melampiaskan amarahnya pada para dewa. Mereka adalah bosnya, dan sang at kuat. Jadi, dia membalas para demigod yang telah membantu mereka dalam perang. Aeolus mengeluarkan perintah kepada kami:

demigod yang datang kepada kami untuk minta bantuan tidak lagi diterima. Kami diharuskan meremukkan wajah fana kalian yang mungil." Ada keheningan yang menggelisahkan. "Kedengarannya ekstrem," Jason memberanikan diri berkata. "Tapi. Paduka belum akan meremukkan wajah kami, Likan? Paduka hendak mendengarkan kami lebih dulu, sebab begitu Paduka mendengar tentang misi kami —" "Ya, ya," sang raja setuju. "Begini, Aeolus juga mengatakan bahwa putra Zeus mungkin akan minta bantuanku, dan jika ini terjadi, aku harus mendengarkanmu lebih dulu sebelum menghabisimu, sebab kau mungkin saja —bagaimana cara mengatakannya—membuat kehidupan kami semua jadi menarik. Bagaimanapun, aku hanya wajib untuk mendengarkan. Sesudah itu, aku bebas memberikan penilaian sebagaimana yang kuanggap pantas. Tapi aku akan mendengarkan lebih dahulu. Khione juga mengharapkan hal yang sama. Mungkin saja kami takkan membunuh kalian." Jason merasa dirinya hampir bisa bernapas lagi. "Hebat. Terima kasih." "Jangan berterima kasih kepadaku." Boreas tersenyum. "Banyak cara yang bisa kalian lakukan untuk membuat hidup kami jadi menarik. Terkadang kami menyimpan demigod untuk hiburan, seperti yang bisa kalian lihat." Dia memberi isyarat ke sekeliling ruangan, ke berbagai patung es yang tersebar di mana-mana. Piper mengeluarkan suara tercekik. "Maksud Paduka —mereka semua demigod? Demigod beku? Mereka masih hidup?" "Pertanyaan yang menarik," Boreas mengakui, seolah hal itu tak pernah terpikirkan olehnya sebelumnya. "Mereka tidak bergerak kecuali saat menaati perintahku. Selebihnya, mereka memang membeku. Kecuali bila kelak mereka meleleh, tentu sabi, yang pastinya akan sangat berantakan." Khione melangkah ke samping Jason dan menempelka jemarinya yang dingin ke leher Jason. "Ayahku memberiku hadiah-hadiah yang begitu indah," gumamnya ke telinga Jason. "Bergabunglah di istana kami. Barangkali akan kubiarkan teman temanmu pergi." "Apa?" tukas Zethes. "Jika Khione mendapatkan yang sari ini, maka aku layak mendapatkan cewek itu. Khione selalu saja mendapatkan lebih banyak hadiah!" "Sudahlah, Anak-Anak," kata Boreas galak. "Tamu-tamu kita akan mengira kalian manja! Lagi pula, kalian bertindak terlalu cepat. Kita bahkan belum mendengar cerita si demigod. Setelah dia bercerita, baru kita putuskan akan kita apakan mereka. Silakan, Jason Grace, hiburlah kami." Jason merasa otaknya buntu. Dia tidak berani memandang Piper karena takut bakal kehilangan konsentrasi. Dia sudah menjerumuskan mereka ke dalam kekacauan ini, dan sekarang mereka akan mati —atau lebih buruk lagi, mereka akan menjadi hiburan untuk anak-anak Boreas dan mungkin akan membeku selamanya di ruang singgasana ini, pelan-pelan terkikis karena kedinginan. Khione mendengkur dan mengusap leher Jason. Jason tidak merencanakannya, tapi listrik memercik melalui kulitnya. Terdengar bunyipop keras, dan Khione pun terempas ke belakang, meluncur di sepanjang lantai. Zethes tertawa. "Itu bagus! Aku senang kau melakukannya, meskipun aku harus membunuhmu sekarang." Selama sesaat, Khione terlalu terperanjat untuk bereaksi. Kemudian udara di sekelilingnya mulai berputar-putar, memuncul-kan badai es mini. "Kau berani —" "Stop," perintah Jason, setegas yang dia bisa. "Kalian takkan mcmbunuh kami. Dan kalian takkan menjadikan kami hiasan es di sini. Kami sedang dalam misi untuk mencari ratu para dewa, jadi kecuali kalian ingin Hera mendobrak pintu rumah kalian, kalian harus membiarkan kami pergi." Dia terdengar lebih percaya din daripada yang dirasakannya, namun berkat perkataaan itu, dia memperoleh perhatian mereka. Badai es Khione berhenti berputar-putar. Zethes menurunkan pedangnya. Mereka berdua memandang ayah mereka dengan bimbang. "Hmm," Boreas berkata. Matanya berbinar-binar, namun Jason tidak tahu apakah dia marah atau geli. "Putra Zeus, direstui oleh Hera? Ini baru kali pertama terjadi. Ceritakan kisahmu kepada Icami." Jason pasti bakal mengacau. Dia tidak menduga akan demigod yang datang kepada kami untuk minta bantuan tidak lagi diterima. Kami diharuskan meremukkan wajah fana kalian yang mungil." Ada keheningan yang menggelisahkan. "Kedengarannya ekstrem," Jason memberanikan diri berkata. "Tapi. Paduka belum akan meremukkan wajah kami, Likan? Paduka hendak mendengarkan kami lebih dulu, sebab begitu Paduka mendengar tentang misi kami —" "Ya, ya," sang raja setuju. "Begini, Aeolus juga mengatakan bahwa putra Zeus mungkin akan minta bantuanku, dan jika ini terjadi, aku harus mendengarkanmu lebih dulu sebelum menghabisimu, sebab kau mungkin saja —bagaimana cara mengatakannya—membuat kehidupan kami semua jadi menarik. Bagaimanapun, aku hanya wajib untuk mendengarkan. Sesudah itu, aku bebas memberikan penilaian sebagaimana yang kuanggap pantas. Tapi aku akan mendengarkan lebih dahulu. Khione juga mengharapkan hal yang sama. Mungkin saja kami takkan membunuh kalian." Jason merasa dirinya hampir bisa bernapas lagi. "Hebat. Terima kasih." "Jangan berterima kasih kepadaku." Boreas tersenyum. "Banyak cara yang bisa kalian lakukan untuk membuat hidup kami jadi menarik. Terkadang kami menyimpan demigod untuk hiburan, seperti yang bisa kalian lihat." Dia memberi isyarat ke sekeliling ruangan, ke berbagai patung es yang tersebar di mana-mana. Piper mengeluarkan suara tercekik. "Maksud Paduka —mereka semua demigod? Demigod beku? Mereka masih hidup?" "Pertanyaan yang menarik," Boreas mengakui, seolah hal itu tak pernah terpikirkan olehnya sebelumnya. "Mereka tidak bergerak kecuali saat menaati perintahku. Selebihnya, mereka memang membeku. Kecuali bila kelak mereka meleleh, tentu sabi, yang pastinya akan sangat berantakan." Khione melangkah ke samping Jason dan menempelka jemarinya yang dingin ke leher Jason. "Ayahku memberiku hadiah-hadiah yang begitu indah," gumamnya ke telinga Jason. "Bergabunglah di istana kami. Barangkali akan kubiarkan teman temanmu pergi." "Apa?" tukas Zethes. "Jika Khione mendapatkan yang sari ini, maka aku layak mendapatkan cewek itu. Khione selalu saja mendapatkan lebih banyak hadiah!" "Sudahlah, Anak-Anak," kata Boreas galak. "Tamu-tamu kita akan mengira kalian manja! Lagi pula, kalian bertindak terlalu cepat. Kita bahkan belum mendengar cerita si demigod. Setelah dia bercerita, baru kita putuskan akan kita apakan mereka. Silakan, Jason Grace, hiburlah kami." Jason merasa otaknya buntu. Dia tidak berani memandang Piper karena takut bakal kehilangan konsentrasi. Dia sudah menjerumuskan mereka ke dalam kekacauan ini, dan sekarang mereka akan mati —atau lebih buruk lagi, mereka akan menjadi hiburan untuk anak-anak Boreas dan mungkin akan membeku selamanya di ruang singgasana ini, pelan-pelan terkikis karena kedinginan. Khione mendengkur dan mengusap leher Jason. Jason tidak merencanakannya, tapi listrik memercik melalui kulitnya. Terdengar bunyipop keras, dan Khione pun terempas ke belakang, meluncur di sepanjang lantai. Zethes tertawa. "Itu bagus! Aku senang kau melakukannya, meskipun aku harus membunuhmu sekarang." Selama sesaat, Khione terlalu terperanjat untuk bereaksi. Kemudian udara di sekelilingnya mulai berputar-putar, memuncul-kan badai es mini. "Kau berani —" "Stop," perintah Jason, setegas yang dia bisa. "Kalian takkan mcmbunuh kami. Dan kalian takkan menjadikan kami hiasan es di sini. Kami sedang dalam misi untuk mencari ratu para dewa, jadi kecuali kalian ingin Hera mendobrak pintu rumah kalian, kalian harus membiarkan kami pergi." Dia terdengar lebih percaya din daripada yang dirasakannya, namun berkat perkataaan itu, dia memperoleh perhatian mereka. Badai es Khione berhenti berputar-putar. Zethes menurunkan pedangnya. Mereka berdua memandang ayah mereka dengan bimbang. "Hmm," Boreas berkata. Matanya berbinar-binar, namun Jason tidak tahu apakah dia marah atau geli. "Putra Zeus, direstui oleh Hera? Ini baru kali pertama terjadi. Ceritakan kisahmu kepada Icami." Jason pasti bakal mengacau. Dia tidak menduga akan

"Aku mengenal roh-roh badai ini," kata Boreas. "Aku tahu di mana mereka disimpan, dan tawanan yang mereka culik." "Maksud Paduka Pak Pelatih Hedge?" tanya Jason. "Dia masih hidup?" Boreas mengesampingkan pertanyaan tersebut. "Untuk saat ini. Tapi dia yang mengendalikan angin-angin badai .... Gila jika menentangnya. Kalian lebih aman berada di sini sebagai patung beku." "Hera sedang dalam kesulitan," kata Jason. "Tiga hari lagi dia akan —saya tidak tahu—dihabisi, dibinasakan, sesuatu seperti itu. Dan seorang raksasa akan bangkit." "Benar," Boreas sepakat. Apakah cuma imajinasi Jason, ataukah Boreas melemparkan ekspresi marah kepada Khione? "Banyak makhluk mengerikan yang sedang bangkit. Anak-anakku sekalipun tak menyampaikan kabar yang semestinya mereka sampaikan. Pergolakan Besar para monster yang diawali oleh Kronos —ayahmu Zeus dengan bodohnya memercayai peristiwa itu akan berakhir ketika para Titan dikalahkan. Tapi sebagaimana yang terjadi sebelumnya, sekarang pun tidak berbeda. Pertempuran terakhir belumlah tiba, dan dia yang akan terbangun lebih menakutkan daripada Titan mana pun. Roh-roh Badai —ini baru awalnya. Bumi bisa menghasilkan lebih banyak kengerian. Ketika para monster tidak lagi tertahan di Tartarus, dan jiwa-jiwa tak lagi terkurung di Hades ... Olympus memiliki alasan bagus untuk merasa takut." Jason tidak yakin apa arti semua ini, tapi dia tidak suka melihat senyum Khione —seolah inilah "bersenang-senang" menurut versinya. "Jadi, Paduka bersedia membantu kami?" tanya Jason kepada sang raja. Boreas merengut. "Aku tidak berkata begitu." "Kami mohon, Paduka," kata Piper. Mata semua orang tertuju kepada Piper. Piper pasti takut setengah mati, namun dia terlihat cantik dan percaya diri —dan ( u sama sekali tidak ada hubungannya dengan restu Aphrodite. Piper kembali terlihat seperti dirinya yang biasa, mengenakan haju bepergian yang sudah dipakai seharian dengan rambut berpotongan tak rata serta tanpa rias wajah. Tapi dia hampir- hampir berkilau hangat di tengah-tengah ruang singgasana yang dingin itu. "Jika Paduka memberi tahu kami di mana roh-roh badai itu berada, kami bisa menangkap mereka dan membawa mereka kepada Aeolus. Paduka akan terkesan kompeten di hadapan bos Paduka. Aeolus mungkin saja akan memaafkan kami dan demigod-demigod lain. Kami bahkan bisa menyelamatkan Gleeson Hedge. Semua orang senang." "Dia memang cantik," gumam Zethes. "Maksudku, dia benar." "Ayahanda, jangan dengarkan dia," kata Khione. "Dia anak Aphrodite. Dia berani-berani memikat dewa dengan charmspeak? Bekukan dia sekarang!" Boreas mempertimbangkan hal ini. Jason menyelipkan tangan ke dalam sakunya dan bersiap mengeluarkan koin emas. Jika keadaan jadi gawat, dia harus bergerak cepat. Gerakan tersebut tertangkap oleh mata Boreas. "Apa itu yang ada di lengan bawahmu, Demigod?" Jason tidak menyadari bahwa lengan mantelnya telah terdorong ke atas, menampakkan tepi tatonya. Dengan enggan, dia

menunjukkan rajahnya kepada Boreas. Mata sang dewa membelalak. Khione mendesis dan melangkah menjauh. Lalu Boreas melakukan sesuatu yang tak terduga. Dia tertawa begitu lantang sampai-sampai sebatang es retak dari langit-langit dan jatuh di sebelah takhtanya. Sosok sang dewa mulai berkedip- kedip. Janggutnya menghilang. Dia bertambah tinggi dan bertambah kurus, sedangkan pakaiannya berubah menjadi toga Romawi bertepi ungu. Kepalanya bermahkotakan daun dafnah berlapis bunga es, dan gladius —pedang Romawi seperti mild< Jason—tersandang di pinggangnya. "Aquilon," kata Jason, kendati dari mana dia mengetahui nama Romawi sang dewa, dia sama sekali tak punya gambaran. Sang dewa menelengkan kepala. "Kau mengenaliku lebih balk dalam wujud ini, ya? Tapi katamu kau dari Perkemahan Blasteran?" Jason mengubah tumpuannya. "Eh ... iya, Paduka." "Dan Hera mengirimmu ke sana ..." Mata sang Dewa Musim Dingin dipenuhi rasa girang. "Aku paham sekarang. Oh, Hera sedang memainkan permainan yang berbahaya. Nekat, tapi berbahaya! Tak heran Olympus ditutup. Mereka pasti gemetaran gara-gara perjudian yang telah diambil Hera." "Jason," kata Piper gugup, "kenapa Boreas berubah wujud? Toga, mahkota. Apa yang terjadi?" "Itu sosok Romawinya," kata Jason. "Tapi apa yang terjadi —aku tidak tahu." Sang dewa tertawa. "Tidak, aku yakin kalian tak tahu. Ini pasti akan jadi tontonan yang sangat menarik." "Apa maksudnya Paduka akan membiarkan kami pergi?" tanya Piper. "Sayang," kata Boreas, "talc ada alasan bagiku untuk membunuh kalian. Jika rencana Hera gagal —dan menurutku memang pasti gagal —kalian akan sating mencabik satu sama lain. Aeolus takkan perlu khawatir lagi tentang demigod." Jason merasa seolah jemari dingin Khione menempel di lehernya lagi, tapi bukan itu sebabnya —penyebabnya adalah firasat bahwa Boreas benar. Perasaan tidak beres yang telah mengganggu Jason sejak dia sampai di Perkemahan Blasteran, dan komentar Chiron tentang kedatangan Jason yang mendatangkan malapetaka —Boreas tahu apa artinya itu. "Saya rasa Paduka tidak bisa menjelaskan?" tanya Jason. "Oh, enyahkan pemikiran itu! Aku tak berhak mencampuri rencana Hera. Tidak heran dia mengambil ingatanmu." Boreas terkekeh, rupanya dia masih terlalu gembira karena membayangkan para demigod saling mencabik satu sama lain. "Kalian tahu, aku memiliki reputasi sebagai dewa angin yang penolong. Tak seperti kaumku, aku dikenal acap kali jatuh hati pada manusia. Malah putra-putraku Zethes dan Calais awalnya adalah demigod —" "Itulah sebabnya mereka idiot," geram Khione. "Hentikan!" Zethes balas membentak. "Cuma karena kau dilahirkan sebagai dewi seutuhnya —" "Membekulah, kalian berdua," perintah Boreas. Rupanya, kata itu mengandung banyak makna dalam keluarga tersebut, sebab kedua kakak-beradik itu kontan mematung. "Nah, seperti yang kukatakan, aku memiliki reputasi yang baik, namun Boreas jarang memainkan peran penting dalam urusan para dewa. Aku duduk di sini di istanaku, di tepi peradaban, dan jarang sekali mendapatkan hiburan. Bahkan si bodoh Notus, Angin Selatan, mendapat libur musim semi di Cancun. Apa yang kudapat? Festival musim dingin, dimeriahkan warga Quebec telanjang yang berguling-guling di salju!" "Aku suka festival musim dingin," gumam Zethes. "Intinya," bentak Boreas, "kini aku memiliki kesempatan untuk menjadi pusat perhatian. Oh, ya, akan kupersilakan kalian melanjutkan misi ini. Kalian akan menemukan roh-roh badai itu di kota angin, tentu saja. Chicago —" "Ayahanda!" protes Khione. Boreas mengabaikan putrinya. "Jika kalian bisa menangkap roh badai itu, kalian mungkin bisa masuk dengan selamat ke istana Aeolus. Jika berkat suatu keajaiban kalian berhasil, pastik bentahu Aeolus bahwa kalian menangkap roh badai itu alas perintahku." "Oke, tentu saja," kata Jason. "Jadi, kami akan menemukan wanita pengendali angin di Chicago? Diakah yang mernerangkip Hera?" "Ah." Boreas menyeringai. "Keduanya adalah pertanyaan yang berbeda, putra Jupiter." Jupiter, Jason memperhatikan. Sebelumnya,

dia memanggilku putra Zeus. "Dia yang mengendalikan angin," Boreas melanjutkan, "ya, kalian akan menemukannya di Chicago. Tapi dia hanyalah abdi —abdi yang kemungkinan besar akan membinasakan kalian. Tapi jika kalian berhasil menang melawan abdi itu dan merebui roh-roh badai, maka kalian boleh pergi menemui Aeolus. Hanya Aeolus-lah yang memiliki pengetahuan tentang semua angin di bumi ini. Semua rahasia sampai ke benteng Aeolus pada akhirnya. Jika ada yang bisa memberi tahu kalian di mana Hera ditawan, Aeolus-lah orangnya. Mengenai siapa yang akan kalian jumpai ketika akhirnya menemukan kurungan Hera —sejujurnya, jika aku memberitahukan itu kepada kalian, kalian akan memohon-mohon kepadaku agar membekukan kalian." "Ayahanda," Khione memprotes, "Ayahanda tak boleh membiarkan mereka —" "Aku bisa melakukan apa saja yang kusuka," kata Boreas, suaranya menajam. "Aku masih penguasa di sini, bukan?" Dari cara Boreas memelototi putrinya, jelas bahwa mereka sudah sering bertengkar seperti itu. Mata Khione berkilat marah, tapi dia mengertakkan gigi. "Sesuai kehendakmu Ayahanda." "Nah, sekarang pergilah, Demigod," kata Boreas, "sebelum aku berubah pikiran. Zethes, kawal mereka keluar dengan selamat." Mereka semua membungkuk, dan Dewa Angin Utara pun mcmbuyarkan diri menjadi kabut. kembali di aula depan, Cal dan Leo sedang menunggu mereka. Leoterlihat kedinginan namun tak terluka. Dia bahkan sudah membersihkan diri dan pakaiannya kelihatan seperti baru dicuci, Ieolah dia menggunakan layanan kamar. Festus sang naga sudah kembali ke bentuk aslinya, is menyemburkan api ke sisik-sisiknya Ittpaya tidak beku. Saat Khione memandu mereka menuruni tangga, Jason lenyadari bahwa mata Leo mengikuti Khione. Leo mulai menyisir rambutnya ke belakang dengan tangan. Aduh, pikir Jason. Dia membuat catatan mental untuk memberi peringatan kepada Leo tentang sang Dewi Salju belakangan. Dia bukan seseorang yang pantas ditaksir. Pada undakan terbawah, Khione menoleh kepada Piper. "Kau telah mengelabui ayahku, Non. Tapi kau tidak bisa mengelabuiku. Kita belum selesai. Dan kau, Jason Grace, akan kulihat kau sebagai patung di ruang singgasana tidak lama lagi." "Boreas benar," kata Jason. "Kau anak manja. Sampai ketemu lagi, Putri Es." Mata Khione menyala-nyala, memancarkan sinar putih murni. Untuk sekali ini, dia sepertinya kehilangan kata-kata. Dia berderap kembali menaiki tangga. Pada pertengahan jalan, dia berubah menjadi badai salju dan menghilang. "Hati-hati," Zethes memperingatkan. "Dia tak pernah melupakan penghinaan." Cal menggeram setuju. "Kakak yang jahat." "Dia Dewi Salju," kata Jason. "Apa yang akan dia lakukan, melempari kami dengan bola salju?" Tapi saat dia mengucapkannya, Jason punya firasat Khione bisa melakukan hal yang jauh lebih buruk. Leo kelihatan putus asa. "Apa yang terjadi di atas sana? Kau membuatnya marah? Apa dia marah padaku juga? Teman-Teman , dia itu teman kencanku untuk pesta dansa!" "Akan kami jelaskan nanti," janji Piper, tapi ketika dia mend k Jason, dia menyadari bahwa Piper berharap agar Jason yang menjelaskan. Apa yang terjadi di atas sana? Jason tidak yakin. Boreas berubah menjadi Aquilon, sosok Romawinya, seolah kehadiraii Jason menyebabkannya jadi skizofrenik. Memikirkan bahwa Jason telah dikirim ke Perkemahan Blasteran tampaknya membuat sang dewa geli, namun Boreas/ Aquilon tidak membiarkan mereka pergi karena kebaikan hatinya. Kegairahan kejam menari-nari di matanya, seakan dia baru saja, pasang taruhan untuk adu anjing. Kahan akan saling mencabik satu sama lain, katanya dengan girang. Aeolus takkan perlu khawatir lagi tentang demigod. Jason berpaling dari Piper, mencoba tak menunjukkan betapa resahnya dia. "Iya," dia mengiyakan, "akan kami jelaskan nand." "Berhati-hatilah, Cantik," kata Zethes. "Angin dari sini sampai Chicago bertemperamen buruk. Banyak makhluk jahat yang sedang bangkit. Aku menyesal kau tak bisa tinggal. Kau bakal jadi patung es yang indah, yang bisa dia memanggilku putra Zeus. "Dia yang mengendalikan angin," Boreas melanjutkan, "ya, kalian akan menemukannya di Chicago. Tapi dia hanyalah abdi —abdi yang kemungkinan besar akan membinasakan kalian. Tapi jika kalian berhasil menang melawan abdi itu dan merebui roh-roh badai, maka kalian boleh pergi menemui Aeolus. Hanya Aeolus-lah yang memiliki pengetahuan tentang semua angin di bumi ini. Semua rahasia sampai ke benteng Aeolus pada akhirnya. Jika ada yang bisa memberi tahu kalian di mana Hera ditawan, Aeolus-lah orangnya. Mengenai siapa yang akan kalian jumpai ketika akhirnya menemukan kurungan Hera —sejujurnya, jika aku memberitahukan itu kepada kalian, kalian akan memohon-mohon kepadaku agar membekukan kalian." "Ayahanda," Khione memprotes, "Ayahanda tak boleh membiarkan mereka —" "Aku bisa melakukan apa saja yang kusuka," kata Boreas, suaranya menajam. "Aku masih penguasa di sini, bukan?" Dari cara Boreas memelototi putrinya, jelas bahwa mereka sudah sering bertengkar seperti itu. Mata Khione berkilat marah, tapi dia mengertakkan gigi. "Sesuai kehendakmu Ayahanda." "Nah, sekarang pergilah, Demigod," kata Boreas, "sebelum aku berubah pikiran. Zethes, kawal mereka keluar dengan selamat." Mereka semua membungkuk, dan Dewa Angin Utara pun mcmbuyarkan diri menjadi kabut. kembali di aula depan, Cal dan Leo sedang menunggu mereka. Leoterlihat kedinginan namun tak terluka. Dia bahkan sudah membersihkan diri dan pakaiannya kelihatan seperti baru dicuci, Ieolah dia menggunakan layanan kamar. Festus sang naga sudah kembali ke bentuk aslinya, is menyemburkan api ke sisik-sisiknya Ittpaya tidak beku. Saat Khione memandu mereka menuruni tangga, Jason lenyadari bahwa mata Leo mengikuti Khione. Leo mulai menyisir rambutnya ke belakang dengan tangan. Aduh, pikir Jason. Dia membuat catatan mental untuk memberi peringatan kepada Leo tentang sang Dewi Salju belakangan. Dia bukan seseorang yang pantas ditaksir. Pada undakan terbawah, Khione menoleh kepada Piper. "Kau telah mengelabui ayahku, Non. Tapi kau tidak bisa mengelabuiku. Kita belum selesai. Dan kau, Jason Grace, akan kulihat kau sebagai patung di ruang singgasana tidak lama lagi." "Boreas benar," kata Jason. "Kau anak manja. Sampai ketemu lagi, Putri Es." Mata Khione menyala-nyala, memancarkan sinar putih murni. Untuk sekali ini, dia sepertinya kehilangan kata-kata. Dia berderap kembali menaiki tangga. Pada pertengahan jalan, dia berubah menjadi badai salju dan menghilang. "Hati-hati," Zethes memperingatkan. "Dia tak pernah melupakan penghinaan." Cal menggeram setuju. "Kakak yang jahat." "Dia Dewi Salju," kata Jason. "Apa yang akan dia lakukan, melempari kami dengan bola salju?" Tapi saat dia mengucapkannya, Jason punya firasat Khione bisa melakukan hal yang jauh lebih buruk. Leo kelihatan putus asa. "Apa yang terjadi di atas sana? Kau membuatnya marah? Apa dia marah padaku juga? Teman-Teman , dia itu teman kencanku untuk pesta dansa!" "Akan kami jelaskan nanti," janji Piper, tapi ketika dia mend k Jason, dia menyadari bahwa Piper berharap agar Jason yang menjelaskan. Apa yang terjadi di atas sana? Jason tidak yakin. Boreas berubah menjadi Aquilon, sosok Romawinya, seolah kehadiraii Jason menyebabkannya jadi skizofrenik. Memikirkan bahwa Jason telah dikirim ke Perkemahan Blasteran tampaknya membuat sang dewa geli, namun Boreas/ Aquilon tidak membiarkan mereka pergi karena kebaikan hatinya. Kegairahan kejam menari-nari di matanya, seakan dia baru saja, pasang taruhan untuk adu anjing. Kahan akan saling mencabik satu sama lain, katanya dengan girang. Aeolus takkan perlu khawatir lagi tentang demigod. Jason berpaling dari Piper, mencoba tak menunjukkan betapa resahnya dia. "Iya," dia mengiyakan, "akan kami jelaskan nand." "Berhati-hatilah, Cantik," kata Zethes. "Angin dari sini sampai Chicago bertemperamen buruk. Banyak makhluk jahat yang sedang bangkit. Aku menyesal kau tak bisa tinggal. Kau bakal jadi patung es yang indah, yang bisa