BAB DUA PULUH EMPAT LEO

BAB DUA PULUH EMPAT LEO

LEO BERHENTI DI PINTU, BERUSAHA untuk mengatur napas-nya. Suara sang wanita tanah masih berdenging di telinganya, mengingatkan Leo akan kematian ibunya. Hal terakhir yang ingin Leo lakukan adalah masuk ke gudang gelap yang akan mengingatkannya pada malam di gudang itu. Tiba-tiba saja dia merasa seperti berumur delapan tahun lagi, sendirian dan tanpa daya saat seseorang yang dia sayangi terperangkap dan dirundung kesulitan. Hentikan, kata Leo pada dirinya sendiri. Dia justru ingin kau merasa seperti itu. Tapi kesadaran itu tidak mengurangi rasa takut Leo. Dia menarik napas dalam-dalam dan mengintip ke dalam. Kelihatannya tidak ada yang berbeda. Cahaya pagi kelabu tersaring masuk lewat lubang di atap. Segelintir bohlam berkedip, tapi sebagian besar lantai pabrik masih tersembunyi di balik bayang-bayang. Dia bisa melihat titian di atas, bentuk samar mesin berat di sepanjang jalur perakitan, tapi tidak ada gerakan. Tak ada tanda keberadaan teman-temannya. Leo hampir saja memanggil mereka, tetapi sesuatu menghenti-1,.mnya —perasaan yang tak dapat dia identifikasi. Lalu Leo menyadari penyebabnya adalah bau. Ada yang berbau tidak I res —seperti oh motor yang terbakar serta napas apak. Sesuatu yang bukan manusia ada dalam pabrik itu. Leo yakin. Tubuhnya pasang kuda-kuda, semua sarafnya tergelitik. Di suatu tempat di lantai dasar pabrik, suara Piper berseru:

"Leo, tolong!" Tapi Leo menahan lidahnya. Bagaimana mungkin Piper turun dari titian dengan pergelangan kakinya yang patah? Leo menyelinap ke dalam dan membungkuk ke balik kontainer {cargo. Pelan-pelan, sambil mencengkeram palunya, dia menuju ngah ruangan, bersembunyi di belakang kotak- kotak serta sasis uk berongga. Akhirnya dia tiba di jalur perakitan. Dia berjongkok I i balik mesin yang terdekat —alat derek berlengan robot. Suara Piper memanggil lagi: "Leo?" Talc terlalu yakin kali ini, tapi sangat dekat. Leo mengintip ke balik mesin. Tepat di atas jalur perakitan, digantung menggunakan rantai dari alat derek di seberang, u.rdapat sebuah mesin truk mahabesar —menggelantung begitu saj a sembilan meter di atas, seolah telah ditinggalkan di sana ketika pabrik tersebut ditelantarkan. Di bawahnya, pada ban berjalan, bertenggerlah sasis truk, sedangkan di sekelilingnya berkumpullah tiga sosok gelap seukuran truk forklift. Di dekat ketiganya, menggelayut dari rantai yang dicengkeram dua lengan robot lainnya, terdapat dua sosok yang lebih kecil —barangkali mesin juga, tapi salah satunya menggeliat-geliut seperti makhluk hidup. Kemudian salah satu sosok yang menyerupai forklift berdiri, dan Leo menyadari bahwa is adalah humanoid berukuran

mahabesar. "Sudah kubilang tidak ada apa-apa," geram makhl itu. Suaranya terlalu dalam dan bengis untuk ukuran manusia. Salah satu gumpalanforklifi- lain bergeser, dan berseru denga suara Piper: "Leo, tolong aku! Tolong —" Kemudian suara tersebtii berubah, menjadi geraman maskulin. "Bah, tak ada siapa-siapa Ali luar sana. Tak ada demigod yang bisa sehening itu, kan?" Monster pertama terkekeh. "Barangkali kabur, kalau saja dia tahu apa yang sedang menunggunya. Atau gadis itu bohong tentang demigod ketiga. Ayo kita masak." Byar. Sebuah lampu jingga terang menyala —suar darurat—dan Leo menjadi buta untuk sementara. Dia membungkuk ke balik alat derek sampai bintik-bintik gelap hilang dari matanya. Kemudian dia mengintip lagi dan melihat sebuah pemandangan yang begitu mengerikan, bagai mimpi buruk yang bahkan tak mungkin diimpikan Tia Callida. Dua benda lebih kecil yang menggelantung dari lengan penderek bukanlah mesin. Mereka adalah Jason dan Piper. Keduanya digantung terbalik, diikat di pergelangan kaki dan dililit rantai sampai ke leher. Piper meronta-ronta, berusaha membebaskan difi. Mulutnya disumpal, tapi setidaknya dia masih hidup. Jason kelihatannya tidak baik-baik saja. Dia menggantung lemas, bola matanya mengarah ke atas. Bilur merah selebar buah apel membengkak di atas alis kirinya. Di ban berjalan, dasar truk pickup yang belum jadi, digunakan sebagai tungku. Suar darurat telah menyulutkan api ke campuran ban dan kayu, yang dari baunya, sepertinya telah disiram minyak tanah. Tiang logam besar diletakkan melintang di atas api —pegangan daging, Leo menyadari, yang berarti ini adalah tungku untuk memasak. Tapi yang paling mengerikan di antara segalanya adalah para juru masak. Monocle Motors: logo satu mata merah itu. Kenapa Leo tidak menyadarinya sebelumnya? Tiga humanoid mahabesar berkumpul di sekeliling api. 2 berdiri, menjaga api. Yang paling besar berjongkok sambil !! nunggungi Leo. Dua yang menghadapnya masing-masing ubuh setinggi tiga meter, dengan badan kekar berbulu dan ulit yang berpendar merah saat diterpa nyala api. Salah satu I onster itu mengenakan cawat rantai yang kelihatannya benar-I ienar tidak nyaman. Yang satu lagi mengenakan toga kasar dari fiberglas, yang juga tidak masuk sepuluh busana terbaik versi leo Terlepas dari perbedaan pakaian mereka, kedua monster itu itiungkin saja kembar. Masing-masing memiliki wajah bengis yang terlihat bodoh dengan satu mata di tengah-tengah kening. Para Juru masak itu adalah Cyclops. Kaki Leo mulai gemetaran. Dia sudah melihat sejumlah hal .aneh sejauh ini —roh badai dan dewa bersayap serta naga logam yang suka saus Tabasco. Tapi ini lain. Mereka adalah monster hidup mahabesar. "Sudah kubilang tidak ada apa-apa," geram makhl itu. Suaranya terlalu dalam dan bengis untuk ukuran manusia. Salah satu gumpalanforklifi- lain bergeser, dan berseru denga suara Piper: "Leo, tolong aku! Tolong —" Kemudian suara tersebtii berubah, menjadi geraman maskulin. "Bah, tak ada siapa-siapa Ali luar sana. Tak ada demigod yang bisa sehening itu, kan?" Monster pertama terkekeh. "Barangkali kabur, kalau saja dia tahu apa yang sedang menunggunya. Atau gadis itu bohong tentang demigod ketiga. Ayo kita masak." Byar. Sebuah lampu jingga terang menyala —suar darurat—dan Leo menjadi buta untuk sementara. Dia membungkuk ke balik alat derek sampai bintik-bintik gelap hilang dari matanya. Kemudian dia mengintip lagi dan melihat sebuah pemandangan yang begitu mengerikan, bagai mimpi buruk yang bahkan tak mungkin diimpikan Tia Callida. Dua benda lebih kecil yang menggelantung dari lengan penderek bukanlah mesin. Mereka adalah Jason dan Piper. Keduanya digantung terbalik, diikat di pergelangan kaki dan dililit rantai sampai ke leher. Piper meronta-ronta, berusaha membebaskan difi. Mulutnya disumpal, tapi setidaknya dia masih hidup. Jason kelihatannya tidak baik-baik saja. Dia menggantung lemas, bola matanya mengarah ke atas. Bilur merah selebar buah apel membengkak di atas alis kirinya. Di ban berjalan, dasar truk pickup yang belum jadi, digunakan sebagai tungku. Suar darurat telah menyulutkan api ke campuran ban dan kayu, yang dari baunya, sepertinya telah disiram minyak tanah. Tiang logam besar diletakkan melintang di atas api —pegangan daging, Leo menyadari, yang berarti ini adalah tungku untuk memasak. Tapi yang paling mengerikan di antara segalanya adalah para juru masak. Monocle Motors: logo satu mata merah itu. Kenapa Leo tidak menyadarinya sebelumnya? Tiga humanoid mahabesar berkumpul di sekeliling api. 2 berdiri, menjaga api. Yang paling besar berjongkok sambil !! nunggungi Leo. Dua yang menghadapnya masing-masing ubuh setinggi tiga meter, dengan badan kekar berbulu dan ulit yang berpendar merah saat diterpa nyala api. Salah satu I onster itu mengenakan cawat rantai yang kelihatannya benar-I ienar tidak nyaman. Yang satu lagi mengenakan toga kasar dari fiberglas, yang juga tidak masuk sepuluh busana terbaik versi leo Terlepas dari perbedaan pakaian mereka, kedua monster itu itiungkin saja kembar. Masing-masing memiliki wajah bengis yang terlihat bodoh dengan satu mata di tengah-tengah kening. Para Juru masak itu adalah Cyclops. Kaki Leo mulai gemetaran. Dia sudah melihat sejumlah hal .aneh sejauh ini —roh badai dan dewa bersayap serta naga logam yang suka saus Tabasco. Tapi ini lain. Mereka adalah monster hidup

Cyclops bercawat rantai berjalan menghampiri Piper, yang meronta-ronta dan berusaha menyundul matanya. "Boleh kulepatt sumpalnya sekarang? Aku suka waktu mereka menjerit-jerit." Pertanyaan tersebut ditujukan kepada Cyclops ketiga, rupa nya dialah pemimpin mereka. Sosok yang berjongkok itu menggeraitt, dan si Cawat melepaskan sumpal dari mulut Piper. Piper tidak menjerit. Dia menarik napas gemetar seolah sedang berusaha menenangkan diri. Sementara itu, Leo menemukan apa yang dia inginkan dalam tas unik pengendali jarak jauh kecil yang dia ambil di Bunko' 9. Setidaknya Leo harap itu adalah pengendali jarak jauh. PanrI kendali pada lengan derek mudah ditemukan. Leo mengeluarkiii obeng dari sabuk perkakasnya dan mulai bekerja, tapi dia hares beraksi pelan-pelan. Cyclops pemimpin hanya enam meter Ali depannya. Para monster jelas-jelas memiliki indra yang luar tajam. Menjalankan rencana tanpa ribut-ribut sepertinya mustahil, namun Leo tidak punya pilihan. Cyclops bertoga mengorek-ngorek api, yang kini berkobar-kobar kencang dan mengepulkan asap hitam beracun ke langi t langit. Sobatnya si Cawat memelototi Piper, menunggunya melakukan sesuatu yang menghibur. "Menjeritlah, Non! Aku suka jeritan yang lucu!" Ketika Piper akhirnya berbicara, nadanya tenang dan wajar, seakan dia sedang menasihati anak anjing yang bandel. "Oh, Pak Cyclops, kau tidak ingin membunuh kami. Lebih baik jika kau membiarkan kami pergi." Si cawat menggaruk kepala jeleknya. Dia menoleh kepada temannya yang bertoga fiberglas. "Dia cantik, Torque. Mungkin sebaiknya kulepaskan dia." Torque, si Cyclops yang bertoga, menggeram. “Aku melihatnya duluan, Sump. Aku yang akan

melepaskannya!" Sump dan Torque mulai bertengkar, tapi Cyclops ketiga bangkit dan berteriak, " Bodoh!" Leo hampir menjatuhkan obengnya. Cyclops ketiga itu ternyata perempuan. Dia beberapa kaki lebih tinggi daripada Torque serta Sump, dan bahkan lebih gempal. Dia mengenakan gaun longgar seperti yang dipakai bibi Leo yang jahat, Bibi Rosa, hanya saja bahannya dari rantai. Apa namanya —daster? Iya, benar, si wanita Cyclops mengenakan daster yang terbuat dari rantai. Rambut hitamnya yang berminyak dikepang dua, dijalin menggunakan kabel tembaga dan ring logam. Hidung dan mulutnya tebal serta gepeng, seolah dia menghabiskan waktu luang dengan cara menabrakkan wajahnya ke tembok; tapi mata merah tunggalnya berkilat dengan kecerdasan yang jahat. Si Cylops perempuan menghampiri Sump dan mendorongnya ke samping, menjatuhkannya ke ban berjalan. Torque mundur cepat-cepat. "Gadis ini adalah anak Venus," geram si Cyclops wanita. "Dia menggunakan charmspeak padamu." Piper mulai berkata, "Kumohon, Nyonya —" "Grrr!" Si Cyclops wanita mencengkeram pinggang Piper. "Jangan coba- coba bicara manis padaku, Non! Aku Ma Gasket! Aku pernah melahap pahlawan yang lebih tangguh daripada dirimu untuk makan siang!" Leo takut Piper bakal diremukkan, tapi Ma Gasket melepas-kannya dan membiarkannya menggelantung di rantainya. Kemudian si Cyclops wanita mulai membentak-bentak Sump, mengatakan betapa bodohnya dia. Tangan Leo bekerja dengan gesit. Dia memuntir kabel dan melepaskannya!" Sump dan Torque mulai bertengkar, tapi Cyclops ketiga bangkit dan berteriak, " Bodoh!" Leo hampir menjatuhkan obengnya. Cyclops ketiga itu ternyata perempuan. Dia beberapa kaki lebih tinggi daripada Torque serta Sump, dan bahkan lebih gempal. Dia mengenakan gaun longgar seperti yang dipakai bibi Leo yang jahat, Bibi Rosa, hanya saja bahannya dari rantai. Apa namanya —daster? Iya, benar, si wanita Cyclops mengenakan daster yang terbuat dari rantai. Rambut hitamnya yang berminyak dikepang dua, dijalin menggunakan kabel tembaga dan ring logam. Hidung dan mulutnya tebal serta gepeng, seolah dia menghabiskan waktu luang dengan cara menabrakkan wajahnya ke tembok; tapi mata merah tunggalnya berkilat dengan kecerdasan yang jahat. Si Cylops perempuan menghampiri Sump dan mendorongnya ke samping, menjatuhkannya ke ban berjalan. Torque mundur cepat-cepat. "Gadis ini adalah anak Venus," geram si Cyclops wanita. "Dia menggunakan charmspeak padamu." Piper mulai berkata, "Kumohon, Nyonya —" "Grrr!" Si Cyclops wanita mencengkeram pinggang Piper. "Jangan coba- coba bicara manis padaku, Non! Aku Ma Gasket! Aku pernah melahap pahlawan yang lebih tangguh daripada dirimu untuk makan siang!" Leo takut Piper bakal diremukkan, tapi Ma Gasket melepas-kannya dan membiarkannya menggelantung di rantainya. Kemudian si Cyclops wanita mulai membentak-bentak Sump, mengatakan betapa bodohnya dia. Tangan Leo bekerja dengan gesit. Dia memuntir kabel dan

mengendap-endap ke lengan robot yang berikutnya selagi par Cyclops sedang berbicara. " — memakannya terakhir, Ma?" Sump berkata. "Idiot!" bentak Ma Gasket, dan Leo menyadari bahwa Sump serta Torque pasti adalah putranya. Jika demikian, muka jelek pastilah menurun dalam keluarga tersebut. "Aku semestinya membuang kalian ke jalanan saat kalian masih bayi, layaknya anak-anak Cyclops sejati. Kalian mungkin bakal mempelajari keterampilan yang berguna. Terkutuklah hatiku yang lembut karena sudah memelihara kalian!" "Hati yang lembut?" gerutu Torque. "Apa katamu barusan, anak tak tahu terima kasih?" "Bukan apa-apa, Ma. Kubilang Ma punya hati yang lembut. Kami yang harus bekerja untuk Ma, memberi Ma makan, memotong kuku kaki Ma —" "Dan kalian semestinya berterima kasih!" raung Ma Gasket."Nah, sekarang tambah lagi kayu bakarnya, Torque! Dan kau Sump, Bocah Idiot, peti salsa-ku ada di gudang satunya lagi. Jangan bilang kau ingin aku memakan demigod-demigod ini tanpa salsa!" "Ya, Ma," kata Sump. "Maksudku tidak, Ma. Maksudku —" "Ambil sana!" Ma Gasket memungut sasis truk dekat sana dan menggetokkannya ke kepala Sump. Sump jatuh berlutut. Leo yakin pukulan semacam itu bakal membunuhnya, tapi Sump rupanya sudah sering digetok sasis truk. Dia berhasil mendorong sasis sampai lepas dari kepalanya. Lalu dia bangkit sambil terhuyung-huyung dan berlari untuk mengambil salsa. Sekaranglah saatnya, pikir Leo. Sementara mereka berpisah. Dia sudah selesai mengutak-atik kabel mesin kedua dan bergerak ke mesin ketiga. Saat dia melesat di antara lengan- lengan robot, para Cyclops tak melihatnya, namun Piper melihatnya.

Ekspresi Piper berubah dari ngeri menjadi tak percaya, dan dia pun terkesiap. Ma Gasket berpaling kepada Piper. "Ada apa, Non? Begitu eapuh sampai-sampai aku mematahkanmu?" Untungnya, Piper adalah seorang yang cerdas. Dia berpaling dari Leo dan berkata, "Sepertinya igaku, Nyonya. Kalau bagian

I lam tubuhku rusak, rasaku pasti tidak enak." Ma Gasket tertawa terbahak-bahak. "Bagus. Pahlawan terakhir yang kami makan —ingat dia, Torque? Anak Merkurius, ya?" "Ya, Ma," kata Torque. "Lezat. Agak liat." "Dia mencoba tipuan seperti itu. Katanya dia sedang minum obat. Tapi rasanya enak-enak saja!" "Rasanya seperti daging domba," Torque teringat. "Berkaus ungu. Bicara bahasa Latin. Ya, agak liat, tapi enak." Jemari Leo membeku di atas panel kendali. Rupanya, Piper memikirkan hal yang sama seperti Leo, sebab dia bertanya, "Kaus ungu? Bahasa Latin?" "Makanan yang sedap," kata Ma Gasket senang. "Intinya, Non, kami tidak sebodoh yang orang-orang kira! Kami, Cyclops utara, takkan tertipu oleh tipuan dan teka-teki tolol semacam itu." Leo memaksa dirinya kembali bekerja, tapi benaknya berpacu. Anak yang berbicara dalam bahasa Latin tertangkap di sini —berkaus ungu seperti Jason? Leo tidak tahu apa artinya itu, tapi dia harus menyerahkan interogasi kepada Piper. Jika Leo menginginkan kesempatan untuk mengalahkan monster-monster ini, dia harus bergerak cepat sebelum Sump kembali sambil membawa salsa. Leo mendongak, memandang silinder mesin yang digantung tepat di atas api unggun Cyclops. Leo berharap dia bisa menggunakan itu —silinder mesin tersebut bakalan jadi senjata yang hebat. Tapi alat derek yang menahannya ada di seberang sana.

Tidak mungkin Leo bisa sampai di sana tanpa kelihatan, dan pula, dia kehabisan waktu. Bagian terakhir rencana Leo adalah yang paling pelik. Dari sabuk perkakasnya Leo telah mendatangkan kabel, adaptoi radio, serta obeng kecil dan mulai merakit pengendali jarak jauh universal. Untuk pertama kalinya, Leo

mengucapkan syukur tan pa suara kepada ayahnya —Hephaestus—atas sabuk perkakas ajaib itu. Keluarkan aku dari sini, dia berdoa, dan mungkin aku takkau menganggapmu berengsek. Piper terus berbicara, memuji habis-habisan. "Oh, aku pernah dengar tentang Cyclops utara!" Yang menurut tebakan Leo pastilah omong kosong, tapi Piper terdengar meyakinkan. "Aku tak pernah tahu kalian begitu besar dan pintar!" "Sanjungan juga tidak ampuh," kata Ma Gasket, walaupun dia kedengarannya senang. "Memang benar, kau akan menjadi hidangan sarapan untuk Cyclops terbaik." "Tapi, bukankah Cyclops itu balk?" tanya Piper. "Kukira kalian jago membuat senjata untuk para dewa." "Bah! Aku sangat jago. Jago makan orang. Jago menghajar. Dan jago merakit, benar, tapi bukan untuk para dewa. Sepupu kami, para Cyclops yang lebih tua, mereka melakukan hal tersebut, benar. Berpikir diri mereka begitu hebat dan agung karena mereka beberapa ribu tahun lebih tua. Kemudian ada sepupu selatan kami, tinggal di pulau dan mengurus domba. Dungu! Tapi kami ini Cyclops Hyperborean, klan utara, kamilah yang terbaik! Mendirikan Monocle Motors di pabrik lama ini —senjata, baju zirah, kereta perang, SW irit bensin yang terbaik! Walau begitu —bah! Terpaksa tutup. Mem-PHK-kan sebagian besar kaum kami. Perang kelewat singkat. Para Titan kalah. Tidak bagus! Tidak ada permintaan senjata Cyclops lagi." "Oh, tidak," Piper bersimpati. "Aku yakin kalian membuat senjata-senjata yang menakjubkan." Torque menyeringai. "Godam perang berdecit!" Dia me-mungut galah besar dengan kotak logam mirip akordeon di ujung-nya. Dia menghantamkan galah tersebut ke lantai dan semen pun retak, tapi terdengar juga bunyi seperti bebek karet terbesar di dunia yang terinjak. "Menakutkan," kata Piper. Torque terlihat puas. "Tidak sebagus kapak meledak, tapi yang ini bisa digunakan lebih dari sekali." "Boleh kulihat?" tanya Piper. "Jika saja kau bisa membebaskan tanganku —" Torque melangkah maju dengan penuh semangat, namun Ma Gasket berkata, "Bodoh! Dia menipumu lagi. Sudah cukup bicaranya! Sembelih pemuda itu dahulu sebelum dia mati. Aku suka daging yang segar." Tidak! Jari-jari Leo melesat, menghubungkan kabel untuk pengendali jarak jauh. Beberapa menit lagi saja! "Hei, tunggu," kata Piper, berusaha menarik perhatian para Cyclops. "Hei, bolehkah aku bertanya —" Kabel- kabel memercikkan listrik di tangan Leo. Kedua Cyclops mematung dan menoleh ke arahnya. Lalu Torque memungut sebuah truk dan melemparkannya kepada Leo. *** Leo berguling tepat pada saat truk tersebut melindas mesin. Jika dia setengah detik lebih lambat, dia pasti sudah tergencet. Leo pun berdiri, dan Ma Gasket melihatnya. Cyclops wanita itu berteriak, "Torque, dasar kau Cyclops menyedihkan, tangkap dia!"

Torque menerjang ke arah Leo. Dengan panik Leo men gerakkan kenop pada pengendali jarak jauh buatannya. Torque tinggal lima belas meter. Enam meter. Lalu lengan robot yang pertama bergerak. Cakar logam kuning seberat tiga ton menghajar bagian belakang kepala si Cyclops begitu keras sampai- sampai dia jatuh tersungkur. Sebelum Torque sempat memulihkan diri, tangan robot mencengkeram satu kakinya dan melemparkannya lurus ke atas. "AHHHHH!" Torque meluncur ke langit-langit. Langit- langi terlalu gelap dan terlalu jauh di atas sehingga sulit melihat apa persisnya yang terjadi, tapi berdasarkan kelontang logam dahsya t , Leo menduga Cyclops itu telah menghantam kasau. Torque tidak kunjung turun. Debu kuninglah yang justru menghujani lantai. Torque telah terbuyarkan. Ma Gasket menatap Leo, tampak terguncang. "Putraku Kau .... Kau ..." Seolah diberi aba-aba, Sump terhuyung-huyung ke tengah cahaya api sambil membawa sepeti salsa. "Ma, aku bawa yang ekstra pedas —" Dia tidak sempat merampungkan kalimatnya. Leo memutar kenop pada pengendali jarak jauh,

dan lengan robot kedua pun menghantam dada Sump. Peti salsa pecah berkeping-keping dan Sump melayang ke belakang, tepat ke kaki mesin ketiga Leo. Sump mungkin kebal terhadap getokan sasis truk, namun dia tidak kebal terhadap lengan robot yang dapat menghantam dengan kekuatan sepuluh ribu pon. Lengan derek yang ketiga menghantamkannya ke lantai sedemikian keras sampai-sampai dia meledak menjadi debu, bagaikan karung tepung yang bobol. Dua Cyclops sudah ditaklukkan. Leo mulai merasa layaknya Komandan Sabuk Perkakas ketika Ma Gasket berserobok dengannya. Cyclops wanita itu menyambar lengan derek terdekat dan mencabutnya dari landasan sambil meraung ganas. "Kau mcnghajar putra-putraku! Cuma aku yang boleh menghajar putra-putraku!" Leo menekan sebuah tombol, dan dua lengan yang tersisa kontan berayun. Ma Gasket menangkap lengan pertama dan merobeknya separuh. Lengan kedua menggetok kepala cyclops I [Ina itu, tapi itu tampaknya hanya membuat Ma Gasket semakin marah. Ma Gasket mencengkeram lengan robot tersebut di bagian engsel, mencabutnya, dan mengayun-ayunkannya bagaikan tongkat bisbol. Lengan tersebut meleset seinci saja dari Piper dan Jason. Kemudian Ma Gasket melepaskan lengan robot tersebut —nemuntirnya ke arah Leo. Leo memekik dan berguling ke samping ',ementara lengan robot itu menghancurkan mesin di sebelahnya. Leo mulai menyadari bahwa ibu Cyclops yang sedang marah bukanlah sesuatu yang ingin kita lawan menggunakan pengendali jarak jauh universal dan obeng. Masa depan Komandan Sabuk Perkakas mendadak tidak terlihat menjanjikan. Gasket berdiri kira-kira enam meter dari Leo sekarang, di samping api untuk memasak. Tinjunya terkepal, gigi-giginya dipamerkan. Dia kelihatan konyol dengan daster dari rantai dan dua buah kucir kotornya —tapi melihat tatapan buas di mata merahnya dan fakta bahwa tinggi makhluk itu hampir empat meter, Leo tidak tertawa. "Ada tipuan lagi, Demigod?" tuntut Ma Gasket. Leo melirik ke atas. Silinder mesin yang digantung di rantai —jika saja Leo punya waktu untuk mengutak-atiknya. Jika saja dia bisa membuat Ma Gasket maju selangkah. Rantai itu sendiri satu kaitan itu ... Leo seharusnya tak bisa melihatnya, terutama dari jarak sejauh ini di bawah, namun indranya memberitahunya bahwa pada logam tersebut terdapat kerapuhan, karena beban yang berat.

"Iya, tentu saja aku punya tipuan!" Leo mengangkat pengendall jarak jauh. "Maju selangkah lagi, dan akan kuhancurkan kau dengan api!" Ma Gasket tertawa. "Begitukah? Cyclops kebal terhadap api, Bodoh. Tapi kalau kau ingin main api, biar kubantu!" Cyclops wanita itu meraup arang merah panas dengan tangan telanjang dan melemparkannya kepada Leo. Arang-arang tersebut mendarat di sekitar kaki Leo. "Kau meleset," kata Leo tak percaya. Kemudian Ma Gasket nyengir dan mengangkat tong di sebelah truk. Leo baru sempat membaca kata-kata yang terstensil di samping —MINYAK TANAH—sebelum Ma Gasket melemparnya. Tong tersebut terbelah di lantai di depan Leo, menumpahkan minyak tanah yang mudah terbakar ke mana-mana. Arang memercikkan bunga api. Leo memejamkan mata, dan Piper menjerit, "Tidak!" Badai api meledak di sekeliling Leo. Ketika Leo membuka mata, dia telah bermandikan kobaran api yang menjilat-jilat hingga enam meter ke udara. Ma Gasket memekik kesenangan, tapi Leo bukanlah bahan bakar yang bagus. Minyak tanah pun padam, menyisakan petak kecil membara di lantai. Piper terkesiap. "Leo?" Ma Gasket terperanjat. "Kau masih hidup?" Kemudian dia maju selangkah, membuatnya berada tepat di tempat yang diinginkan Leo. "Kau ini apa?" "Putra Hephaestus," ujar Leo. "Dan sudah kuperingatkan akan kuhancurkan kau dengan api." Leo mengacungkan satu jari ke udara dan mengerahkan seluruh kehendaknya. Dia tak pernah berusaha melakukan apa pun yang sedemikian terfokus dan intens —tapi dia menembakkan api putih membara ke rantai yang menahan silinder mesin di atas Iwpala si Cyclops —mengincar kaitan yang paling lemah di antara an-kaitan yang lain. Api tersebut "Iya, tentu saja aku punya tipuan!" Leo mengangkat pengendall jarak jauh. "Maju selangkah lagi, dan akan kuhancurkan kau dengan api!" Ma Gasket tertawa. "Begitukah? Cyclops kebal terhadap api, Bodoh. Tapi kalau kau ingin main api, biar kubantu!" Cyclops wanita itu meraup arang merah panas dengan tangan telanjang dan melemparkannya kepada Leo. Arang-arang tersebut mendarat di sekitar kaki Leo. "Kau meleset," kata Leo tak percaya. Kemudian Ma Gasket nyengir dan mengangkat tong di sebelah truk. Leo baru sempat membaca kata-kata yang terstensil di samping —MINYAK TANAH—sebelum Ma Gasket melemparnya. Tong tersebut terbelah di lantai di depan Leo, menumpahkan minyak tanah yang mudah terbakar ke mana-mana. Arang memercikkan bunga api. Leo memejamkan mata, dan Piper menjerit, "Tidak!" Badai api meledak di sekeliling Leo. Ketika Leo membuka mata, dia telah bermandikan kobaran api yang menjilat-jilat hingga enam meter ke udara. Ma Gasket memekik kesenangan, tapi Leo bukanlah bahan bakar yang bagus. Minyak tanah pun padam, menyisakan petak kecil membara di lantai. Piper terkesiap. "Leo?" Ma Gasket terperanjat. "Kau masih hidup?" Kemudian dia maju selangkah, membuatnya berada tepat di tempat yang diinginkan Leo. "Kau ini apa?" "Putra Hephaestus," ujar Leo. "Dan sudah kuperingatkan akan kuhancurkan kau dengan api." Leo mengacungkan satu jari ke udara dan mengerahkan seluruh kehendaknya. Dia tak pernah berusaha melakukan apa pun yang sedemikian terfokus dan intens —tapi dia menembakkan api putih membara ke rantai yang menahan silinder mesin di atas Iwpala si Cyclops —mengincar kaitan yang paling lemah di antara an-kaitan yang lain. Api tersebut

Leo menunduk. "Dari dulu," katanya. "Aku memang tuka bikin onar. Maaf, aku seharusnya memberi tabu kalian lebih awa I tapi —" "Maaf?" Piper meninju lengan Leo. Ketika Leo mendongak, Piper sedang nyengir. "Itu tali hebat, Valdez! Kau menyelamatk.ui nyawa kami. Kau minta maaf soal apa?" Leo berkedip. Dia mulai tersenyum, namun rasa leganya terusik ketika dia memperhatikan sesuatu di sebelah kaki Piper. Debu kuning —sisa-sisa tubuh salah satu Cyclops yang sudah jadi bubuk, mungkin Torque —sedang bergeser di lantai seolah dikumpulkan oleh angin yang tak kasatmata. "Mereka mewujud lagi," kata Leo. "Lihat." Piper menjauhi debu tersebut. "Itu mustahil. Annabeth memberitahuku bahwa para monster terbuyarkan waktu mereka terbunuh. Mereka kembali ke Tartarus dan tidak kembali lagi sampai beberapa waktu lamanya." "Yah, tak ada yang memberitahukan itu pada tumpukan debu itu." Leo menonton saat debu tersebut menggunung, kemudian dengan sangat lambat menyebar, membentuk sosok berlengan dan berkaki. "Ya ampun." Piper memucat. "Boreas mengatakan sesuatu tentang ini —bumi yang menghasilkan kengerian. `Ketika para monster tidak lagi tertahan di Tartarus, dan jiwa-jiwa tak lagi terkurung di Hades.' Menurutmu berapa lama waktu yang kita punya?" Leo memikirkan wajah yang terbentuk di tanah di luar —wanita tidur yang sudah pasti merupakan kengerian yang datang dari bumi. "Entahlah," kata Leo. "Tapi kita harus pergi dari sini."