Perubahan biokimia yang timbul akibat paparan bising berupa penurunan kadar oksigen koklea serta peningkatan kadar glukosa
perilimfe. Selain itu akibat paparan bising nada tinggi akan mempengaruhi keseimbangan ion terutama K
+
pada membran apikal sel rambut luar. Penelitian Spicer Schulte 1996 mengatakan bahwa kadar kritis ion K
+
dalam endolimf dikontrol oleh suatu mekanisme kompleks mulai saat depolarisasi sel rambut luar dimana K
+
Ada 3 jenis faktor lingkungan utama yang dapat memicu stres di tingkat sel: 1 faktor fisik, seperti paparan pada suhu tinggi, kebisingan, sinar
ultraviolet, radiasi, 2 faktor kimia, dengan ribuan xenobiotik industri, masuk ke dalam sel rambut
kemudian ke luar ke perilimfe untuk selanjutnya diproses oleh fibrosit tipe IV yang terdapat di outer sulcus dinding lateral sampai kembali lagi pada
stria vaskularis. Kehilangan fibrosit tipe II dan tipe IV berpengaruh terhadap gangguan dengar sudah diteliti sebelumnya Purnami, 2009.
2.8 Respon Stres Intraseluler
Banyak definisi yang telah diusulkan untuk memberi pengertian tentang stres. Setiap definisi berfokus pada aspek tantangan internal atau
eksternal, gangguan, atau stimulus pada persepsi dari sebuah stimulus oleh organisme atau pada respon fisiologis organisme terhadap
rangsangan. Sebuah definisi yang terintegrasi menyatakan bahwa, stres adalah suatu kumpulan reaksi, termasuk stimulus stresor, yang bereaksi
di otak dipicu oleh adanya stimulus persepsi stres, dan mengaktifkan sistem fight or flight di tubuh respon stres fisiologis Kourtis, 2001.
Universitas Sumatera Utara
termasuk karbon monoksida, logam berat dan debu, dan 3 faktor biologis, seperti infeksi oleh virus, bakteri, parasit, dan jamur. Adanya
faktor pemicu stres sel ini akan menimbulkan respon sel tubuh yang bermacam-macam. Salah satu respon pertahanan tubuh akibat adanya
faktor pemicu tersebut di atas adalah sel tubuh akan memproduksi antigen
tertentu protein asing, misalnya Heat Shock Protein = HSP dan tubuh juga akan membentuk suatu antibodi auto
antibodi untuk menetralisirmelawan antigen misalnya antibodi HSP yang baru
terbentuk tersebut Wu Tanguay, 2006.
Banyak pengamatan menunjukkan bahwa paparan jangka panjang terhadap stres lingkungan, termasuk paparan bising yang pada suatu
periode waktu tertentu dapat menyebabkan produksi antibodi HSP dan antibodi ini dapat dikaitkan dengan perubahan abnormal pada tubuh dan
dengan beberapa penyakit. Hal ini dilaporkan pertama kali oleh Wu 1996 yang menemukan adanya pembentukan antibodi untuk HSP-27, HSP-60,
HSP-70 dan HSP-90 dalam plasma darah para pekerja di industri baja yang terpapar pada suhu tinggi, karbon monoksida dan bahan kimia
lainnya di dalam oven pemasak dalam waktu yang lama. Dijumpainya antibodi ini memiliki potensi sebagai biomarker untuk menilai apakah sel-
sel di dalam tubuh pekerja itu mengalami suatu stres akibat paparan dari lingkungan kerjanya dan meningkatnya kadar antibodi terhadap HSP-70
anti HSP-70 pada pekerja yang terpapar benzen, debu, panas dan kebisingan Wu Tanguay, 2006.
Universitas Sumatera Utara
Semua organisme menunjukkan respon homeostatis, contohnya ketika adanya perubahan lingkungan. Kemampuan organisme untuk beradaptasi
atau menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru ini berperan penting untuk menjaga kelangsungan hidup organisme dan juga merupakan
kekuatan dalam suatu proses evolusi kehidupan. Suatu studi telah dilakukan untuk mempelajari mekanisme pertahanan diri organisme
terhadap perubahan
dari lingkungan secara tiba-tiba dengan
ditemukannya suatu respon sel akibat trauma yang juga dikenal dengan heat shock response
. Contoh konkritnya adalah ketika sel-sel tubuh dipaparkan dengan kenaikan suhu lingkungan tiba-tiba ataupun paparan
yang berlangsung lama, sel-sel dari suatu organisme akan menunjukkan respon yang sama, yaitu heat shock response. Salah satu tanda adanya
heat shock response ini adalah meningkatnya sintesis heat shock protein
yang merupakan suatu protein yang berbentuk molekul chaperon Enzo
Lab Sciences, 2010.
Bentuk respon stres seluler lainnya yang juga bersifat fisiologis dan berfungsi untuk menjaga homeostasis kehidupan sel adalah dengan
mengatur pelepasan neurotransmitter, hormon, peptida dan faktor lain ke dalam sirkulasi atau ke dalam jaringan. Efek dari respon stres seluler ini
dipengaruhi juga oleh intensitas dan lama suatu pajanan Gambar 2.20.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.20 Spektrum Stres Dhabar McEwen, 2007 Stres didefinisikan sebagai rangkaian kejadian berupa stimulus
stresor yang memicu reaksi otak persepsi stres dan prosesnya yang mengaktifkan sistem fight-or-flight di tubuh respon stres fisiologis.
Universitas Sumatera Utara
Durasi respon stres fisiologis sangat menentukan efeknya terhadap fungsi imun dan kesehatan. Stresor dapat terjadi secara akut menit
sampai jam maupun berlangsung kronis bulan sampai tahun. Stres akut atau kronis saling
berpengaruh dalam mempertahankan taraf keseimbangan kesehatan atau set point. Umumnya, stres akut
meningkatkan daya tahan stres dan sistem imun sedangkan stres kronis akan menurunkan kondisi kesehatan tubuh dengan penurunan atau
diregulasi sistem imun Dhabar McEwen, 2007. Sel menerima sinyal ekstraseluler dan harus merespon dengan tepat.
Sinyal dapat berupa sinyal kimiawi yaitu protein, neurotransmitter, steroid atau molekul larut lainnya, sinyal fisik seperti radiasi elektromagnetik
cahaya dan panas. Berbagai macam sinyal tersebut mempengaruhi bahkan mampu mengubah fisiologi suatu sel, pada umumnya berupa
aktivasi dan represi gen. Jalur sinyal mempunyai ikatan spesifik dengan protein reseptor, beberapa second messenger non protein seperti ion
Ca
2+
, cAMP, cGMP, DG dan IP3 yang mengirimkan sinyal ke komponen
seluler. Protein G berperan penting dalam jalur transduksi sinyal Gambar 2.21 yang menentukan suatu sinyal bersifat stimulator atau inhibitor.
Protein G trimerik mempengaruhi pori-pori ion dan enzim sehingga dapat membuka atau menutup dan enzim dapat distimulasi atau dihambat.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.21 Jalur Transduksi Sinyal Protein Ras Stansfield, Colome Cano, 2006
Jalur transduksi sinyal melibatkan aktivitas IP3 dan DG. Stimulus dapat berupa faktor pertumbuhan berikatan dengan reseptor membran sehingga
mampu merubah protein G trimerik berdisosiasi sehingga menjadi aktif memicu PLC yang terikat pada membran dan menghidrolisis PIP2 dalam
membran menjadi DG dan IP3. IP3 dapat berikatan dengan pori-pori ion Ca
2+
retikulum endoplasma dan membran plasma membuka sehingga terjadi influks Ca
2+
intraseluler. Ion Kalsium dan DG berikatan dengan pori-pori ion Ca
2+
Koklea mempunyai batasan tertentu dalam kemampuan
mempertahankan diri saat mengalami stres akibat pajanan bising yang berlebihan. Organ Corti memberikan respon dengan ditandai antara lain
oleh ekspresi heat shock protein dan peningkatan aktivitas sistem proteksi dari antioksidan. Sel dapat terjadi kerusakan dan selanjutnya akan
sehingga menjadi aktif dan memfosforilasi protein- protein kinase lain.
Universitas Sumatera Utara
memicu kematian sel melalui proses apoptosis dan nekrosis. Apoptosis terjadi lebih dahulu pada sel beberapa hari kemudian setelah mengalami
trauma bising Schacht, Popper Fay, 2008. Sel mempertahankan tekanan osmotiknya dengan keseimbangan
berapa macam ion anorganik sehingga volume sel terjaga melalui aliran air. Sel menjadi edema bila tekanan osmotiknya meningkat karena
transpor aktif atau degradasi makro molekul. Untuk itu diperlukan sintesis sejumlah bahan aktif osmotik yang disebut osmolit. Pada pajanan bising
terjadi stres mekanis yang menyebabkan perubahan struktur protein. Dengan peningkatan vibrasi dari molekul maka temperatur bisa juga
meningkat dan protein dapat mengalami denaturasi. Perubahan pada osmolit dalam sel akan memicu aktivasi dari protein kinase dan
memberikan efek perubahan ke protein yang lain dengan fosforilasi Gastael, 2006.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.22 Skema Mekanisme Beberapa Regulasi Aktivitas HSF-1 dan Heat Shock Response
Gastael, 2006
Universitas Sumatera Utara
2.8.1 Heat shock response dan mekanisme pengaturannya melalui aktivasi HSF-1
Seperti yang telah dikemukakan di atas, HSR Heat Shock Response adalah reaksi sel dan organisme terhadap kenaikan suhu atau terhadap
suatu paparan fisik dari lingkungan yang berlangsung secara tiba-tiba dan dalam jangka waktu tertentu, termasuk paparan bising heat shock atau
heat stress. Faktor pemicu stres yang berat heat shock dapat mengakibatkan
kerusakan dan kematian sel, sedangkan pada dosis subletal dan heat stress
hanya akan memicu reaksi seluler yang disebut heat shock response
Gambar 2.22 Henderson, Hu Bielefeld, 2008. HSR diatur pada tingkat transkripsi oleh suatu mekanisme yang
melibatkan heat shock transcription factor HSF. Pada manusia telah ditemukan 3 jenis gen HSF: HSF-1, HSF-2, HSF-4 dan yang paling
berperan dalam modulasi HSR adalah HSF-1 Henderson, Hu Bielefeld, 2008.
Pada kondisi normal, HSF dipertahankan dalam monomer yang tidak aktif. Pada organisme eukariotik, misalnya pada sel telinga manusia,
ekspresi HSP dikaitkan dengan salah satu faktor transkripsi yang disebut HSF-1 Csermely Yahara, n.d..
Beberapa faktor yang dapat mengaktivasi HSF-1 diantaranya adalah adanya kesalahan dalam pelipatan protein sel, gangguan homeostasis
sintesis protein dan perubahan kondisi potensial redoks intraselular yang biasanya diakibatkan karena adanya perubahan temperatur atau stres
Universitas Sumatera Utara
berupa paparan zat kimia dan kebisingan. Walaupun demikian, secara autoregulasi, aktivasi HSF-1 dapat dihambat oleh mekanisme umpan balik
negatif melalui interaksinya dengan HSP-70 dan HSP-90 yang telah terbentuk pada jumlahkadar tertentu di dalam plasma darah. Ekspresi
HSP-90 dan HSP-70 yang tinggi pada suatu sel dan di dalam plasma darah akan mengakibatkan terminasi ekspresi gen heat shock, sehingga
sintesis HSP-70 atau HSP-90 akan berhenti. Selain itu, HSF-1 juga dapat dihambat oleh mekanisme umpan balik melalui fosforilasi. HSF-1
difosforilasi pada residu serin di daerah regulator yang memodulasi daerah aktivasi pada suhu normal. Fosforilasi residu ini akan meningkat
melalui stimulasi jalur protein kinase yang diaktivasi mitogen yang responsif pada faktor pertumbuhan dan berakibat pada inhibisi aktivitas
HSF-1 sehingga kadarnya menjadi berkurang. Dengan berkurangnya aktivitas HSF-1 ini dapat diartikan bahwa HSR sudah berkurang sebagai
akibat dari berkurangnya pajanan heat stress terhadap sel tubuh
Csermely Yahara, n.d..
Universitas Sumatera Utara
2.8.2 Heat shock protein dan molekul chaperon Tubuh membentuk sebagian besar protein yang diperlukan dengan
struktur dan fungsi yang bermacam-macam. Mulai dari fungsi transpor misalnya protein dalam hemoglobin, fungsi imunitas sel-sel imun tubuh,
perlindungan sel protein membran sel, membran sel koklea dan organ Corti dan fungsi lainnya. Selain fungsi yang bervariasi, protein di dalam
tubuh juga memiliki beberapa struktur umum, yaitu struktur primer, sekunder, tersier dan kuartener Gambar 2.23 Liberman Marks, 2009.
Struktur primer terbentuk sesuai sekuensurutan asam amino yang kemudian membentuk struktur tiga dimensi. Bila protein mengadakan
suatu ikatan maka perlu melipat secara khusus, fleksibel dan stabil sehingga bisa berfungsi secara tepat dalam sel dan dapat didegradasi
oleh enzim. Melalui struktur kuartener memungkinkan protein mengadakan ikatan dengan molekul spesifik yang disebut dengan ligan
sehingga protein makin stabil Liberman Marks, 2009.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.23 Struktur Umum Protein Secara Molekuler Pendamping sel tingkat molekuler molekul chaperon pada bakteri,
mitokondria dan kloroplas merupakan protein yang besar dengan multi subunit yang mempercepat proses pelipatan dengan menyediakan
lingkungan dimana polipeptida dapat terlipat menjadi konformasi yang asli dan membentuk struktur kuartener. Molekul chaperon ini adalah heat
shock protein yang secara struktural terdiri atas 2 buah cincin subunit
yang identik serta tersusun di sekeliling ruang sentral yang dapat menampung polipeptida berukuran besar.
Pendamping molekul mendukung lintasan yang menghambat interaksi antar permukaan
komplementer yang tidak tepat dan sebaliknya akan memperlancar interaksi yang tepat Rodwell Kennel, 2005.
Universitas Sumatera Utara
HSP adalah suatu protein berbentuk molekul chaperon yang dihasilkan karena adanya Heat Shock Response HSR. HSR adalah
suatu respon berbasis genetik untuk menginduksi gen-gen yang mengkode molekul chaperon, protease dan protein-protein yang penting
dalam mekanisme pertahanan dan pemulihan terhadap jejas seluler yang berhubungan dengan terjadinya misfolded protein pelipatan protein yang
tidak lazim. HSR merupakan suatu tanggapan sel terhadap berbagai macam gangguan, baik yang bersifat fisiologik maupun yang berasal dari
lingkungan Henderson, Hu Bielefeld, 2008. Dalam keadaan fisiologis, HSP berfungsi sebagai molekul chaperon
dan membantu sintesa, pelipatan, pertemuan dan transport intraseluler berbagai protein. Ekspresi HSP meningkat dalam kondisi stres penuh
seperti serangan hipertermi panas dan stimulus stres lainnya, termasuk iskemik, infeksi virus, terpapar bising, bahan toksik dan lain-lain Widjaja,
Santoso Waspadji, 2009. Dalam literatur lain, HSP juga merupakan suatu molekul chaperon
yang berfungsi untuk melindungi protein lain dari agregasi, melonggarkan protein yang beragregasi, membantu pelipatan protein baru atau pelipatan
kembali protein yang rusak, mendegradasi protein yang rusak cukup parah dan dalam kasus kerusakan yang sangat berat, melakukan
pemisahan kelompok protein yang rusak menjadi agregat yang lebih besar.
HSP di dalam telinga khususnya sel koklea diinduksi setelah adanya pajanan bising yang berlebihan dari lingkungan. Ketika diinduksi
oleh bising dengan tingkat tertentu, HSP menunjukkan adanya efek
Universitas Sumatera Utara
proteksi terhadap koklea dengan cara mempertahankan keutuhan struktur protein membran sel dan fungsi protein sel lainnya sehingga sel koklea
tidak mengalami kerusakan setelah terpapar bising Widjaja, Santoso Waspadji, 2009.
Klasifikasi HSP sangat banyak berdasarkan ukuran molekul dan fungsi masing-masing, diantaranya HSP-8, HSP-20, HSP-60, HSP-70, HSP-90,
HSP-110. Angka yang mengikuti kata HSP menunjukkan berat molekulnya. Masing-masing dari jenis ini terkonsentrasi pada banyak
spesies dan diproduksi sebagai respon dari stres pada sel. Henderson, Hu Bielefeld, 2008; Widjaja, Santoso Waspadji, 2009.
Pada saat stres, sel menemukan dirinya dalam kondisi yang menguntungkan bagi proses protein folding dan anggota HSP-70
diekspresikan pada tingkat yang lebih tinggi. Peningkatan ekspresi bantuan chaperon dalam perbaikan protein yang rusak oleh peristiwa
stres tertentu merupakan petunjuk untuk sintesa polipeptida yang dibutuhkan untuk mengganti kerusakan yang tidak bisa diperbaiki lagi.
Pada mamalia, satu partikel dari anggota HSP-70 misalnya HSP-72 di ekspresikan sekali dalam satu waktu dan ekspresi tersebut berfungsi
sebagai indikator penting bahwa suatu sel atau organ telah mengalami respon stres. Peningkatan kadar protein HSP-70 telah dikaitkan dengan
penghambatan apoptosis serta resistensi sel untuk berbagai agen kemoterapi.
Universitas Sumatera Utara
2.8.3 Respon stres sel koklea dan organ Corti terhadap kebisingan Koklea mempunyai beberapa jalur pertahanan terhadap stres
lingkungan akibat bising dengan pajanan level tinggi. Secara fisiologis, sistem pendengaran akan merespon pajanan suara bising level tinggi ini
dengan adanya gerakan refleks akustik telinga tengah dan mengaktifkan sistem olivary medial. Pada tingkat organ Corti, telinga melakukan heat
shock response dengan mengaktifkan ekspresi faktor pertahanan sel,
sehingga menghasilkan heat shock protein, khususnya HSP-70. Telinga juga meningkatkan aktivitas dari pertahanan tubuh melalui pengaruh
antioksidan mencegah stres sel akibat pengaruh radikal bebas, seperti
yang telah diteliti oleh Jacono, et al 1998 Yang, et al., 2006.
HSF-1 ini didapati pada organ Corti, stria vaskularis dan nervus auditorius pada koklea telinga mencit yang normal Fairfield, Lomax
Dootz, 2005. Hingga kini telah diketahui hubungan antara HSF-1 yang mengatur ekspresi HSP sebagai respon pertahanan sel terhadap pajanan
stres lingkungan yang menunjukkan kemungkinan HSF-1, khususnya meningkatnya sintesis HSP-70 yang terlibat dalam perlindungan sel
koklea Konings, Laer Michael, 2009. Ketika telinga diinduksi oleh kebisingan dengan tingkat suara yang
moderat dan nontraumatik, ekspresi HSP dengan meningkatnya ekspresi HSP-70 yang terbentuk dapat menahan kondisi telinga dari efek suara
keras dan mengurangi resiko terjadi gangguan pendengaran, walaupun demikian ada variabilitas terhadap individu Altschuler, Fairfield Cho,
2002.
Universitas Sumatera Utara
Beberapa penelitian menunjukkan tidak hanya ada peran HSP-70 dalam patogenesis tuli akibat bising, tetapi beberapa bukti penelitian lain
juga menemukan karena HSP-70 dianggap sebagai antigen oleh tubuh, maka reaksi tubuh juga membentuk antibodi HSP-70 untuk
menetralisirmenghambat kerja HSP-70. Antibodi terhadap HSP-70 ini juga diduga kuat memiliki hubungan yang erat dengan patogenesis atau
prognosis atau keduanya dari tuli sensorineural, namun masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Yang, dkk 2004 menemukan bahwa
kadar HSP-70 lebih meningkat daripada HSP-60 pada para pekerja yang menderita tuli akibat pajanan bising Fairfield, Lomax Dootz, 2005.
Xu 2002 dan Pockley 2003 mengemukakan bahwa beberapa jenis HSP yang telah dikenal dapat bertindak sebagai antigen asing bagi sistem
imun tubuh sehingga menghasilkan suatu auto antibodi bagi kelompok HSP ini terutama pada pasien dengan penyakit inflamasi, penyakit
autoimun, penyakit infeksi, hipertensi dan aterosklerosis. Sehingga auto antibodi HSP ini diduga kuat memiliki kontribusi yang signifikan terhadap
patogenesis dan prognosis beberapa penyakit Fairfield, Lomax Dootz, 2005.
Ada beberapa alasan terbentuknya antibodi terhadap HSP-70 di dalam tubuh, yaitu: 1 faktor genetika, 2 adanya infeksi bakteri dan virus, 3
adanya upaya denaturasi dan eliminasi HSP yang sebelumnya diinduksi adanya kerusakan sel, 4 adanya antigen dengan presentasi spesifik
terhadap suatu limfosit di dalam tubuh. Pada kasus tuli akibat kebisingan, terbentuknya antibodi HSP-70 ini lebih mungkin disebabkan karena alasan
Universitas Sumatera Utara
untuk denaturasi dan eliminasi HSP yang terinduksi akibat pajanan bising dan adanya perubahan peran HSP-70 menjadi suatu antigen dengan
presentasi spesifik terhadap limfosit sehingga menyebabkan mekanisme yang menyerupai patogenesis terjadinya penyakit autoimun Fairfield,
Lomax Dootz, 2005 Adanya antibodi terhadap HSP-70 ini yang diduga dapat merusak
protein yang lainnya dengan struktur yang mirip sehingga meningkatnya HSP-70 akan diikuti dengan peningkatan antibodi terhadap HSP-70 yang
memiliki dampak terhadap protein sel lainnya yang mungkin saja mengganggu fungsi sel tubuh lainnya dalam jalur stres intraseluler,
misalnya menyebabkan kekakuan pada silia berhubungan dengan tip links yang dapat meluas ke daerah basal melalui lapisan kutikuler sel rambut
ataupun menyebabkan apoptosis pada sel rambut, sehingga akhirnya menimbulkan ketulian. Walaupun demikian, Yang 2004 menyatakan
bahwa pengetahuan tentang hubungan antara terbentuknya auto antibodi terhadap HSP-70 yang diinduksi oleh pajanan bising serta peran auto
antibodi HSP-70 dalam patogenesis terjadinya ketulian akibat bising ini masih sangat terbatas Fairfield, Lomax Dootz, 2005.
Universitas Sumatera Utara
2.9 Nuclear Factor Kappa B