BAB EMPAT PULUH ENAM PIPER

BAB EMPAT PULUH ENAM PIPER

PENGENDALI LALU LINTAS UDARA TIDAK mau mengizinkan helikopter yang talc terjadwal mendarat di Bandara Oalcland —sampai Piper berbicara di radio. Kemudian mereka pun diperbolehkan mendarat. Mereka turun di tarmak, dan semua orang memandang Piper. "Sekarang apa?" Jason menanyainya. Piper merasa tidak nyaman. Dia tidak mau jadi orang yang pegang tanggung jawab, namun demi ayahnya, dia harus tampak percaya diri. Dia tak punya rencana. Dia cuma ingat bahwa ayahnya terbang ke Oakland, yang berarti bahwa pesawat pribadi ayahnya masih di sini. Tapi ini hari titik balik matahari musim dingin. Mereka harus menyelamatkan Hera. Mereka sama sekali tak punya gambaran harus menuju mana atau apakah mereka sudah terlambat. Dan bagaimana mungkin Piper meninggalkan PENGENDALI LALU LINTAS UDARA TIDAK mau mengizinkan helikopter yang talc terjadwal mendarat di Bandara Oalcland —sampai Piper berbicara di radio. Kemudian mereka pun diperbolehkan mendarat. Mereka turun di tarmak, dan semua orang memandang Piper. "Sekarang apa?" Jason menanyainya. Piper merasa tidak nyaman. Dia tidak mau jadi orang yang pegang tanggung jawab, namun demi ayahnya, dia harus tampak percaya diri. Dia tak punya rencana. Dia cuma ingat bahwa ayahnya terbang ke Oakland, yang berarti bahwa pesawat pribadi ayahnya masih di sini. Tapi ini hari titik balik matahari musim dingin. Mereka harus menyelamatkan Hera. Mereka sama sekali tak punya gambaran harus menuju mana atau apakah mereka sudah terlambat. Dan bagaimana mungkin Piper meninggalkan

"Aku tak percaya," kata ayah Piper. "Aku sudah mengecc-wakanmu." "Tidak, Yah!" "Hal-hal yang mereka lakukan, Piper, visi yang mereka tunjukkan kepadaku ..." "Ayah, dengarkan." Piper mengeluarkan vial dari sakunya. 'Aphrodite memberiku ini, untukAyah. Ramuan ini menghilangkan ingatan Ayah yang terbaru. Ramuan ini akan membuat seolah-olah ini tak pernah terjadi." Ayah Piper menatapnya, seolah sedang menerjemahkan kata-katanya dari sebuah bahasa asing. "Tapi kau seorang pahlawan. Aku juga akan melupakan itu?" "Ya," bisik Piper. Dia memaksa dirinya berbicara dengan nada suara yang yakin. "Ya, Ayah akan lupa. Semuanya akan —akan kembali seperti semula." Ayahnya memejamkan mata dan menarik napas dengan gemetar. "Aku menyayangimu, Piper. Aku selalu menyayangimu. Aku —aku mengirimmu pergi karena aku tidak mau kau terpengaruh kehidupanku. Kehidupanku waktu tumbuh dewasa —kemiskinan, ketidakberdayaan. Juga kehidupan ala Hollywood yang gila. Kukira—kukira aku melindungimu." Dia mengeluarkan tawa getir. "Seolah kehidupanmu tanpaku lebih baik, atau lebih aman.5, Piper menggenggam tangan ayahnya. Piper pernah mendengar ayahnya bicara tentang niat untuk melindunginya sebelumnya, tapi Piper tak pernah percaya. Dia selalu mengira bahwa itu hanya alasan ayahnya untuk membenarkan tindakannya. Ayahnya tampak begitu percaya diri dan mudah bergaul, seolah kehidupannya enteng dan menyenangkan. Bagaimana mungkin dia menyatakan bahwa Piper perlu dilindungi dari hal itu?

Akhirnya Piper paham ayahnya sengaja berlagak begitu demi dirinya, berusaha talc menunjukkan betapa dia takut dan tak percaya diri. Ayahnya benar-benar berusaha melindungi Piper. Dan kini kemampuannya untuk mengatasi 'crisis telah hancur. Piper mengulurkan vial itu kepada ayahnya. "Ambillah. Mungkin suatu hari kita akan siap untuk membicarakan ini lagi. Ketika Ayah sudah siap." "Ketika aku sudah siap," ayahnya bergumam. "Kau menge-sankan seolah —seolah akulah yang masih remaja. Aku semestinya jadi orangtua." Dia mengambil vial itu. Matanya berpendar, mengisyaratkan secercah kecil harapan. "Aku menyayangimu, Pipes." "Aku sayang Ayah juga." Diminumnya cairan merah Akhirnya Piper paham ayahnya sengaja berlagak begitu demi dirinya, berusaha talc menunjukkan betapa dia takut dan tak percaya diri. Ayahnya benar-benar berusaha melindungi Piper. Dan kini kemampuannya untuk mengatasi 'crisis telah hancur. Piper mengulurkan vial itu kepada ayahnya. "Ambillah. Mungkin suatu hari kita akan siap untuk membicarakan ini lagi. Ketika Ayah sudah siap." "Ketika aku sudah siap," ayahnya bergumam. "Kau menge-sankan seolah —seolah akulah yang masih remaja. Aku semestinya jadi orangtua." Dia mengambil vial itu. Matanya berpendar, mengisyaratkan secercah kecil harapan. "Aku menyayangimu, Pipes." "Aku sayang Ayah juga." Diminumnya cairan merah

Pada saat Piper selesai menjelaskan, pesawat Gulf-stream putih mulus milik ayahnya telah terparkir di samping helikopter. Hedge dan sang pramugari menaikkan ayah Piper ke pesawat. Kemudian Pak Pelatih Hedge turun untuk terakhir kalinya untuk mengucapkan selamat tinggal. Dia memeluk Piper dan memelototi Jason serta Leo. "Kahan bocah-bocah lembek harus jaga gadis ini, ya? Atau kalian bakal kusuruh melakukan push up!" "Paham, Pak Pelatih," kata Leo, senyum terkembang di sudut mulutnya. "Tidak perlu menyuruh kami push up," Jason berjanji. Piper memberi sang satir tua satu pelukan lagi. "Terima kasih, Gleeson. Tolong jaga ayahku." "Aku bisa mengatasi ini, McLean," Hedge meyakinkannya. "Mereka punya root beer dan enchilada sayuran di penerbangan ini, dan serbet dari seratus persen bahan linen —sedap! Aku bisa membiasakan diri dengan ini." Saat berderap menaiki tangga, satu sepatunya lepas, dan kuku belahnya terlihat selama sedetik. Mata sang pramugari membelalak, namun dia berpaling dan pura-pura tak ada yang salah. Piper menduga dia barangkali sudah menyaksikan hal- hal yang lebih aneh selama bekerja untuk Tristan McLean. Ketika pesawat itu meluncur di landasan pacu, Piper mulai menangis. Dia sudah menahan tangis terlalu lama dan dia semata-mata tak sanggup melakukannya lagi. Sebelum Piper sadar, Jason sudah memeluknya, sedangkan Leo berdiri tak nyaman di dekat sana, mengeluarkan tisu dari sabuk perkakasnya. "Ayahmu akan baik-baik saja," Jason berkata. "Kerjamu hebat." Piper terisak-isak di dada Jason. Dia membiarkan dirinya dipeluk selama enam tarikan napas. Tujuh. Lalu Piper tak bisa memanjakan diri lagi. Mereka memerlukan dirinya. Pilot heli-kopter sudah terlihat gelisah, seolah dia mulai bertanya-tanya apa sebabnya dia menerbangkan mereka ke sini. "Terima kasih, Teman-Teman," kata Piper. "Aku —Piper ingin memberi tahu mereka betapa berartinya mereka baginya. Mereka telah mengorbankan segalanya, mungkin bahkan mini mereka, untuk membantu Piper. Piper tak bisa membalas budi mereka, bahkan tak bisa mengutarakan rasa terima kasihnya dengan kata-kata. Tapi ekspresi teman-temannya mengungkapkan kepada Piper bahwa mereka mengerti. Lalu, tepat di sebelah Jason, udara mulai berdenyar. Pada mulanya Piper mengira itu disebabkan oleh tarmak yang panas, atau mungkin gas buangan helikopter, namun dia pernah melihat sesuatu seperti ini di air mancur Medea. Itu adalah pesan-Iris. Sebuah gambar muncul di udara —gadis berambut gelap yang mengenakan baju kamuflase musim dingin berwarna perak, memegang busur. Jason terhuyung-huyung mundur karena kaget. "Thalia!" "Syukur kepada para dewa," kata sang Pemburu. Adegan di belakangnya susah dilihat, tapi Piper mendengar teriakan, denting logam yang saling beradu, dan ledakan. "Kami menemukan Hera," kata Thalia. "Di mana kalian?" "Oakland," kata Jason. "Kau di mana?" "Rumah Serigala! Oakland bagus; kalian tidak terlalu jauh. Kami menahan anak buah si raksasa, tapi kami tak dapat menahan mereka selamanya. Datanglah ke sini sebelum matahari Pada saat Piper selesai menjelaskan, pesawat Gulf-stream putih mulus milik ayahnya telah terparkir di samping helikopter. Hedge dan sang pramugari menaikkan ayah Piper ke pesawat. Kemudian Pak Pelatih Hedge turun untuk terakhir kalinya untuk mengucapkan selamat tinggal. Dia memeluk Piper dan memelototi Jason serta Leo. "Kahan bocah-bocah lembek harus jaga gadis ini, ya? Atau kalian bakal kusuruh melakukan push up!" "Paham, Pak Pelatih," kata Leo, senyum terkembang di sudut mulutnya. "Tidak perlu menyuruh kami push up," Jason berjanji. Piper memberi sang satir tua satu pelukan lagi. "Terima kasih, Gleeson. Tolong jaga ayahku." "Aku bisa mengatasi ini, McLean," Hedge meyakinkannya. "Mereka punya root beer dan enchilada sayuran di penerbangan ini, dan serbet dari seratus persen bahan linen —sedap! Aku bisa membiasakan diri dengan ini." Saat berderap menaiki tangga, satu sepatunya lepas, dan kuku belahnya terlihat selama sedetik. Mata sang pramugari membelalak, namun dia berpaling dan pura-pura tak ada yang salah. Piper menduga dia barangkali sudah menyaksikan hal- hal yang lebih aneh selama bekerja untuk Tristan McLean. Ketika pesawat itu meluncur di landasan pacu, Piper mulai menangis. Dia sudah menahan tangis terlalu lama dan dia semata-mata tak sanggup melakukannya lagi. Sebelum Piper sadar, Jason sudah memeluknya, sedangkan Leo berdiri tak nyaman di dekat sana, mengeluarkan tisu dari sabuk perkakasnya. "Ayahmu akan baik-baik saja," Jason berkata. "Kerjamu hebat." Piper terisak-isak di dada Jason. Dia membiarkan dirinya dipeluk selama enam tarikan napas. Tujuh. Lalu Piper tak bisa memanjakan diri lagi. Mereka memerlukan dirinya. Pilot heli-kopter sudah terlihat gelisah, seolah dia mulai bertanya-tanya apa sebabnya dia menerbangkan mereka ke sini. "Terima kasih, Teman-Teman," kata Piper. "Aku —Piper ingin memberi tahu mereka betapa berartinya mereka baginya. Mereka telah mengorbankan segalanya, mungkin bahkan mini mereka, untuk membantu Piper. Piper tak bisa membalas budi mereka, bahkan tak bisa mengutarakan rasa terima kasihnya dengan kata-kata. Tapi ekspresi teman-temannya mengungkapkan kepada Piper bahwa mereka mengerti. Lalu, tepat di sebelah Jason, udara mulai berdenyar. Pada mulanya Piper mengira itu disebabkan oleh tarmak yang panas, atau mungkin gas buangan helikopter, namun dia pernah melihat sesuatu seperti ini di air mancur Medea. Itu adalah pesan-Iris. Sebuah gambar muncul di udara —gadis berambut gelap yang mengenakan baju kamuflase musim dingin berwarna perak, memegang busur. Jason terhuyung-huyung mundur karena kaget. "Thalia!" "Syukur kepada para dewa," kata sang Pemburu. Adegan di belakangnya susah dilihat, tapi Piper mendengar teriakan, denting logam yang saling beradu, dan ledakan. "Kami menemukan Hera," kata Thalia. "Di mana kalian?" "Oakland," kata Jason. "Kau di mana?" "Rumah Serigala! Oakland bagus; kalian tidak terlalu jauh. Kami menahan anak buah si raksasa, tapi kami tak dapat menahan mereka selamanya. Datanglah ke sini sebelum matahari

"Perjalanan terakhir kita," kata Thalia, gambarnya mulai mengabur. "Hutan raya itu. Jack London. Ingat?" Pernyataan ini sama sekali tak dipahami Piper, tapi Jason terlihat seperti kena tembak. Dia terhuyung-huyung, wajahnya pucat, dan pesan-Iris itu pun menghilang. "Bung, kau tak apa-apa?" tanya Leo. "Kau tahu di mana Hera?" "Ya," Jason berkata. "Lembah Sonoma. Tidak jauh. Tidak kalau lewat udara." Piper menoleh kepada sang pilot, yang memperhatikan semua ini dengan ekspresi yang kian lama kian bingung. "Bu," kata Piper sambil menyunggingkan senyum terbaiknya. "Ibu tak keberatan membantu kami sekali lagi, kan?" "Aku tak keberatan," sang pilot setuju. "Kita tidak bisa mengajak serta seorang manusia fana ke dalam pertempuran," kata Jason. "Terlalu berbahaya." Dia menoleh kepada Leo. "Menurutmu kau bisa menerbangkan kendaraan ini?" "Mmm ..." Raut muka Leo tidak meyakinkan Piper. Tapi kemudian Leo menempelkan tangan ke sisi helikopter, sibuk berkonsentrasi, seakan sedang mendengarkan suara mesinnya. "Helikopter Bell 4I2HP serbaguna," kata Leo. "Empat baling-baling utama dari bahan komposit, laju 22 knot, ketinggian maksimal 22.000 kaki. Tangkinya hampir penuh. Tentu, aku bisa menerbangkannya." Piper tersenyum lagi kepada sang penjaga hutan. "Ibu tak keberatan mengizinkan anak-anak di bawah umur meminjam helikopter Ibu, kan? Pasti akan kami kembalikan." "Aku —" Sang pilot nyaris tercekik, sepertinya enggan bicara, namun dia akhirnya berbicara juga: "Aku tidak keberatan." Leo nyengir. "Masuk, Anak-anak. Paman Leo mau ajak kalian jalan-jalan." []