Analisis Kelayakan Finansial Usaha Pembuatan Tempe Tanpa IPAL Analisis Kelayakan Usaha Dengan IPAL Melalui Pembiayaan

IX. ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHA PEMBUATAN TEMPE TANPA DAN DENGAN IPAL

Analisis manfaat dan biaya untuk industri tempe dilakukan dengan menggunakan analisis kelayakan finansial selama 10 tahun sebelum dan sesudah ada IPAL. Kriteria yang digunakan dalam perhitungan meliputi Net Present Value, Internal Rate of Return, Net Benefit Cost Ratio dan Payback Period. Perhitungan diasumsikan 1 pengrajin yang memproduksi rata-rata 109 kilogram kedelai per hari. Pendapatan, harga, jumlah input, upah tenaga kerja, biaya yang digunakan dalam analisis ini merupakan nilai rata-rata dari total responden sebanyak 31 orang. Analisis kelayakan usaha ini menggunakan tiga skenario yang dapat dijalankan yaitu: 1 Tanpa IPAL, 2 Dengan IPAL melalui pembiayaan investasi dan operasional ditanggung oleh pengrajin tempe swadaya dan 3 Dengan IPAL melalui pembiayaan investasi ditanggung oleh pemerintah dan pembiayaan operasional oleh pengrajin tempe swadaya. Umur proyek yang dijalankan yaitu selama 10 tahun dengan tingkat suku bunga yang digunakan adalah 13 persen.

9.1 Analisis Kelayakan Finansial Usaha Pembuatan Tempe Tanpa IPAL

Dari hasil analisis kelayakan usaha pembuatan tempe tanpa IPAL diperoleh bahwa Net Present Value sebesar Rp Rp 141.464.542 yang bernilai lebih dari nol. Artinya manfaat bersih yang diterima dari usaha pembuatan tempe di Desa Citeureup selama 10 tahun dan tingkat suku bunga 13 persen sebesar Rp 141.464.542. IRR yang diperoleh dari hasil analisis adalah 84 persen yang berarti tingkat pengembalian internal usaha pembuatan tempe tersebut adalah sebesar 84 persen dan berada diatas tingkat suku bunga 13 persen. Kriteria kelayakan yang lain adalah Net Benefit-Cost Ratio yang bernilai 4,57 lebih besar daripada 1 yang berarti setiap Rp 1.000.000 yang dikeluarkan untuk usaha tersebut mampu menghasilkan manfaat bersih sebesar Rp 4.570.000. Selain itu jangka waktu pengembalian seluruh biaya-biaya yang telah dikeluarkan dalam investasi suatu proyek adalah satu tahun empat bulan. Berdasarkan hasil tersebut, maka usaha pembuatan tempe di Desa Citeureup sebelum ada IPAL layak untuk dilaksanakan. Hasil analisis kelayakan usaha dapat dilihat pada Tabel 24. Perhitungan lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 7. Tabel 24. Kriteria Kelayakan Investasi Usaha Pembuatan Tempe Tanpa IPAL No. Kriteria Kelayakan Hasil r = 13 persen 1. Net Present Value Rp 141.464.542 2. Internal Rate of Return 84 3. Net Benefit-Cost Ratio 4,57 4. Payback Period 1 tahun 4 bulan Sumber : Data Primer diolah

9.2 Analisis Kelayakan Usaha Dengan IPAL Melalui Pembiayaan

Investasi Dan Operasional Ditanggung Oleh Pengrajin Tempe Skenario 2 Arus tunai usaha pembuatan tempe dengan IPAL yang ditanggung oleh pengrajin tempe sama seperti usaha pembuatan tempe sebelum ada IPAL jika dilihat dari sisi arus penerimaan. Perubahan terjadi pada biaya investasi dan biaya operasional dimana biaya pembangunan IPAL dimasukkan ke dalam biaya investasi dan biaya overhead, biaya perawatan, biaya angkutan dan upah tenaga kerja IPAL dimasukkan ke dalam struktur biaya operasional. Tabel 25. Biaya Investasi IPAL ditanggung Oleh Pengrajin Tempe Skenario 2 No. Biaya investasi IPAL Jumlah Rupiahtahun Umur Teknis 1. Pembangunan IPAL 27.558.333 10,0 Total Biaya Investasi 27.558.333 10,0 Sumber : Fokus, 2005 diolah Biaya pembangunan IPAL yang dimasukkan yaitu sebesar Rp 27.558.333 dengan umur teknis 10 tahun. Komponen dari arus pengeluaran yang lain adalah biaya operasional yang telah ditambah dengan biaya-biaya pemeliharaan IPAL. Biaya pemeliharaan IPAL terdiri dari upah tenaga kerja IPAL berjumlah Rp 1.500.000 38,46 persen, biaya overhead dan biaya perawatan masing-masing Rp 700.000 17,95 persen serta biaya angkutan sebesar Rp 1.000.000 25,64 persen. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 26. Tabel 26. Biaya Operasional IPAL ditanggung Oleh Pengrajin Tempe Skenario 2 No. Biaya-biaya Operasional Jumlah Rupiahtahun Persentase Persen 1. Upah TK IPAL 1.500.000 38,46 2. B. Overhead 700.000 17,95 3. B. Perawatan 700.000 17,95 4. B. Angkutan 1.000.000 25,64 Total Biaya Operasional 3.900.000 100,00 Sumber : Hudayanti, 2007 diolah Dari hasil analisis diperoleh bahwa Net Present Value sebesar Rp 100.221.668 yang bernilai lebih dari nol. Artinya manfaat bersih yang diterima dari usaha pembuatan tempe di Desa Citeureup selama 10 tahun dan tingkat suku bunga 13 persen sebesar Rp 100.221.668. IRR yang diperoleh dari hasil analisis adalah 46 persen yang berarti tingkat pengembalian internal usaha pembuatan tempe tersebut adalah sebesar 46 persen dan berada diatas tingkat suku bunga 13 persen. Kriteria kelayakan yang lain adalah Net Benefit-Cost Ratio yang bernilai 2,57 lebih besar daripada 1 yang berarti setiap Rp 1.000.000 yang dikeluarkan untuk usaha tersebut mampu menghasilkan manfaat bersih sebesar Rp 2.570.000. Selain itu jangka waktu pengembalian seluruh biaya-biaya yang telah dikeluarkan dalam investasi suatu proyek adalah dua tahun dua bulan. Berdasarkan hasil tersebut, maka usaha pembuatan tempe di Desa Citeureup dengan Biaya IPAL yang ditanggung oleh pengrajin tempe layak untuk dilaksanakan. Hasil analisis kelayakan usaha dapat dilihat pada Tabel 27. Hasil analisis kelayakan usaha dapat dilihat pada Tabel 24. Perhitungan lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 8. Tabel 27. Kriteria Kelayakan Investasi Usaha Pembuatan Tempe Dengan Biaya IPAL Ditanggung Oleh Pengrajin Tempe Skenario 2 No. Kriteria Kelayakan Hasil r = 13 persen 1. Net Present Value Rp 100.221.668 2. Internal Rate of Return 46 3. Net Benefit-Cost Ratio 2,57 4. Payback Period 2 tahun 2 bulan Sumber : Data Primer diolah 9.3 Analisis Kelayakan Usaha Dengan IPAL Melalui Pembiayaan Investasi Ditanggung Oleh Pemerintah Dan Operasional Oleh Pengrajin Tempe Skenario 3 Arus tunai usaha pembuatan tempe dengan biaya IPAL yang ditanggung oleh pemerintah sama dengan arus tunai usaha pembuatan tempe sebelum ada IPAL dalam hal arus penerimaan dan biaya investasi. Perbedaannya terletak pada biaya operasional karena pada biaya operasional ditambahkan biaya-biaya pemeliharaan. Hal ini disebabkan karena biaya pembangunan IPAL menjadi tanggung jawab pemerintah. Sehingga pengrajin tempe hanya mengeluarkan biaya untuk pemeliharaan IPAL saja. Biaya operasional usaha pembuatan tempe di Desa Citeureup dengan biaya IPAL ditanggung oleh pemerintah sama dengan biaya operasional usaha pembuatan tempe dengan IPAL skenario 2. Hasil analisis kelayakan usaha pembuatan tempe di Desa Citeureup dengan skenario biaya IPAL ditanggung oleh pemerintah adalah NPV sebesar Rp 124.609.573 yang bernilai lebih dari nol. Hal tersebut berarti manfaat bersih yang diterima dari usaha pembuatan tempe di Desa Citeureup selama 10 tahun dan tingkat suku bunga 13 persen sebesar Rp 124.609.573. IRR yang diperoleh dari hasil analisis adalah 77 persen yang berarti tingkat pengembalian internal usaha pembuatan tempe tersebut adalah sebesar 77 persen dan berada diatas tingkat suku bunga 13 persen. Kriteria kelayakan yang lain adalah Net Benefit-Cost Ratio yang bernilai 4,15 lebih besar daripada 1 yang berarti setiap Rp 1.000.000 yang dikeluarkan untuk usaha tersebut mampu menghasilkan manfaat bersih sebesar Rp 4.150.000. Selain itu jangka waktu pengembalian seluruh biaya-biaya yang telah dikeluarkan dalam investasi suatu proyek adalah satu tahun enam bulan. Berdasarkan hasil tersebut, maka usaha pembuatan tempe di Desa Citeureup dengan biaya IPAL yang ditanggung oleh pemerintah layak untuk dilaksanakan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 28. Hasil analisis kelayakan usaha dapat dilihat pada Tabel 24. Perhitungan lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 9. Tabel 28. Kriteria Kelayakan Investasi Usaha Pembuatan Tempe dengan Biaya IPAL ditanggung Oleh Pemerintah Skenario 3 No. Kriteria Kelayakan Hasil r = 13 persen 1. Net Present Value Rp 124.609.573 2. Internal Rate of Return 77 3. Net Benefit-Cost Ratio 4,15 4. Payback Period 1 tahun 6 bulan Sumber : Data Primer diolah

9.4 Perbandingan Hasil Kelayakan Usaha Ketiga Skenario